Menjalin Hubungan dengan Ahli Kitab Menurut Syaikh Al-Qardhawi
loading...
A
A
A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan Islam tidak melarang mengadakan hubungan baik dan keadilan dengan golongan ghairul Islam dari agama manapun, kendati dengan penyembah berhala (watsaniyyin), seperti musyrikin Makkah. Secara khusus Allah telah menurunkan dua ayat perihal status mereka, maka Islam mempunyai pandangan khusus terhadap ahli kitab , yaitu: Yahudi dan Nasrani , baik mereka itu berada di bawah kekuasaan Islam atau di luar kekuasaan Islam.
"Al-Quran tidak memanggil mereka melainkan dengan menggunakan panggilan hai ahli kitab dan hai orang-orang yang telah diberi kitab," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam buku yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993).
Ini memberi gambaran, katanya, bahwa mereka itu pada mulanya adalah pemeluk agama samawi. Oleh karena itu di antara mereka dengan kaum muslimin terdapat saling berhubungan dan berkerabat, sebagai satu manifestasi dari satu agama yang dibawa oleh seluruh Nabi.
Firman Allah:
"Allah telah menerangkan kepadamu dari (urusan) agama apa yang telah diwajibkan kepada Nuh, dan yang telah kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah kami wajibkan kepada lbrahim, Musa dan Isa, yaitu hendaknya kamu menegakkan agama dan jangan bercerai-berai tentang urusan agama." ( QS as-Syura : 13)
Kaum muslimin dituntut untuk mempercayai semua kitab Allah dan segenap RasulNya. Sedang iman mereka hanya dapat dibuktikan dengan kepercayaan ini. Maka berfirmanlah Allah:
"Katakanlah! Kami beriman kepada Allah, dan apa-apa yang diturunkan kepada kami, dan apa-apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub dan anak-cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, dan apa yang diberikan kepada para Nabi dari Tuhan mereka; kami tidak akan membeda-bedakan di antara seorang pun dari mereka dan kami tetap menyerah kepadaNya." ( QS al-Baqarah : 136)
Ahli kitab kalau mau membaca al-Quran, mereka akan menjumpai beberapa pujian terhadap kitab mereka, rasul mereka dan nabi-nabi mereka.
Oleh karena itu, kalau umat Islam mengadakan perdebatan dengan ahli kitab, hendaknya selalu dihindari sikap berlebihan yang kadang-kadang dapat memanaskan hati dan membangkitkan permusuhan.
Firman Allah:
"Dan jangan kamu mengadakan perdebatan dengan ahli kitab melainkan dengan perdebatan yang kiranya lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim dari antara mereka, (Namun begitu) katakanlah: kami beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah Esa, dan kepadaNya kami menyerah." ( QS al-Ankabut : 46)
AL-Qardhawi mengatakan kita semua sudah tahu, betapa Islam membenarkan makan makanan dan sembelihan ahli kitab. Dan begitu juga dibolehkan kita mengadakan hubungan perkawinan denyan perempuan-perempuan mereka, padahal perkawinan itu sendiri intinya demi ketenteraman (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih-sayang (rahmah),
Firman Allah:
"Makanan orang-orang yang diberi kitab (ahli kitab), halal buat kamu dan makananmu halal buat mereka, dan begitu juga perempuan mu'min yang terpelihara dan perempuan-perempuan yang terpelihara dari orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kamu." ( QS al-Maidah : 5)
Ini, dalam hubungannya dengan ahli kitab secara umum. Adapun khusus terhadap orang-orang Nasrani, al-Quran telah meletakkan mereka pada suatu tempat yang berdekatan sekali dengan orang-orang Islam. Yaitu seperti diterangkan Allah:
"Sungguh kamu akan menjumpai orang yang paling dekat cintanya kepada orang-orang mu'min, ialah orang-orang yang mengatakan: kami ini adalah nashara; yang demikian itu disebabkan di antara mereka ada pendeta-pendeta dan pastor-pastor, dan sesungguhnya mereka itu tidak sombong." (al-Maidah: 82)
"Al-Quran tidak memanggil mereka melainkan dengan menggunakan panggilan hai ahli kitab dan hai orang-orang yang telah diberi kitab," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam buku yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993).
Ini memberi gambaran, katanya, bahwa mereka itu pada mulanya adalah pemeluk agama samawi. Oleh karena itu di antara mereka dengan kaum muslimin terdapat saling berhubungan dan berkerabat, sebagai satu manifestasi dari satu agama yang dibawa oleh seluruh Nabi.
Firman Allah:
"Allah telah menerangkan kepadamu dari (urusan) agama apa yang telah diwajibkan kepada Nuh, dan yang telah kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah kami wajibkan kepada lbrahim, Musa dan Isa, yaitu hendaknya kamu menegakkan agama dan jangan bercerai-berai tentang urusan agama." ( QS as-Syura : 13)
Kaum muslimin dituntut untuk mempercayai semua kitab Allah dan segenap RasulNya. Sedang iman mereka hanya dapat dibuktikan dengan kepercayaan ini. Maka berfirmanlah Allah:
"Katakanlah! Kami beriman kepada Allah, dan apa-apa yang diturunkan kepada kami, dan apa-apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub dan anak-cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, dan apa yang diberikan kepada para Nabi dari Tuhan mereka; kami tidak akan membeda-bedakan di antara seorang pun dari mereka dan kami tetap menyerah kepadaNya." ( QS al-Baqarah : 136)
Ahli kitab kalau mau membaca al-Quran, mereka akan menjumpai beberapa pujian terhadap kitab mereka, rasul mereka dan nabi-nabi mereka.
Oleh karena itu, kalau umat Islam mengadakan perdebatan dengan ahli kitab, hendaknya selalu dihindari sikap berlebihan yang kadang-kadang dapat memanaskan hati dan membangkitkan permusuhan.
Firman Allah:
"Dan jangan kamu mengadakan perdebatan dengan ahli kitab melainkan dengan perdebatan yang kiranya lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim dari antara mereka, (Namun begitu) katakanlah: kami beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah Esa, dan kepadaNya kami menyerah." ( QS al-Ankabut : 46)
AL-Qardhawi mengatakan kita semua sudah tahu, betapa Islam membenarkan makan makanan dan sembelihan ahli kitab. Dan begitu juga dibolehkan kita mengadakan hubungan perkawinan denyan perempuan-perempuan mereka, padahal perkawinan itu sendiri intinya demi ketenteraman (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih-sayang (rahmah),
Firman Allah:
"Makanan orang-orang yang diberi kitab (ahli kitab), halal buat kamu dan makananmu halal buat mereka, dan begitu juga perempuan mu'min yang terpelihara dan perempuan-perempuan yang terpelihara dari orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kamu." ( QS al-Maidah : 5)
Ini, dalam hubungannya dengan ahli kitab secara umum. Adapun khusus terhadap orang-orang Nasrani, al-Quran telah meletakkan mereka pada suatu tempat yang berdekatan sekali dengan orang-orang Islam. Yaitu seperti diterangkan Allah:
"Sungguh kamu akan menjumpai orang yang paling dekat cintanya kepada orang-orang mu'min, ialah orang-orang yang mengatakan: kami ini adalah nashara; yang demikian itu disebabkan di antara mereka ada pendeta-pendeta dan pastor-pastor, dan sesungguhnya mereka itu tidak sombong." (al-Maidah: 82)
(mhy)