Persoalan Keadilan Ilahi Bukan Problem Nalar tapi Problem Rasa

Sabtu, 13 Januari 2024 - 18:32 WIB
loading...
A A A
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan adalah umat (satu kesatuan) seperti kamu juga. Tidak Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab (pengetahuan Tuhan). Kemudian kepada Tuhanmulah mereka dihimpunkan ( QS Al-An'am [6] : 38).

Jika demikian, kata Quraish, pribadi demi pribadi secara sadar atau tidak, bekerja sama dan saling menopang demi kebahagiaan bersama, dan untuk itu ada di antara mereka yang menjadi "korban" demi kebahagiaan makhluk secara keseluruhan.

Pengorbanan itu merupakan syarat kesempurnaan jenis makhluk, termasuk manusia.

Korban (yang mengalami "keburukan") harus ada, demi mewujudnya kebaikan dan keindahan. Bagaimana mungkin manusia mengetahui arti berani, jika tidak ada bahaya? Bagaimana mereka mengetahui nikmatnya sehat, bila tidak merasakan sakit? Apa artinya kesabaran jika tidak ada malapetaka? Nah, siapakah yang harus mengalami semua itu? Jika bukan makhluk juga?

Quraish menjelaskan apabila penderitaan itu terjadi karena kesalahan, maka setimpallah akibat dengan ulahnya. Sedangkan apabila tidak bersalah, maka pengorbanan manusia akan beroleh ganjaran di sisi Allah, yakni pengampunan dosa dan ketinggian derajat di akhirat sana (QS Al-Baqarah [2]: 155-157).

Patut dicatat bahwa Allah memberikan potensi kepada manusia untuk mampu memikul kesedihan dan melupakannya, begitu kata pakar psikologi dan begitu juga isyarat Al-Quran.

Tidak satu petaka pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia (Allah) akan memberi petunjuk kepada hatinya, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu ( QS Al-Taghabun [64] : 11).



Manusia harus bekerja sama memikul bencana untuk mencapai dan memahami tujuan keberadaannya.

Anda boleh bertanya, "Mengapa kerja sama itu harus ada? Bukankah Allah Mahamutlak kesempurnaan dan kekuasaanNya, sehingga Dia kuasa menciptakan alam tanpa kekurangan atau pun tanpa kerja sama?"

Benar! Allah Mahamutlak kesempurnaan-Nya, karena: Bagi Allahlah segala sifat yang terpuji ( QS Al-A'raf [7] : 180).

Dia Mahakuasa, tiada sedikit pun kekurangan-Nya. Apakah nalar Anda menuntut agar Dia menciptakan suatu ciptaan yang memiliki kesempurnaan mutlak seperti kesempurnaan-Nya? Jika itu yang diinginkan, akan terdapat dua Tuhan, dan ini mustahil. Bukan saja dari segi redaksional kata "mutlak" (kemutlakan mengandung arti kesendirian), melainkan juga mustahil dari sisi keyakinan "keesaan-Nya", serta bertentangan pula dengan firman-Nya,

Tiada yang serupa dengan-Nya satu pun ( QS 42 : 11).

Yakni, jangankan yang sama dengan-Nya, yang serupa dengan serupa-Nya pun tiada.

Adalah logis bahwa Pencipta harus berbeda dengan yang diciptakan. Yang diciptakan kurang sempurna dibandingkan sang pencipta. Kekurangan dan ketidaksempurnaan itu mencakup apa yang dinamai atau diduga sebagai keburukan. Jangan lupa bahwa yang dinamakan dan dikeluhkan manusia itu tidak mencakup seluruh alam sebagai suatu unit dan serentak, melainkan hanya diderita oleh sebagian unsur-unsurnya.

Bahkan sering kejahatan yang diderita seseorang dapat menjadi nikmat bagi dirinya sendiri di masa datang, atau merupakan nikmat bagi yang lain.



Harus diingat juga bahwa terdapat banyak makhluk Allah dan sebagian besar tidak diketahui manusia, sebab seperti firman-Nya,

Dia menciptakan (makhluk) yang tidak kamu ketahui ( QS Al-Nahl [16] : 8).

Konon pengetahuan manusia baru dapat menjangkau sekitar 3% dari seluruh alam raya ini.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1568 seconds (0.1#10.140)