Quraish Shihab Jelaskan Istilah Lain Ahl Al-Kitab Menurut Al-Qur'an
loading...
A
A
A
Selain istilah Ahl Al-Kitab , Al-Qur'an juga menggunakan istilah Utu Al-Kitab, Utu nashiban minal kitab, Al-Yahud, Al-Ladzina Hadu, Bani Israil, An Nashara, dan istilah lainnya.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Uma t" menjelaskan kata Ahl Al-Kitab terulang di dalam Al-Qur'an sebanyak tiga puluh satu kali, Utu Al-Kitab delapan belas kali, Utu nashiban minal kitab tiga kali, Al-Yahud delapan kali, Al-Ladzina Hadu sepuluh kali, An-Nashara empat belas kali, dan Bani/Banu Isra'il empat puluh satu kali.
Menurut Quraish, kesan umum diperoleh bahwa bila Al-Qur'an menggunakan kata Al-Yahud maka isinya adalah kecaman atau gambaran negatif tentang mereka.
Perhatikan misalnya firman-Nya tentang kebencian orang Yahudi terhadap kaum Muslim ( QS Al-Maidah [5] : 82), atau ketidakrelaan orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap kaum Muslim sebelum umat Islam mengikuti mereka ( QS Al-Baqarah [2] : 120), atau pengakuan mereka bahwa orang Yahudi dan Nasrani adalah putra-putra dan kinasih Allah (QS Al-Ma-idah [5]: 18), atau pernyataan orang Yahudi bahwa tangan Allah terbelenggu (kikir) (QS Al-Maidah [5]: 64), dan sebagainya.
Bila Al-Qur'an menggunakan Al-Ladzina Hadu, maka kandungannya ada yang berupa kecaman, misalnya terhadap mereka yang mengubah arti kata-kata atau mengubah dan menguranginya ( QS Al-Nisa, [41 ]: 46), atau bahwa mereka tekun mendengar (berita kaum Muslim) untuk menyebarluaskan kebohongan (QS Al-Maidah [5]: 41), dan ada juga yang bersifat netral, seperti janji bagi mereka yang beriman dengan benar untuk tidak akan mengalami rasa takut atau sedih (QS Al-Baqarah [2]: 62).
Quraish menjelaskan kata Nashara sama penggunaannya dengan Al-Ladzina Hadu, terkadang digunakan dalam konteks positif dan pujian, misalnya surat Al-Maidah [5]: 82 yang menjelaskan tentang mereka yang paling akrab persahabatannya dengan orang-orang Islam; dan di kali lain dalam konteks kecaman, seperti dalam surat Al-Baqarah [2]: 120 yang berbicara tentang ketidakrelaan mereka terhadap orang Islam sampai kaum Muslim mengikuti mereka.
Dalam kesempatan lain kandungannya bersifat netral: bukan kecaman bukan pula pujian, seperti dalam surat Al-Hajj [22 ]; 17 yang membicarakan tentang putusan Tuhan yang adil terhadap mereka dan kelompok-kelompok lain, kelak di hari kemudian.
"Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa bila Al-Qur'an menggunakan Al-Yahud, maka pasti ayat tersebut berupa kecaman atas sikap-sikap buruk mereka, dan jika menggunakan kata Nashara, maka ia belum tentu bersikap kecaman, sama halnya dengan Al-Ladzina Hadu," ujar Quraish Shihab.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Uma t" menjelaskan kata Ahl Al-Kitab terulang di dalam Al-Qur'an sebanyak tiga puluh satu kali, Utu Al-Kitab delapan belas kali, Utu nashiban minal kitab tiga kali, Al-Yahud delapan kali, Al-Ladzina Hadu sepuluh kali, An-Nashara empat belas kali, dan Bani/Banu Isra'il empat puluh satu kali.
Menurut Quraish, kesan umum diperoleh bahwa bila Al-Qur'an menggunakan kata Al-Yahud maka isinya adalah kecaman atau gambaran negatif tentang mereka.
Perhatikan misalnya firman-Nya tentang kebencian orang Yahudi terhadap kaum Muslim ( QS Al-Maidah [5] : 82), atau ketidakrelaan orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap kaum Muslim sebelum umat Islam mengikuti mereka ( QS Al-Baqarah [2] : 120), atau pengakuan mereka bahwa orang Yahudi dan Nasrani adalah putra-putra dan kinasih Allah (QS Al-Ma-idah [5]: 18), atau pernyataan orang Yahudi bahwa tangan Allah terbelenggu (kikir) (QS Al-Maidah [5]: 64), dan sebagainya.
Bila Al-Qur'an menggunakan Al-Ladzina Hadu, maka kandungannya ada yang berupa kecaman, misalnya terhadap mereka yang mengubah arti kata-kata atau mengubah dan menguranginya ( QS Al-Nisa, [41 ]: 46), atau bahwa mereka tekun mendengar (berita kaum Muslim) untuk menyebarluaskan kebohongan (QS Al-Maidah [5]: 41), dan ada juga yang bersifat netral, seperti janji bagi mereka yang beriman dengan benar untuk tidak akan mengalami rasa takut atau sedih (QS Al-Baqarah [2]: 62).
Quraish menjelaskan kata Nashara sama penggunaannya dengan Al-Ladzina Hadu, terkadang digunakan dalam konteks positif dan pujian, misalnya surat Al-Maidah [5]: 82 yang menjelaskan tentang mereka yang paling akrab persahabatannya dengan orang-orang Islam; dan di kali lain dalam konteks kecaman, seperti dalam surat Al-Baqarah [2]: 120 yang berbicara tentang ketidakrelaan mereka terhadap orang Islam sampai kaum Muslim mengikuti mereka.
Dalam kesempatan lain kandungannya bersifat netral: bukan kecaman bukan pula pujian, seperti dalam surat Al-Hajj [22 ]; 17 yang membicarakan tentang putusan Tuhan yang adil terhadap mereka dan kelompok-kelompok lain, kelak di hari kemudian.
"Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa bila Al-Qur'an menggunakan Al-Yahud, maka pasti ayat tersebut berupa kecaman atas sikap-sikap buruk mereka, dan jika menggunakan kata Nashara, maka ia belum tentu bersikap kecaman, sama halnya dengan Al-Ladzina Hadu," ujar Quraish Shihab.
(mhy)