Kesejahteraan Sosial Dimulai dengan Islam, Berikut Ini Penjelasannya

Selasa, 16 Januari 2024 - 10:42 WIB
loading...
A A A
Siapa di antara kamu yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia meluruskannya dengan tangan. Bila tak mampu maka dengan lidah, dan bila (inipun) ia tak mampu, maka dengan hati dan inilah selemah-lemahnya iman (Diriwayatkan oleh Muslim).

Demikian sabda Nabi SAW yang pada akhirnya melahirkan pesan, bahwa, paling tidak, seorang Muslim harus merasakan manis atau pahitnya sesuatu yang terjadi di dalam masyarakatnya, bukan bersikap tak acuh dan tak peduli. Terdapat puluhan ayat dan ratusan hadis yang menekankan keterikatan iman dengan rasa senasib dan sepenanggungan, di antaranya:

Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Mereka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi pangan kepada orang miskin ( QS Al-Ma'un [107] : 1-3)



Menurut Quraish, redaksi ayat di atas bukanlah "tidak memberi makan", melainkan "tidak menganjurkan memberi pangan". Ini mencerminkan kepedulian. Yang tidak memiliki kemampuan memberi, minimal harus menganjurkan pemberian itu.

"Jika ini pun tidak dilakukannya, sesuai ayat di atas ia termasuk orang yang mendustakan agama dan hari pembalasan," jelasnya.

Setiap orang berkewajiban bekerja. Masyarakat atau mereka yang berkemampuan harus membantu menciptakan lapangan pekerjaan untuk setiap anggotanya yang berpotensi. Karena itulah monopoli dilarang-Nya. Jangankan di dalam bidang ekonomi, pada tempat duduk pun diperintahkan agar memberi peluang dan kelapangan:

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu, "Berlapang-lapanglah di dalam majelis!", maka lapangkanlah. Niscaya Allah memberi kelapangan untuk kamu ( QS Al-Mujadilah [58] : 11).

Setiap insan harus memperoleh perlindungan jiwa, harta, dan kehormatannya. Jangankan membunuh atau merampas harta secara tidak sah, mengancam atau mengejek dengan sindiran halus, atau menggelari dengan sebutan yang tidak senonoh, berprasangka buruk tanpa dasar, mencari-cari kesalahan, dan sebagainya. Kesemuanya ini terlarang dengan tegas, karena semua itu dapat menimbulkan rasa takut, tidak aman, maupun kecemasan yang mengantarkan kepada tidak terciptanya kesejahteraan lahir dan batin yang didambakan ( QS Al-Hujurat [49] : 11-12).



Bantuan keuangan baru boleh diberikan apabila seseorang ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Ketika seseorang datang kepada Nabi SAW mengadukan kemiskinannya, Nabi SAW tidak memberinya uang tetapi kapak agar digunakan untuk mengambil dan mengumpulkan kayu.

Di sisi lain, perlu diingat bahwa Al-Quran menegaskan perkataan yang baik pada saat menolak, serta memaafkan tingkah laku yang kurang sopan dari si peminta, akan jauh lebih baik daripada memberi namun dibarengi sikap dan tingkah laku yang menyakitkan.

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan ( QS Al-Baqarah [2] : 263).

Demi mewujudkan kesejahteraan sosial, Al-Quran melarang beberapa praktik yang dapat mengganggu keserasian hubungan antar anggota masyarakat, seperti larangan riba ( QS Al-Baqarah [2] : 275), dan larangan melakukan transaksi bukan atas dasar kerelaan ( QS Al-Nisa' [4] : 29).

Di samping itu, ditetapkan bahwa pada harta milik pribadi terdapat hak orang-orang yang membutuhkan dan harus disalurkan, baik berupa zakat maupun sedekah ( QS Al-Dzariyat [51] : 19).

(mhy)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3456 seconds (0.1#10.140)