Adanya Takdir Tidak Menghalangi Manusia untuk Berusaha
loading...
A
A
A
"Apakah Anda lari/menghindar dari takdir Tuhan?"
Umar RA menjawab, "Saya lari/menghindar dan takdir Tuhan kepada takdir-Nya yang lain."
Demikian juga ketika Imam Ali RA sedang duduk bersandar di satu tembok yang ternyata rapuh, beliau pindah ke tempat lain. Beberapa orang di sekelilingnya bertanya seperti pertanyaan di atas. Jawaban Ali ibn Thalib, sama intinya dengan jawaban Khalifah Umar RA. Rubuhnya tembok, berjangkitnya penyakit adalah berdasarkan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya, dan bila seseorang tidak menghindar ia akan menerima akibatnya.
Akibat yang menimpanya itu juga adalah takdir, tetapi bila ia menghindar dan luput dari marabahaya maka itu pun takdir. Bukankah Tuhan telah menganugerahkan manusia kemampuan memilah dan memilih?
Kemampuan ini pun antara lain merupakan ketetapan atau takdir yang dianugerahkan-Nya. Jika demikian, manusia tidak dapat luput dari takdir, yang baik maupun buruk. Tidak bijaksana jika hanya yang merugikan saja yang disebut takdir, karena yang positif pun takdir. Yang demikian merupakan sikap 'tidak menyucikan Allah, serta bertentangan dengan petunjuk Nabi SAW,' "... dan kamu harus percaya kepada takdir-Nya yang baik maupun yang buruk."
Dengan demikian, menjadi jelaslah kiranya bahwa adanya takdir tidak menghalangi manusia untuk berusaha menentukan masa depannya sendiri, sambil memohon bantuan Ilahi. (
Umar RA menjawab, "Saya lari/menghindar dan takdir Tuhan kepada takdir-Nya yang lain."
Demikian juga ketika Imam Ali RA sedang duduk bersandar di satu tembok yang ternyata rapuh, beliau pindah ke tempat lain. Beberapa orang di sekelilingnya bertanya seperti pertanyaan di atas. Jawaban Ali ibn Thalib, sama intinya dengan jawaban Khalifah Umar RA. Rubuhnya tembok, berjangkitnya penyakit adalah berdasarkan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya, dan bila seseorang tidak menghindar ia akan menerima akibatnya.
Akibat yang menimpanya itu juga adalah takdir, tetapi bila ia menghindar dan luput dari marabahaya maka itu pun takdir. Bukankah Tuhan telah menganugerahkan manusia kemampuan memilah dan memilih?
Kemampuan ini pun antara lain merupakan ketetapan atau takdir yang dianugerahkan-Nya. Jika demikian, manusia tidak dapat luput dari takdir, yang baik maupun buruk. Tidak bijaksana jika hanya yang merugikan saja yang disebut takdir, karena yang positif pun takdir. Yang demikian merupakan sikap 'tidak menyucikan Allah, serta bertentangan dengan petunjuk Nabi SAW,' "... dan kamu harus percaya kepada takdir-Nya yang baik maupun yang buruk."
Dengan demikian, menjadi jelaslah kiranya bahwa adanya takdir tidak menghalangi manusia untuk berusaha menentukan masa depannya sendiri, sambil memohon bantuan Ilahi. (
(mhy)