Ini Perintah Pertama Abu Bakar Ash-Shiddiq Begitu Menjadi Khalifah
loading...
A
A
A
Perintah pertama yang dikeluarkan Abu Bakar Ash-Shiddiq begitu selesai pelantikan sebagai Khalifah ialah: "Teruskan pengiriman pasukan Usamah ."
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menjelaskan Usamah adalah pemimpin pasukan yang diperintahkan oleh Nabi untuk menghadapi Romawi .
Hal ini terjadi setelah bentrokan antara Romawi dan Muslim di Mu'tah dan Tabuk. Usamah dikirim karena Nabi Muhammad SAW khawatir khawatir pihak Romawi akan menyerbu Muslimin sebagai akibat pertentangan antara agama yang baru ini dengan mereka yang beragama Nasrani.
Lebih-lebih lagi karena mereka telah menghasut orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina setelah dikeluarkan oleh Nabi dari Madinah , Taima', Fadak dan daerah-daerah lain yang dulu mereka tempati.
Haekal menduga barangkali dengan kejadian di Mu'tah dan Tabuk itu perhatiannya hendak melindungi perbatasan Arab-Romawi lebih ditingkatkan.
"Ketika pasukan Muslimin berada di Mu'tah itu, banyak pimpinan militer yang gugur, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah. Kemudian Khalid bin al-Walid menarik mundur pasukannya hingga selamat kembali ke Madinah meskipun tidak membawa kemenangan," katanya.
Dalam perang Tabuk Rasulullah sendiri yang memimpin pasukan Muslimin. Perjalanannya ini sudah merupakan peringatan, sehingga membuat musuh menarik mundur pasukannya ke luar perbatasan, tanpa terjadi pertempuran. Tidak heran jika kedua peperangan yang terjadi antara Muslimin dengan Romawi itu membuat Nabi segera menyiapkan pasukan Usamah bin Zaid bin Harisah, dan persiapan itu merupakan salah satu politik Nabi dalam mengamankan perbatasan Semenanjung Arab itu dari serangan pasukan Romawi, yang ketika itu merupakan adikuasa.
Pesan Rasulullah kepada Usamah
Usamah bin Zaid ketika itu masih muda sekali, belum lagi mencapai usia 20 tahun. Tetapi Rasulullah mengangkatnya memimpin pasukan agar kemenangannya kelak menjadi kebanggaan atas gugurnya ayahnya sebagai syahid di Mu'tah.
Pemuda ini belum terbiasa dengan beban tanggung jawab yang begitu berat. Nabi Muhammad memerintahkan Usamah agar menjejakkan kudanya di perbatasan Balqa' dengan Darum di Palestina, dan menyerang musuh Tuhan dan musuhnya itu pada pagi hari dengan serangan yang gencar serta menghujani mereka dengan api.
Hal ini supaya diteruskan tanpa berhenti sebelum beritanya sampai lebih dulu kepada musuh. Bila berhasil ia harus segera kembali dengan hasil kemenangannya itu.
Kecintaan Nabi kepada Usamah
Sejak hari pertama penunjukan anak muda seperti Usamah memimpin pasukan dengan kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka itu termasuk ke dalamnya, sudah banyak orang yang menggerutu. Memang benar sejak kecil Usamah sudah menjadi kesayangan Nabi, sehingga karenanya ia dijuluki "Kesayangan Nabi dan putra kesayangannya."
Begitu besar kecintaan Nabi kepadanya sehingga ia pernah didudukkan sekendaraan ketika Rasulullah pergi ke Makkah dalam tahun kedelapan Hijri dan diajaknya ia masuk ke dalam Kakbah.
Sejak kecil Usamah sudah punya keberanian dan tidak kenal takut, sehingga ia ikut bergabung dengan pasukan Muslimin ke Uhud, namun dikembalikan ke Madinah karena usianya yang masih terlalu muda.
Setelah itu ia pernah juga ikut dalam pertempuran di Hunain dan berjuang mati-matian seperti seorang pahlawan perang. Tetapi orang-orang yang mengeluh itu melihatnya tidak sama. Peristiwa itu lain dan memegang pimpinan militer dengan mengikutkan Abu Bakar, Umar dan sahabat-sahabat besar lainnya ke dalamnya, lain lagi.
Keluhan mereka itu sampai juga kepada Nabi ketika ia dalam sakitnya yang terakhir sementara pasukan Usamah sudah berada di Jurf, siap akan berangkat. Nabi meminta istri-istrinya menyiramkan air kepadanya tujuh kirbat untuk menurunkan demam panasnya. Kemudian ia pergi ke masjid, dan setelah membaca hamdalah dan mendoakan para korban Uhud, katanya:
"Saudara-saudara, laksanakanlah keberangkatan Usamah. Demi hidupku, kalau kamu telah berbicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu sudah berbicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan."
Setelah sakit Rasulullah bertambah berat, pasukan Usamah tidak bergerak di Jurf. Disebutkan bahwa Usamah berkata: "Setelah sakit Rasulullah SAW makin berat saya dan yang lain turun ke Madinah. Ketika saya masuk hendak menemui Rasulullah, Nabi sudah tak dapat berbicara. Ia mengangkat tangannya ke atas dan kemudian meletakkannya kepada saya. Tahulah saya bahwa ia mendoakan saya."
Ketika Nabi sadar sesaat sebelum wafat pagi hari itu, Usamah meminta izin akan berangkat dengan pasukannya. Nabi mengizinkan. Tetapi tak seberapa lama tersiar berita Rasulullah wafat, Usamah dan pasukannya kembali lagi ke Madinah. Kemudian Usamah bersama-sama dengan keluarga bertugas menyiapkan pemakaman. Dia dan Syuqran pembantu Nabi menuangkan air ke tubuh Rasulullah dan Ali bin Abi Thalib memandikannya, berikut baju yang dipakainya.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) menjelaskan Usamah adalah pemimpin pasukan yang diperintahkan oleh Nabi untuk menghadapi Romawi .
