Akhlak Rasulullah SAW adalah Al Qur'an, Begini Penjelasannya

Kamis, 14 Desember 2023 - 09:21 WIB
loading...
Akhlak Rasulullah SAW adalah Al Quran, Begini Penjelasannya
Ada ungkapan populer yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Al-Qur’an yang berjalan. Ungkapan ini menggambarkan betapa mendalamnya integrasi antara ajaran Al-Qur’an dan kehidupan sehari-hari Rasulullah SAW ini. Foto ilustrasi/ist
A A A
Ada ungkapan populer yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam adalah “Al-Qur’an yang berjalan”. Ungkapan ini menggambarkan betapa mendalamnya integrasi antara ajaran Al-Qur’an dan kehidupan sehari-hari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ini.

Sebagai nabi terakhir, Nabi Muhammad SAW juga dibekali dengan ribuan keajaiban yang bahkan melampaui keajaiban para rasul sebelumnya. Namun, yang paling besar dan istimewa dari mukjizat Rasulullah SAW yang sampai sekarang masih ada; dirasakan oleh umat manusia adalah Al-Qur’an.

Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwasanya dia mengatakan ketika menggambarkan akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Al-Qur'an berjalan.

Dikutip dari penjelasan islamqa.info disebutkan dalam hadis yang panjang tentang kisah Sa’ad bin Hisyam bin Amir ketika datang ke Madinah dan mengunjungi Aisyah Radhiyallahu ‘Anha untuk menanyakan beberapa masalah. Sa’ad bin Hisyam bin Amir berkata,

فَقُلتُ : يَا أُمَّ المُؤمِنِينَ ! أَنبئِينِي عَن خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَت : أَلَستَ تَقرَأُ القُرآنَ ؟ قُلتُ : بَلَى .قَالَت : فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ كَانَ القُرآنَ .قَالَ : فَهَمَمْتُ أَن أَقُومَ وَلَا أَسأَلَ أَحَدًا عَن شَيْءٍ حَتَّى أَمُوتَ ...الخ رواه مسلم (746


“Aku berkata, ‘Wahai Ummul Mukminin, beritahulah aku tentang akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam!” Aisyah bertanya, ‘Bukankah engkau membaca Al-Qur’an?” Aku menjawab, “Ya.” Ia berkata, “Sesungguhnya akhlak Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Al-Qur’an.” Kemudian aku hendak berdiri dan tidak bertanya kepada siapapun tentang apapun hingga aku mati...” (HR. Muslim, no. 746).

Dalam riwayat lain disebutkan,

قُلتُ : يَا أُمَّ المُؤمِنِينَ ! حَدِّثِينِي عَن خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ .قَالَت : يَا بُنَيَّ أَمَا تَقرَأُ القُرآنَ ؟ قَالَ اللَّهُ : ( وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ ) خُلُقُ مُحَمَّدٍ القُرآنُ أخرجها أبو يعلى (8/275) بإسناد صحيح


“Aku berkata, ‘Wahai Ummul Mukminin, beritakanlah kepadaku tentang akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Aisyah berkata, “Wahai anakku, tidakkah engkau membaca Al-Qur’an? Allah berfirman, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Akhlak Muhammad adalah Al-Qur’an.” (HR. Abu Ya’la, 8/275 dengan Isnad yang shahih).

An-Nawawi mengatakan dalam Syarah Shahih Muslim, 3/268, “Maknanya adalah mengamalkan Al-Qur’an dan berdiri pada batasan-batasan Al-Qur’an, beradab dengan adab-adab Al-Qur’an, mengambil pelajaran dari perumpamaan-perumpamaan dan kisah-kisah Al-Qur’an, mentadabburinya dan membacanya dengan baik.”

Ibnu Rajab berkata dalam Jami’ul Ulum wal Hikam, 1/148, “Maknanya adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beradab dengan adab-adab Al-Qur’an dan berakhlak dengan akhlak-akhlaknya. Apa saja yaang dipuji oleh Al-Qur’an, maka beliau pun ridha dengan hal itu. Dan apa saja yang dicela oleh Al-Qur’an, maka beliau pun murkai dengan hal itu. Dalam sebuah riwayat dari Aisyah disebutkan, “Akhlak beliau adalah Al-Qur’an. Beliau ridha, karena Al-Qur’an ridha. Dan beliau murka, karena Al-Qur’an murka.”

Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadir, 5/170, “Artinya, apa saja yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an seperti perintah, larangan, janji, ancaman Al-Qur’an dan lain sebagainya.”

Al-Qadhi berkata, “Artinya, akhlak Rasulullah adalah semua yang terkandung dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya apa yang dianggap baik, dipuji dan diserukan oleh Al-Qur’an, maka beliau mengamalkannya. Sedangkan apa yang dicela dan dilarang oleh Al-Qur’an, maka beliau menjauhinya dan meninggalkannya. Al-Qur’an adalah penjelasan untuk akhlak beliau.”

Alasan kedua. Di antara hak Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada kita -terutama pada hari-hari yang di mana kepribadian beliau yang mulia diserang dengan kampanye kedustaan dan pencemaran- adalah menyebutkan karakter beliau yang mulia, sifat-sifat beliau yang terpuji, agar dunia mengetahui bahwasanya di dalam karakteristik beliau yang mulia terdapat pribadi yang suci, jiwa yang agung dan hati yang mulia.

Abu Hamid Al-Ghazali Rahimahullah mengatakan dalam Ihya’ Ulumid Din, 2/430-442, “Penjelasan tentang sejumlah kebaikan akhlak Nabi yang dihimpun oleh para ulama dan diambil dari beberapa berita.”

Al-Ghazali melanjutkan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling lembut hatinya, paling adil dan paling menjaga kesucian. Tangan Nabi tidak pernah menyentuh tangan perempuan yang bukan budaknya, yang tidak terikat hubungan pernikahan dengannya, dan yang bukan mahramnya.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan. Tidak pernah uang satu Dinar atau satu Dirham tertahan hingga satu malam di tangannya. Jika beliau memiliki harta lebih, lalu tidak menjumpai orang yang bisa disedekahi, kemudian malam menjelang, maka beliau tidak akan membawanya masuk dalam rumahnya sebelum membebaskan diri dari harta itu dengan mengatur rencana bagaimana harta itu sampai ke tangan orang yang membutuhkannya.

Dari semua bagian rezeki yang Allah anugerahkan kepadanya, beliau hanya mengambil makanan pokok yang cukup untuk beliau konsumsi selama setahun. Itu pun makanan yang paling mudah didapat, seperti kurma dan gandum. Sisanya beliau habiskan di jalan Allah. Nabi tidak diminta melainkan pasti memberi. Beliau bertahan dengan makanan pokok tahunannya dan tetap memberikan sebagian dari makanannya tersebut. Hingga terkadang sudah habis sebelum satu tahun. Jika tidak mendapat rezeki apa pun, beliau bersabar.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjahit sandalnya sendiri, menambal bajunya, membantu pekerjaan rumah dan memotong daging bersama istri-istrinya. Nabi adalah manusia yang paling besar rasa malunya sehingga tidak lama menatap wajah seseorang.

Beliau senantiasa memenuhi semua undangan yang datang baik dari hamba sahaya maupun orang merdeka. Beliau juga menerima hadiah meskipun hanya seteguk susu atau sekadar paha kelinci. Beliau merasa cukup dengannya dan pasti memakannya. Beliau tidak pernah memakan sedekah.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4579 seconds (0.1#10.140)