Nikah Misyar: Solusi Perempuan Tajir dan Tidak Butuh Biaya Suami?
loading...
A
A
A
Benarkan nikah misyar bisa menjadi solusi bagi perawan tua yang kaya raya dan tidak butuh biaya dari suami. Juga solusi bagi lelaki miskin yang tak kuat membayar mahar atau mas kawin untuk calon istrinya?
Chomim Tohari dari Islamic Law Marmara University Turkey telah meneliti tentang nikah misyar tersebut. Dalam papernya berjudul "Fatwa Ulama tentang Hukum Islam Nikah Misyar Perspektif Maqqasid Shari'ah", ia menjelaskan bahwa pernikahan misyar adalah model pernikahan yang tidak lazim. Sang istri melepaskan haknya mendapatkan nafkah dari suaminya.
"Pernikahan ini berlangsung ketika suami merantau dalam waktu lama dan menikahi wanita di tempat perantauannya," tulis Chomim Tohari.
Para istri yang merelakan haknya itu biasanya adalah wanita-wanita yang mapan secara ekonomi dan hanya memerlukan kebutuhan batiniah dari suaminya. "Pernyataan istri tentang kerelaannya itu disebutkan sebagai syarat dalam akad nikah," jelasnya.
Chomim Tohari mengatakan fenomena nikah misyar telah banyak dijumpai dalam masyarakat pada masa lalu dan sekarang. Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang berjudul "Hady al-Islam Fatawi Mu’asirah" (Dar al-Qalam, 1421 H) mengupas masalah ini secara panjang lebar.
Menurutnya, orang-orang Qatar dan orang-orang di Negara Teluk lainnya seringkali bepergian sampai berbulan-bulan. Sebagian dari mereka ada yang kawin dengan wanita-wanita Afrika, Asia dan wanita-wanita kaya di tempat mereka bepergian. Hal itu dilakukan selain untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka juga untuk mempertahankan hidup mereka di perantauan.
Menurutnya, dalam masyarakat perkotaan di negara-negara Barat yang maju yang mana kaum perempuan kebanyakan memiliki karir dan ekonomi yang cukup bahkan berlimpah, sementara jumlah umat Islam berada pada posisi minoritas, pernikahan misyar telah biasa dilakukan oleh masyarakat muslim tersebut.
Biasanya, setelah seorang wanita menjadi janda, kemudian ia kawin lagi dengan seorang laki-laki. Karena sang wanita memiliki rumah-rumah dan anak, maka sang suami yang menikahinya secara misyar tersebutlah yang datang ke rumahnya setiap minggu satu atau dua hari.
Sedangkan rumah yang ditempati sang wanita adalah rumah suami pertama yang telah meninggal atau rumahnya sendiri. Dan suami misyar-nya tidak memberikan sesuatu apapun kepada istrinya, baik nafkah maupun tempat tinggal.
Chomim Tohari mengatakan sebagaimana bentuk-bentuk pernikahan sebelumnya, pernikahan seperti inipun juga menimbulkan perdebatan terutama di kalangan ulama kontemporer.
Karena model nikah misyar baru dikenal masa kini, maka para ulama kontemporer berbeda pendapat menghukuminya. "Sebenarnya masalah nikah misyar di Indonesia belum banyak dikaji atau diperbincangkan oleh para ahli hukum Islam," ujarnya.
Lihat Juga: Artis Anggika Bolsterli Resmi Dinikahi Omar Armandiego Soeharto, Kental dengan Adat Jawa
Chomim Tohari dari Islamic Law Marmara University Turkey telah meneliti tentang nikah misyar tersebut. Dalam papernya berjudul "Fatwa Ulama tentang Hukum Islam Nikah Misyar Perspektif Maqqasid Shari'ah", ia menjelaskan bahwa pernikahan misyar adalah model pernikahan yang tidak lazim. Sang istri melepaskan haknya mendapatkan nafkah dari suaminya.
"Pernikahan ini berlangsung ketika suami merantau dalam waktu lama dan menikahi wanita di tempat perantauannya," tulis Chomim Tohari.
Para istri yang merelakan haknya itu biasanya adalah wanita-wanita yang mapan secara ekonomi dan hanya memerlukan kebutuhan batiniah dari suaminya. "Pernyataan istri tentang kerelaannya itu disebutkan sebagai syarat dalam akad nikah," jelasnya.
Chomim Tohari mengatakan fenomena nikah misyar telah banyak dijumpai dalam masyarakat pada masa lalu dan sekarang. Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang berjudul "Hady al-Islam Fatawi Mu’asirah" (Dar al-Qalam, 1421 H) mengupas masalah ini secara panjang lebar.
Menurutnya, orang-orang Qatar dan orang-orang di Negara Teluk lainnya seringkali bepergian sampai berbulan-bulan. Sebagian dari mereka ada yang kawin dengan wanita-wanita Afrika, Asia dan wanita-wanita kaya di tempat mereka bepergian. Hal itu dilakukan selain untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka juga untuk mempertahankan hidup mereka di perantauan.
Menurutnya, dalam masyarakat perkotaan di negara-negara Barat yang maju yang mana kaum perempuan kebanyakan memiliki karir dan ekonomi yang cukup bahkan berlimpah, sementara jumlah umat Islam berada pada posisi minoritas, pernikahan misyar telah biasa dilakukan oleh masyarakat muslim tersebut.
Biasanya, setelah seorang wanita menjadi janda, kemudian ia kawin lagi dengan seorang laki-laki. Karena sang wanita memiliki rumah-rumah dan anak, maka sang suami yang menikahinya secara misyar tersebutlah yang datang ke rumahnya setiap minggu satu atau dua hari.
Sedangkan rumah yang ditempati sang wanita adalah rumah suami pertama yang telah meninggal atau rumahnya sendiri. Dan suami misyar-nya tidak memberikan sesuatu apapun kepada istrinya, baik nafkah maupun tempat tinggal.
Chomim Tohari mengatakan sebagaimana bentuk-bentuk pernikahan sebelumnya, pernikahan seperti inipun juga menimbulkan perdebatan terutama di kalangan ulama kontemporer.
Karena model nikah misyar baru dikenal masa kini, maka para ulama kontemporer berbeda pendapat menghukuminya. "Sebenarnya masalah nikah misyar di Indonesia belum banyak dikaji atau diperbincangkan oleh para ahli hukum Islam," ujarnya.
Lihat Juga: Artis Anggika Bolsterli Resmi Dinikahi Omar Armandiego Soeharto, Kental dengan Adat Jawa
(mhy)