Al-Musanna Pahlawan Asal Bahrain Pelopor Pembebasan Irak
loading...
A
A
A
Al-Mutsanna bin Haritsah asy-Syaibani adalah pemimpin pasukan dalam awal masa penaklukan Kekaisaran Sasaniyah di era Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq . Beliau wafat sebelum kemenangan pasukan Muslim dalam Pertempuran Qadisiyyah.
Ia menjadi tokoh yang dihormati dalam sejarah Irak modern karena keterlibatan militernya tersebut, dan namanya pernah dijadikan nama gerakan politik Pan Arabisme Nadi al-Muthanna di Irak. Selain itu namanya juga diabadikan sebagai nama Kegubernuran Al Muthanna yang terletak di selatan Irak.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987) mengisahkan tatkala Abu Bakar tengah menimbang akan membebaskan Irak dan Syam , ia mendengar Musanna bersama pasukannya sudah bergerak menuju arah utara Bahrain, sampai ke Qatif dan Hajar, dan sudah mencapai muara Tigris dan Furat.
Dalam perjalanannya itu sekaligus ia membersihkan orang-orang Persia serta wakil-wakilnya yang dulu membantu kaum murtad.
Abu Bakar tidak mengenal siapa Musanna. Akhirnya khalifah diberitahu bahwa Musanna berasal dari Bahrain. Ia dari kabilah Banu Bakr bin Wa'il. Sebelumnya ia bergabµng dengan utusan Khalifah Abu Bakar, Ala' bin al-Hadrami, memerangi kaum murtad di Bahrain.
Musanna meneruskan perjalanan menelusuri pantai Teluk Persia ke utara, hingga mencapai tempat kabilah-kabilah Arab yang tinggal di delta kedua sungai itu.
Dalam pembicaraan dengan mereka telah tercapai suatu persetujuan.
Abu Bakar menilai Musanna adalah orang yang dihormati dan dapat dipercaya, seperti dikatakan Qais bin Asim al-Minqari tentang orang ini: "Dia bukan tidak dikenal, asal usulnya diketahui, juga bukan orang yang hina. Dia inilah al-Musanna bin Harisah asy-Syaibani."
Abu Bakar pun mencoba memikirkan kembali tentang pengiriman pasukan Muslimin ke luar daerah Semenanjung supaya mereka tidak mengulangi perbuatan mereka dulu, memberontak kepada pemerintahan Madinah.
Abu Bakar pun mempertimbangkan untuk memerintahkan Musanna menyusup masuk ke jantung Irak dan membukakan pintu bagi kaum Muslimin. Kala itu, pintu-pintu Syam masih sulit dibuka. Sedangkan Irak pada saat itu di bawah Persia.
Heraklius sudah dapat mengalahkan Persia sebelum Rasulullah wafat, dan menghancurkan pasukannya di Nineveh dan di Destgerd terus ke pintu gerbang Mada'in, ibu kota pemerintahannya.
Begitu lemahnya kekuasaan Persia ketika itu sampai-sampai Yaman pun lepas dari genggamannya dan Bazan pun bergabung dengan Rasulullah.
Di samping itu mereka tak berdaya merebut kembali semua daerah itu, sejak kekuasaannya berangsur surut dari Bahrain dan dari semua daerah jajahannya yang terletak di Teluk Persia dan Teluk Aden.
Tak seorang pun dari raja-raja itu yang berpikir hendak merebut kembali kekuasaan itu. Betapa mereka akan berpikir ke arah itu sedangkan di dalam istana sendiri kekacauan sudah begitu parah.
Setiap calon raja berusaha hendak membunuh siapa saja yang menduduki singgasana kerajaan, lalu ia akan tampil menggantikan tempatnya. Sehingga pernah terjadi, selama empat tahun takhta itu harus mengorbankan sembilan pangeran yang saling bunuh memperebutkan kedudukan itu, kadang terang-terangan, kadang dengan pembunuhan gelap.
Tidak heran bahwa memang benar apa yang dikatakan orang kepada Abu Bakar tentang Musanna ini dan peranannya itu. Juga tidak heran jika kemudian Abu Bakar mengarahkan pikirannya ke Irak.
