Begini Nasib Yahudi di Palestina Setelah Hancurnya Kerajaan Israel
loading...
A
A
A
Pada tahun 586 SM adalah tahun kehancuran dan leyapnya kerajaan-kerajaan Bani Israel di Palestina. Kala itu, penguasa baru Palestina adalah Nebukhadnezar dari Kekaisaran Babilonia Baru dalam Dinasti Kasdim.
Setelah Nebukhadnezar, Palestina dikuasai oleh beberapa kerajaan dari luar seperti Kerajaan Babilonia, antara tahun 586-538 SM, kerajaan Persia antara 538-330 SM, kerajaan Yunani antara tahun 330-200 SM, Dinasti Seleucid antara tahun 200-167 SM dan Dinasti Seleucid dan Maccabee antara tahun 167-63 SM.
"Selanjutnya, Imperium Romawi menguasai Palestina antara tahun 63 SM sampai 638 M," tulis Fuad Muhammad Shibel dalam bukunya yang diterjemahkan Bustami A. Gani dan Chatibul Umam berjudul "Masalah Jahudi International" (Bulan Bintang, 1970).
Pada masa Imperium Romawi berkuasa, terutama masa Kaisar Romawi Konstantin yang sudah memeluk Nasrani pada tahun 325 M, Palestina umumnya sudah dinasranikan. Di al-Quds Yerusalem dibangun gereja Makam Suci sebagai gereja teragung. Di puncak gunung Zaitun dibangun pula gereja Langit dan di kota Bethlehem dibangun pula gereja Kiamat.
Adapun orang-orang Yahudi ketika itu terutama para pedagangnya sudah menyebar ke negara-negara Eropa. Adapun di Palestina sendiri orang Yahudi terdesak dengan berkembangnya Nasrani yang didukung langsung pula oleh penguasanya yang Nasrani.
Oleh karenanya, Yahudi di mana pun mereka berada, termasuk di Eropa tetap menghalang-halangi orang Nasrani. Orang Yahudi atau Bani Israel mendustakan nabi terakhir mereka dengan menuduhnya melakukan sihir dan berusaha membunuh Nabi Isa as.
Mahir Ahmad Agha dalam bukunya yang diterjemahkan Yadi Indrayadi berjudul "Yahudi: Catatan Hitam Sejarah" (Qisthi Press, Juni 2005) menyebut Bani Israel melakukan itu karena diasumsikan bahwa Nasrani telah menghancurkan prinsip-prinsip ketuhanan dan syariat Talmud tentang keagungan Yahudi sebagai bangsa pilihan Allah.
Pertentangan orang Yahudi dengan Nasrani tidak lagi di sekitar Palestina, Irak dan Timur Tengah umumnya, tetapi sudah pernah merambah-melebar ke seluruh Eropa dan malah ke benua Amerika, karena Nasrani juga mulai berkembang luas di sana.
Hanya saja sifat Yahudi yang ingin memonopoli, terutama perdagangan, maka sejumlah komoditas, seperti gandum, wol, emas dan perak dikuasainya. Dengan begitu mereka bisa menguasai pasar dan malah dapat mengontrol ekonomi negara dunia pada umumnya.
Mereka bertindak rentenir, yaitu meminjamkan uang kepada orang Nasrani dengan bunga yang tinggi. Keinginan memonopoli ini pula kemudian yang menyebabkan orang-orang Eropa (yang Nasrani utamanya), membenci orang-orang Yahudi di manapun mereka berada.
"Klimaksnya adalah tindakan Nazi pada awal abad 20 M," tulis Mahir Ahmad Agha.
Pertentangan Nasrani-Yahudi bertambah meningkat dari waktu ke waktu. Satu hal yang menarik, walaupun upaya Yahudi untuk menghalang-halangi pergerakan Nasrani, nama agama yang yang lebih popular sebutannya dengan Kristen ini terus menunjukkan perkembangannya di Eropa yang umumnya ketika itu masih Pagan atau Pelbegu.
Hal ini menyebabkan penganut Yahudi bertambah kesal karena tidak rela Kristen yang menyeru kasih sayang, persamaan, cinta kasih dan persaudaraan tersebut mendapat momentum perkembangannya yang mudah dan pesat di kalangan bangsa-bangsa Eropa.
Oleh karenanya, kata Mahir Ahmad Agha, orang-orang Yahudi tidak tinggal diam, kecuali itu mencari jurus-jurus licik, seperti memengaruhi penguasa Eropa yang pagan, Markus Urulius, kaisar Romawi pengganti pamannya (Antonius Mulia) yang amat kesohor.
Seorang Rabi Yahudi sukses membisiki dan menakut-nakuti Markus Urulius yang pagan dan bodoh itu dengan mengatakan bahwa orang-orang Nasrani mengindap penyakit menular yang membahayakan rakyat.
Menurut Mahir Ahmad Agha, Markus Urulius sebagai penguasa Roma yang berhasil terperdaya dengan bisikan fitnah tersebut mengeluarkan perintah untuk membunuh semua penduduk Roma yang beragama Nasrani.
