Hadis dan Ayat yang Tampak Bertentangan, Begini Penjelasan Syaikh Al-Utsaimin
loading...
A
A
A
Ada satu hadis yang sepintas bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran . Hadis tersebut berbunyi: "Sesungguhnya seseorang selalu beramal dengan amalan ahli janah sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan janah kecuali hanya sehasta. Namun ketetapan telah mendahuluinya sehingga ia melakukan amalan ahli neraka, lalu iapun memasukinya. Dan seorang yang senantiasa beramal dengan amalan ahli neraka sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan neraka kecuali hanya sehasta. Namun ketetapan telah mendahuluinya, sehingga ia melakukan amalan ahli janah dan iapun memasukinya".
Di sisi lain, Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya kami tidak menyia-nyiakan pahala orang yang membaguskan amalannya" ( QS Al-Kahfi : 30)
Pertanyaannya, apakah antara hadis dan Al-Quran tersebut tidak bertentangan?
Menjawab pertanyaan ini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin menjelaskan bahwa hadis tersebut adalah dari Abdullah bin Mas'ud ra . Di dalamnya Nabi SAW memberitahukan bahwa ada seseorang yang beramal dengan amalan ahli janah sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan janah kecuali hanya sehasta, karena dekatnya ajal dan kematian dirinya. Namun ketetapan telah mendahuluinya yang menegaskan bahwa ia termasuk penghuni neraka, hingga iapun melakukan amalan ahli neraka, lalu masuk ke dalamnya.
"Ini adalah fenomena yang tampak pada manusia," ujar Syaikh Al-'Utsaimin dalam kitab "Al-Qadha' wal Qadar" yang edisi Indonesia menjadi "Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar".
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh sebuah hadis sahih: "Sesungguhnya seseorang beramal dengan amalan ahli jannah dalam pandangan manusia, padahal ia termasuk ahli neraka".
Demikian pula persoalan kedua, manusia yang beramal dengan amalan ahli neraka, lalu Allah memberi karunia kepadanya dengan tobat dan kembali kepada jalan Allah menjelang ajalnya, hingga iapun beramal dengan amalan ahli janah lalu ia masuk ke dalamnya.
Menurut Al-Utsaimin, hadis ini tidak bertentangan dengan ayat di atas, karena Allah Ta'ala berfirman: "Pahala orang yang membaguskan amalannya". Maksudnya, barangsiapa yang membaguskan amalannya di dalam hati maupun dhahirnya, maka Allah Ta'ala tidak menyia-nyiakan pahalanya.
"Tetapi yang dimaksud oleh kasus pertama yang beramal dengan amalan ahli janah lalu ketetapan telah mendahuluinya, adalah orang yang beramal dengan amalan ahli janah dalam pandangan manusia saja. Atas dasar ini, amalannya tidak termasuk kebaikan. Dengan demikian hadis tadi tidak bertentangan sama sekali dengan ayat Al-Qur'an," ujarnya.
Di sisi lain, Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya kami tidak menyia-nyiakan pahala orang yang membaguskan amalannya" ( QS Al-Kahfi : 30)
Pertanyaannya, apakah antara hadis dan Al-Quran tersebut tidak bertentangan?
Menjawab pertanyaan ini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin menjelaskan bahwa hadis tersebut adalah dari Abdullah bin Mas'ud ra . Di dalamnya Nabi SAW memberitahukan bahwa ada seseorang yang beramal dengan amalan ahli janah sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan janah kecuali hanya sehasta, karena dekatnya ajal dan kematian dirinya. Namun ketetapan telah mendahuluinya yang menegaskan bahwa ia termasuk penghuni neraka, hingga iapun melakukan amalan ahli neraka, lalu masuk ke dalamnya.
"Ini adalah fenomena yang tampak pada manusia," ujar Syaikh Al-'Utsaimin dalam kitab "Al-Qadha' wal Qadar" yang edisi Indonesia menjadi "Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar".
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh sebuah hadis sahih: "Sesungguhnya seseorang beramal dengan amalan ahli jannah dalam pandangan manusia, padahal ia termasuk ahli neraka".
Demikian pula persoalan kedua, manusia yang beramal dengan amalan ahli neraka, lalu Allah memberi karunia kepadanya dengan tobat dan kembali kepada jalan Allah menjelang ajalnya, hingga iapun beramal dengan amalan ahli janah lalu ia masuk ke dalamnya.
Menurut Al-Utsaimin, hadis ini tidak bertentangan dengan ayat di atas, karena Allah Ta'ala berfirman: "Pahala orang yang membaguskan amalannya". Maksudnya, barangsiapa yang membaguskan amalannya di dalam hati maupun dhahirnya, maka Allah Ta'ala tidak menyia-nyiakan pahalanya.
"Tetapi yang dimaksud oleh kasus pertama yang beramal dengan amalan ahli janah lalu ketetapan telah mendahuluinya, adalah orang yang beramal dengan amalan ahli janah dalam pandangan manusia saja. Atas dasar ini, amalannya tidak termasuk kebaikan. Dengan demikian hadis tadi tidak bertentangan sama sekali dengan ayat Al-Qur'an," ujarnya.
(mhy)