Kedatangan Musanna ke Madinah
Sementara Khalifah sedang merenungkan dan lama sekali memikirkan masalah ini, tiba-tiba Musanna datang ke Madinah. Ia pun diterima oleh Abu Bakar.
Setelah mendapat keterangan dari Musanna sendiri, Abu Bakar makin yakin bahwa untuk memulai langkah ke Irak sudah tambah pasti, dan tak akan menemui perlawanan seperti yang terjadi dulu di Syam.
Irak yang terletak di kedua pantai Sungai Tigris dan Furat dan pulau yang ada di antara keduanya itu, tak kalah indah dan cemerlangnya dari Syam.
Kalaupun penduduk Hijaz tak pernah bicara tentang Irak seperti tentang Syam, karena Syam itu dekat ke Hijaz, dan karena jalan yang menuju ke sana jalan yang biasa dilalui dalam perjalanan musim panas, maka percakapan dan perhatian mereka kini tertuju ke Irak, seperti ke Syam dulu. Kalau begitu sebaiknya Abu Bakar meneruskan saja niatnya, dengan bertawakal kepada Allah.
Musanna memberi tahu khalifah bahwa kabilah-kabilah Arab yang tinggal di Delta Tigris dan Furat yang kaya dengan berbagai macam tanaman, buah-buahan, unggas dan binatang lain itu, cenderung pada pemukiman dan hidup menetap, dan kebanyakan penduduknya cenderung bertani, sedang yang menguasai basil buminya adalah pejabat-pejabat Persia.
Penduduk asli memperoleh hasil tani itu sedikit sekali. Di mana pula ada lahan yang lebih subur dari ini untuk menyebarkan ajakan sesama Arab itu, dan untuk mengamankan Semenanjung dari intrik-intrik dan permusuhan Persia.
Orang-orang Arab yang menetap di tanah Irak pasti menyambut baik ajakan itu. Bagi mereka hubungan dengan para penguasa berarti langkah untuk melawan mereka.
Setelah mendapat keterangan secukupnya dari Musanna, Abu Bakar menganggap ini adalah kesempatan emas yang tak boleh dilewatkan begitu saja.
Ia menjadi tokoh yang dihormati dalam sejarah Irak modern karena keterlibatan militernya tersebut, dan namanya pernah dijadikan nama gerakan politik Pan Arabisme Nadi al-Muthanna di Irak. Selain itu namanya juga diabadikan sebagai nama Kegubernuran Al Muthanna yang terletak di selatan Irak.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987) mengisahkan tatkala Abu Bakar tengah menimbang akan membebaskan Irak dan Syam , ia mendengar Musanna bersama pasukannya sudah bergerak menuju arah utara Bahrain, sampai ke Qatif dan Hajar, dan sudah mencapai muara Tigris dan Furat.
Dalam perjalanannya itu sekaligus ia membersihkan orang-orang Persia serta wakil-wakilnya yang dulu membantu kaum murtad.
Abu Bakar tidak mengenal siapa Musanna. Akhirnya khalifah diberitahu bahwa Musanna berasal dari Bahrain. Ia dari kabilah Banu Bakr bin Wa'il. Sebelumnya ia bergabµng dengan utusan Khalifah Abu Bakar, Ala' bin al-Hadrami, memerangi kaum murtad di Bahrain.
Musanna meneruskan perjalanan menelusuri pantai Teluk Persia ke utara, hingga mencapai tempat kabilah-kabilah Arab yang tinggal di delta kedua sungai itu.
Dalam pembicaraan dengan mereka telah tercapai suatu persetujuan.
Abu Bakar menilai Musanna adalah orang yang dihormati dan dapat dipercaya, seperti dikatakan Qais bin Asim al-Minqari tentang orang ini: "Dia bukan tidak dikenal, asal usulnya diketahui, juga bukan orang yang hina. Dia inilah al-Musanna bin Harisah asy-Syaibani."
