Konsep Politik Hasan Al-Banna: Persamaan Agama dan Tidak Dibatasi Geografis

Kamis, 23 November 2023 - 14:06 WIB
loading...
Konsep Politik Hasan...
Hasan Al-Banna pendiri Ikhwanul Muslimin. Foto: Ist
A A A
Hasan al-Banna adalah tokoh dan pendiri Ikhwanul Muslimin yang terlibat dalam perjuangan rakyat Palestina pada tahun 1948. Akibatnya, pihak Barat, melalui pemerintah Mesir , membubarkan organisasinya itu. Hasan al-Banna terbunuh pada 12 Februari 1949 di Kairo, Mesir.

Syaikh Yusuf Qardhawi dalam buku berjudul "Syaikh Muhammad Al-Gazali yang Saya Kenal Setengah Abad Perjalanan Pemikiran dan Gerakan Islam" (Robbani Press, 1998) menyebut sosok al-Gazali begitu dihormati oleh dunia Islam. "Namun demikian beliau belum bisa menyamai Hasan al-Banna, guru yang telah mengajarkan kepadanya hakikat Islam yang hidup dan dinamis," tulisnya.



Al-Gazali sangat pecaya kepada bakat intelektual, kejiwaan dan rohani al-Banna. Semua bakat ini menempatkan al-Banna sebagai sosok yang pantas memimpin dakwah dan aktivitas Islam pada masa di mana Islam kena musibah akibat kelemahan ulama-ulamanya, kebodohan para pengikut-pengikutnya, kebejatan para penguasa, dan kebangkitan orang-orang kaya.

Adalah sebuah langkah bijaksana, jika mau bercermin pada sejarah pergerakan Islam pada tahun-tahun belakangan. Gerakan-gerakan Islam yang cukup berhasil menggulirkan panji-panji keislaman. Dan salah satunya adalah gerakan Islam Ikhwanul Muslim.

Aunul Shah M. Abied dalam bukunya berjudul "Islam Garda Depan; Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah" mengatakan gerakan inilah yang pada gilirannya banyak mewarnai gerakan-gerakan Islam lainnya di dunia Islam. Dengan semangat juang keislaman yang tinggi, di bawah komando pendirinya, Hasan al-Banna, dasar-dasar gerakan dapat dikonsep dengan rapi dan dapat menghasilkan para pejuang militan.



Berikut ini adalah bagaimana Hasan Al-Banna membangun sistem politik yang merupakan instrumen terpenting bagi terwujudnya suatu perubahan dan pembinaan umat.

"Politik adalah ilmu tata negara, taktik," ujar Aunul Shah M. Abied. Politik dalam bahasa Arabnya disebut siyasyah atau dalam bahasa Inggrisnya politics. Politik itu sendiri berarti cerdik dan bijaksana.

Memang pembicaraan sehari-hari kita seakan-akan mengartikan politik sebagai suatu cara yang dipakai untuk mewujudkan tujuan.

Inggris mulai menduduki Mesir pada tahun 1882. Sebagai akibat dari pendudukan ini adalah terjadinya gejolak dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain politik, sosial, ekonomi dan budaya.

Adapun persoalan utama dan pertama yang dihadapi oleh masyarakat Mesir adalah pemerolehan kemerdekaan dan perumusan dasar negara. Dalam pada itu muncul tiga teori yang ditawarkan dalam perumusan dasar negara. Ketiga teori tersebut adalah patriotisme, nasionalisme, dan Pan-Islamisme.



Ketiga teori tersebut memberikan inspirasi terhadap Hasan al-Banna untuk menformulasikan sistem politik Mesir. Ide patriotisme dan nasionalisme menurut al-Banna secara substansial tidak bertentangan dengan Islam.

Menurut al-Banna, karakteristik patriotisme yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam adalah: bertujuan untuk memperoleh kemerdekaan, menimbulkan rasa kewajiban untuk membela diri (bangsa) dari kononialisme dan membuka wilayah Islam.

Dengan demikian patriotisme yang dikedepankan al-Banna tidak dibatasi oleh batasan geografis, melainkan persamaan agama. Adapun nasionalisme, menurut al-Banna, harus didasarkan pada jiwa kebangsaan dan ikatan aqidah Islam, pelestarian tradisi lama yang baik yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan pemberian kehormatan serta penghargaan terhadap seseorang karena jasanya.

Dengan demikian, nasionalismenya tidak keluar dari dan masih dalam kerangka dasar Islam, serta tidak membawa kepada munculnya konflik antara golongan atau partai dan tidak melestarikan tradisi-tradisi jahiliyah.



Hasan Al-Banna sebagai seorang pembaru yang orientasinya salafi, berupaya untuk menghidupkan kembali model pemerintahan salafi, yaitu model khilafat seperti al-Khulafa’ al-Rasyidun. Karena pada masa inilah, sistem politik Islam benar-benar diterapkan secara utuh.

Hal ini sesuai dengan obsesinya, yakni perlunya diterapkan secara utuh dalam segala aspek kehidupan.

Dalam kaitannya dengan pihak penjajah, yaitu Inggris, Hasan al-Banna tidak memberikan tawaran lain, kecuali Inggris meninggalkan wilayah Mesir. Inggris di mata al-Banna merupakan penjajah yang hanya berupaya untuk mengeksploitasi kekayaan dan tenaga rakyat Mesir, karena itu tidak ada pilihan lain bagi rakyat Mesir kecuali mengadakan perlawanan terhadapnya.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3252 seconds (0.1#10.140)