Kisah Pemanah Ulung Nubia yang Kalahkan Pasukan Muslim di Era Umar bin Khattab
loading...
A
A
A
Setelah menaklukkan Mesir dari kekuasaan Romawi , Amr bin al-Ash bermaksud mengamankan perbatasan Mesir di bagian selatan. Ia pun mengirim Uqbah bin Nafi' al-Fihri ke Nubia. Peristiwa ini terjadi di era Khalifah Umar bin Khattab .
"Ternyata pihak Nubia menggempur pasukan Muslimin begitu gencar sehingga terpaksa Uqbah mundur tanpa mengadakan perjanjian atau perletakan senjata," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 2000).
Menurut Haekal, orang-orang Nubia, bila sudah membidik dengan panah tak pernah meleset. Yang dijadikan sasaran ialah mata sampai tercungkil, sehingga orang-orang Arab menyebut mereka 'pemanah-pemanah ulung.'
Sesudah Uqbah mundur, satuan-satuan Amr terus-menerus mengadakan kontak senjata di perbatasan.
Pada masa kekhalifahan Usman bin Affan, Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh mengadakan perjanjian perletakan senjata. Kedua pihak tak boleh saling berperang. Diadakan tukar-menukar budak yang diberikan pihak Nubia kepada Muslimin, serta makanan yang sesuai dengan harga budak-budak yang akan diberikan oleh pihak Muslimin kepada pihak Nubia.
Akan tetapi di pihak Nubia tak pernah terpikir akan melintasi perbatasan ke Mesir untuk mengganggu kekuatan Muslimin. Buat mereka cukup dengan memukul mundur pasukan musuh dari kawasan itu, dan mereka akan terus waspada.
Oleh karena itu, dari pihak mereka Amr tidak lagi merasa khawatir. Dari arah selatan itu Mesir sudah dirasa aman, seperti dari bagian barat setelah pasukan muslim menaklukkan pasukan Romawi di Barqah dan Tripoli.
Sebagai catatan, Nubia terletak wilayah Mesir selatan di sepanjang sungai Nil, dan kini berada di Sudan utara. Kebanyakan wilayah Nubia pada zaman modern ini terletak di Sudan dengan sebagian di Mesir. Pada zaman kuno, Nubia merupakan kerajaan independen.
Nama Nubia diturunkan dari nama suku bangsa Noba, yaitu sekelompok nomaden yang tinggi di daerah itu mulai pada abad ke-4, setelah jatuhnya kerajaan Meroë. Orang Noba berbicara dalam bahasa Nilo-Sahara, leluhur dari bahasa Nubia Tua.
Bahasa Nubia Tua kebanyakan digunakan dalam teks agamawi yang bertarikh dari abad ke-8 sampai ke-15 Masehi. Sebelum abad ke-4, dan sepanjang zaman purba klasik, Nubia dikenal dengan nama Kush, atau, dalam penggunaan Yunani Klasik, dimasukkan dalam nama Etiopia (Aithiopia).
"Ternyata pihak Nubia menggempur pasukan Muslimin begitu gencar sehingga terpaksa Uqbah mundur tanpa mengadakan perjanjian atau perletakan senjata," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 2000).
Menurut Haekal, orang-orang Nubia, bila sudah membidik dengan panah tak pernah meleset. Yang dijadikan sasaran ialah mata sampai tercungkil, sehingga orang-orang Arab menyebut mereka 'pemanah-pemanah ulung.'
Sesudah Uqbah mundur, satuan-satuan Amr terus-menerus mengadakan kontak senjata di perbatasan.
Pada masa kekhalifahan Usman bin Affan, Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh mengadakan perjanjian perletakan senjata. Kedua pihak tak boleh saling berperang. Diadakan tukar-menukar budak yang diberikan pihak Nubia kepada Muslimin, serta makanan yang sesuai dengan harga budak-budak yang akan diberikan oleh pihak Muslimin kepada pihak Nubia.
Akan tetapi di pihak Nubia tak pernah terpikir akan melintasi perbatasan ke Mesir untuk mengganggu kekuatan Muslimin. Buat mereka cukup dengan memukul mundur pasukan musuh dari kawasan itu, dan mereka akan terus waspada.
Oleh karena itu, dari pihak mereka Amr tidak lagi merasa khawatir. Dari arah selatan itu Mesir sudah dirasa aman, seperti dari bagian barat setelah pasukan muslim menaklukkan pasukan Romawi di Barqah dan Tripoli.
Sebagai catatan, Nubia terletak wilayah Mesir selatan di sepanjang sungai Nil, dan kini berada di Sudan utara. Kebanyakan wilayah Nubia pada zaman modern ini terletak di Sudan dengan sebagian di Mesir. Pada zaman kuno, Nubia merupakan kerajaan independen.
Nama Nubia diturunkan dari nama suku bangsa Noba, yaitu sekelompok nomaden yang tinggi di daerah itu mulai pada abad ke-4, setelah jatuhnya kerajaan Meroë. Orang Noba berbicara dalam bahasa Nilo-Sahara, leluhur dari bahasa Nubia Tua.
Bahasa Nubia Tua kebanyakan digunakan dalam teks agamawi yang bertarikh dari abad ke-8 sampai ke-15 Masehi. Sebelum abad ke-4, dan sepanjang zaman purba klasik, Nubia dikenal dengan nama Kush, atau, dalam penggunaan Yunani Klasik, dimasukkan dalam nama Etiopia (Aithiopia).
(mhy)