Abu Bakar pun mencoba memikirkan kembali tentang pengiriman pasukan Muslimin ke luar daerah Semenanjung supaya mereka tidak mengulangi perbuatan mereka dulu, memberontak kepada pemerintahan Madinah.
Abu Bakar pun mempertimbangkan untuk memerintahkan Musanna menyusup masuk ke jantung Irak dan membukakan pintu bagi kaum Muslimin. Kala itu, pintu-pintu Syam masih sulit dibuka. Sedangkan Irak pada saat itu di bawah Persia.
Heraklius sudah dapat mengalahkan Persia sebelum Rasulullah wafat, dan menghancurkan pasukannya di Nineveh dan di Destgerd terus ke pintu gerbang Mada'in, ibu kota pemerintahannya.
Begitu lemahnya kekuasaan Persia ketika itu sampai-sampai Yaman pun lepas dari genggamannya dan Bazan pun bergabung dengan Rasulullah.
Di samping itu mereka tak berdaya merebut kembali semua daerah itu, sejak kekuasaannya berangsur surut dari Bahrain dan dari semua daerah jajahannya yang terletak di Teluk Persia dan Teluk Aden.
Tak seorang pun dari raja-raja itu yang berpikir hendak merebut kembali kekuasaan itu. Betapa mereka akan berpikir ke arah itu sedangkan di dalam istana sendiri kekacauan sudah begitu parah.
Setiap calon raja berusaha hendak membunuh siapa saja yang menduduki singgasana kerajaan, lalu ia akan tampil menggantikan tempatnya. Sehingga pernah terjadi, selama empat tahun takhta itu harus mengorbankan sembilan pangeran yang saling bunuh memperebutkan kedudukan itu, kadang terang-terangan, kadang dengan pembunuhan gelap.
Tidak heran bahwa memang benar apa yang dikatakan orang kepada Abu Bakar tentang Musanna ini dan peranannya itu. Juga tidak heran jika kemudian Abu Bakar mengarahkan pikirannya ke Irak.
Kedatangan Musanna ke Madinah
Sementara Khalifah sedang merenungkan dan lama sekali memikirkan masalah ini, tiba-tiba Musanna datang ke Madinah. Ia pun diterima oleh Abu Bakar.
Setelah mendapat keterangan dari Musanna sendiri, Abu Bakar makin yakin bahwa untuk memulai langkah ke Irak sudah tambah pasti, dan tak akan menemui perlawanan seperti yang terjadi dulu di Syam.
Irak yang terletak di kedua pantai Sungai Tigris dan Furat dan pulau yang ada di antara keduanya itu, tak kalah indah dan cemerlangnya dari Syam.
Kalaupun penduduk Hijaz tak pernah bicara tentang Irak seperti tentang Syam, karena Syam itu dekat ke Hijaz, dan karena jalan yang menuju ke sana jalan yang biasa dilalui dalam perjalanan musim panas, maka percakapan dan perhatian mereka kini tertuju ke Irak, seperti ke Syam dulu. Kalau begitu sebaiknya Abu Bakar meneruskan saja niatnya, dengan bertawakal kepada Allah.
Musanna memberi tahu khalifah bahwa kabilah-kabilah Arab yang tinggal di Delta Tigris dan Furat yang kaya dengan berbagai macam tanaman, buah-buahan, unggas dan binatang lain itu, cenderung pada pemukiman dan hidup menetap, dan kebanyakan penduduknya cenderung bertani, sedang yang menguasai basil buminya adalah pejabat-pejabat Persia.
Penduduk asli memperoleh hasil tani itu sedikit sekali. Di mana pula ada lahan yang lebih subur dari ini untuk menyebarkan ajakan sesama Arab itu, dan untuk mengamankan Semenanjung dari intrik-intrik dan permusuhan Persia.
Orang-orang Arab yang menetap di tanah Irak pasti menyambut baik ajakan itu. Bagi mereka hubungan dengan para penguasa berarti langkah untuk melawan mereka.
Setelah mendapat keterangan secukupnya dari Musanna, Abu Bakar menganggap ini adalah kesempatan emas yang tak boleh dilewatkan begitu saja.
(mhy)