Hal ini terjadi setelah bentrokan antara Romawi dan Muslim di Mu'tah dan Tabuk. Usamah dikirim karena Nabi Muhammad SAW khawatir khawatir pihak Romawi akan menyerbu Muslimin sebagai akibat pertentangan antara agama yang baru ini dengan mereka yang beragama Nasrani.
Lebih-lebih lagi karena mereka telah menghasut orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina setelah dikeluarkan oleh Nabi dari Madinah , Taima', Fadak dan daerah-daerah lain yang dulu mereka tempati.
Haekal menduga barangkali dengan kejadian di Mu'tah dan Tabuk itu perhatiannya hendak melindungi perbatasan Arab-Romawi lebih ditingkatkan.
"Ketika pasukan Muslimin berada di Mu'tah itu, banyak pimpinan militer yang gugur, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah. Kemudian Khalid bin al-Walid menarik mundur pasukannya hingga selamat kembali ke Madinah meskipun tidak membawa kemenangan," katanya.
Dalam perang Tabuk Rasulullah sendiri yang memimpin pasukan Muslimin. Perjalanannya ini sudah merupakan peringatan, sehingga membuat musuh menarik mundur pasukannya ke luar perbatasan, tanpa terjadi pertempuran. Tidak heran jika kedua peperangan yang terjadi antara Muslimin dengan Romawi itu membuat Nabi segera menyiapkan pasukan Usamah bin Zaid bin Harisah, dan persiapan itu merupakan salah satu politik Nabi dalam mengamankan perbatasan Semenanjung Arab itu dari serangan pasukan Romawi, yang ketika itu merupakan adikuasa.
Pesan Rasulullah kepada Usamah
Usamah bin Zaid ketika itu masih muda sekali, belum lagi mencapai usia 20 tahun. Tetapi Rasulullah mengangkatnya memimpin pasukan agar kemenangannya kelak menjadi kebanggaan atas gugurnya ayahnya sebagai syahid di Mu'tah.
Pemuda ini belum terbiasa dengan beban tanggung jawab yang begitu berat. Nabi Muhammad memerintahkan Usamah agar menjejakkan kudanya di perbatasan Balqa' dengan Darum di Palestina, dan menyerang musuh Tuhan dan musuhnya itu pada pagi hari dengan serangan yang gencar serta menghujani mereka dengan api.
Hal ini supaya diteruskan tanpa berhenti sebelum beritanya sampai lebih dulu kepada musuh. Bila berhasil ia harus segera kembali dengan hasil kemenangannya itu.
Kecintaan Nabi kepada Usamah
Sejak hari pertama penunjukan anak muda seperti Usamah memimpin pasukan dengan kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka itu termasuk ke dalamnya, sudah banyak orang yang menggerutu. Memang benar sejak kecil Usamah sudah menjadi kesayangan Nabi, sehingga karenanya ia dijuluki "Kesayangan Nabi dan putra kesayangannya."
Begitu besar kecintaan Nabi kepadanya sehingga ia pernah didudukkan sekendaraan ketika Rasulullah pergi ke Makkah dalam tahun kedelapan Hijri dan diajaknya ia masuk ke dalam Kakbah.
Sejak kecil Usamah sudah punya keberanian dan tidak kenal takut, sehingga ia ikut bergabung dengan pasukan Muslimin ke Uhud, namun dikembalikan ke Madinah karena usianya yang masih terlalu muda.
Setelah itu ia pernah juga ikut dalam pertempuran di Hunain dan berjuang mati-matian seperti seorang pahlawan perang. Tetapi orang-orang yang mengeluh itu melihatnya tidak sama. Peristiwa itu lain dan memegang pimpinan militer dengan mengikutkan Abu Bakar, Umar dan sahabat-sahabat besar lainnya ke dalamnya, lain lagi.
Keluhan mereka itu sampai juga kepada Nabi ketika ia dalam sakitnya yang terakhir sementara pasukan Usamah sudah berada di Jurf, siap akan berangkat. Nabi meminta istri-istrinya menyiramkan air kepadanya tujuh kirbat untuk menurunkan demam panasnya. Kemudian ia pergi ke masjid, dan setelah membaca hamdalah dan mendoakan para korban Uhud, katanya:
"Saudara-saudara, laksanakanlah keberangkatan Usamah. Demi hidupku, kalau kamu telah berbicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu sudah berbicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan."
Setelah sakit Rasulullah bertambah berat, pasukan Usamah tidak bergerak di Jurf. Disebutkan bahwa Usamah berkata: "Setelah sakit Rasulullah SAW makin berat saya dan yang lain turun ke Madinah. Ketika saya masuk hendak menemui Rasulullah, Nabi sudah tak dapat berbicara. Ia mengangkat tangannya ke atas dan kemudian meletakkannya kepada saya. Tahulah saya bahwa ia mendoakan saya."
Ketika Nabi sadar sesaat sebelum wafat pagi hari itu, Usamah meminta izin akan berangkat dengan pasukannya. Nabi mengizinkan. Tetapi tak seberapa lama tersiar berita Rasulullah wafat, Usamah dan pasukannya kembali lagi ke Madinah. Kemudian Usamah bersama-sama dengan keluarga bertugas menyiapkan pemakaman. Dia dan Syuqran pembantu Nabi menuangkan air ke tubuh Rasulullah dan Ali bin Abi Thalib memandikannya, berikut baju yang dipakainya.
(mhy)