Dapat dipahami bahwa penderitaan yang dialami oleh Kristen atau Nasrani pada periode awal amatlah berat, akibat kebijakan penguasanya yang termakan fitnah dari orang-orang Yahudi.
Setelah Nebukhadnezar, Palestina dikuasai oleh beberapa kerajaan dari luar seperti Kerajaan Babilonia, antara tahun 586-538 SM, kerajaan Persia antara 538-330 SM, kerajaan Yunani antara tahun 330-200 SM, Dinasti Seleucid antara tahun 200-167 SM dan Dinasti Seleucid dan Maccabee antara tahun 167-63 SM.
"Selanjutnya, Imperium Romawi menguasai Palestina antara tahun 63 SM sampai 638 M," tulis Fuad Muhammad Shibel dalam bukunya yang diterjemahkan Bustami A. Gani dan Chatibul Umam berjudul "Masalah Jahudi International" (Bulan Bintang, 1970).
Pada masa Imperium Romawi berkuasa, terutama masa Kaisar Romawi Konstantin yang sudah memeluk Nasrani pada tahun 325 M, Palestina umumnya sudah dinasranikan. Di al-Quds Yerusalem dibangun gereja Makam Suci sebagai gereja teragung. Di puncak gunung Zaitun dibangun pula gereja Langit dan di kota Bethlehem dibangun pula gereja Kiamat.
Adapun orang-orang Yahudi ketika itu terutama para pedagangnya sudah menyebar ke negara-negara Eropa. Adapun di Palestina sendiri orang Yahudi terdesak dengan berkembangnya Nasrani yang didukung langsung pula oleh penguasanya yang Nasrani.
Oleh karenanya, Yahudi di mana pun mereka berada, termasuk di Eropa tetap menghalang-halangi orang Nasrani. Orang Yahudi atau Bani Israel mendustakan nabi terakhir mereka dengan menuduhnya melakukan sihir dan berusaha membunuh Nabi Isa as.
Mahir Ahmad Agha dalam bukunya yang diterjemahkan Yadi Indrayadi berjudul "Yahudi: Catatan Hitam Sejarah" (Qisthi Press, Juni 2005) menyebut Bani Israel melakukan itu karena diasumsikan bahwa Nasrani telah menghancurkan prinsip-prinsip ketuhanan dan syariat Talmud tentang keagungan Yahudi sebagai bangsa pilihan Allah.
Pertentangan orang Yahudi dengan Nasrani tidak lagi di sekitar Palestina, Irak dan Timur Tengah umumnya, tetapi sudah pernah merambah-melebar ke seluruh Eropa dan malah ke benua Amerika, karena Nasrani juga mulai berkembang luas di sana.
Hanya saja sifat Yahudi yang ingin memonopoli, terutama perdagangan, maka sejumlah komoditas, seperti gandum, wol, emas dan perak dikuasainya. Dengan begitu mereka bisa menguasai pasar dan malah dapat mengontrol ekonomi negara dunia pada umumnya.
Mereka bertindak rentenir, yaitu meminjamkan uang kepada orang Nasrani dengan bunga yang tinggi. Keinginan memonopoli ini pula kemudian yang menyebabkan orang-orang Eropa (yang Nasrani utamanya), membenci orang-orang Yahudi di manapun mereka berada.
"Klimaksnya adalah tindakan Nazi pada awal abad 20 M," tulis Mahir Ahmad Agha.
Pertentangan Nasrani-Yahudi bertambah meningkat dari waktu ke waktu. Satu hal yang menarik, walaupun upaya Yahudi untuk menghalang-halangi pergerakan Nasrani, nama agama yang yang lebih popular sebutannya dengan Kristen ini terus menunjukkan perkembangannya di Eropa yang umumnya ketika itu masih Pagan atau Pelbegu.
Hal ini menyebabkan penganut Yahudi bertambah kesal karena tidak rela Kristen yang menyeru kasih sayang, persamaan, cinta kasih dan persaudaraan tersebut mendapat momentum perkembangannya yang mudah dan pesat di kalangan bangsa-bangsa Eropa.
Oleh karenanya, kata Mahir Ahmad Agha, orang-orang Yahudi tidak tinggal diam, kecuali itu mencari jurus-jurus licik, seperti memengaruhi penguasa Eropa yang pagan, Markus Urulius, kaisar Romawi pengganti pamannya (Antonius Mulia) yang amat kesohor.
Seorang Rabi Yahudi sukses membisiki dan menakut-nakuti Markus Urulius yang pagan dan bodoh itu dengan mengatakan bahwa orang-orang Nasrani mengindap penyakit menular yang membahayakan rakyat.
Menurut Mahir Ahmad Agha, Markus Urulius sebagai penguasa Roma yang berhasil terperdaya dengan bisikan fitnah tersebut mengeluarkan perintah untuk membunuh semua penduduk Roma yang beragama Nasrani.
Dapat dipahami bahwa penderitaan yang dialami oleh Kristen atau Nasrani pada periode awal amatlah berat, akibat kebijakan penguasanya yang termakan fitnah dari orang-orang Yahudi.