3 Contoh Teks Materi Ceramah Salat Tarawih
loading...
A
A
A
Berikut ini 3 contoh teks materi ceramah salat tarawih : 1. Kewajiban puasa Ramadan . 2. Puasa diwajibkan kepada orang-orang terdahulu. 3. Hakikat Ibadah Puasa.
1. Kewajiban Berpuasa Ramadan
Ramadan telah tiba. Bulan yang penuh kemuliaan, penuh nikmat dan karunia serta kasih sayang yang luar biasa bagi seluruh makhluk di alam semesta. Allah memberikan kesempatan usia dan kesehatan untuk beribadah di bulan Ramadan ini jangan sampai lalai dengan mengetahui hukum puasa ramadan.
Ketika memasuki bulan Ramadan akan banyak yang lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena rahasia hikmah bulan Ramadan bukan hanya untuk orang-orang saleh tetapi juga untuk seluruh manusia. Banyak yang sebelumnya berkelakuan buruk, kemudian bertobat di bulan Ramadan.
Selain berbagai kemuliaan Ramadan, kita juga harus memahami tentang apa yang dimaksud dengan puasa terutama puasa di Bulan Ramadan agar dalam menjalankan ibadah lebih khusyuk.
Imam an-Nawawi (wafat 676 H) dalam Kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab menjelaskan definisi puasa secara bahasa disebut dengan "Ash-Shoum" yang maknanya adalah menahan. Sedangkan secara istilah syar'i, puasa adalah menahan diri secara khusus dari hal yang khusus yang dikerjakan di waktu yang khusus oleh orang tertentu.
Kata shaum disebutkan satu kali pada QS Maryam ayat 26, dan shiyam disebutkan 9 kali di Al-Qur’an . Jika disebutkan shaum maknanya luas mencakup makna puasa, sehingga apapun yang berkaitan dengan menahan itu menggunakan kata shaum.
Makna shiyam adalah puasa yang memiliki syarat dan ketentuan khusus, puasa Ramadan menggunakan kata shiyam pada QS Al-Baqarah 183 – 185 artinya puasa Ramadan memiliki aturan yang harus dipenuhi untuk menjalankannya.
Berpuasa di bulan Ramadan hukumnya fardhu ain bagi setiap mukallaf yang mampu untuk melakukannya. Kewaiiban ini telah disyariatkan sejak tanggal 10 Sya’ban sebelum genap dua tahun sejak Nabi SAW berhijrah dari kota Makkah.
Dalil tentang kewajiban berpuasa Ramadan antara lain disebutkan dalam al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183:
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa ( QS Al-Baqarah : 183)
Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga bersabda: “Agama lslam itu ditegakkan atas lima dasar. Pertama: bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kedua: mendirikan shalat. Ketiga: membayar zakat. Keempat: melaksanakan haji. Kelima: berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kewajiban berpuasa juga menjadi ijma’ dari para ulama dan seluruh kaum muslimin, tidak ada satu pun yang mengingkarinya, karena puasa termasuk salah satu hal yang sangat perlu diketahui oleh setiap individu orang Islam dan kewajiban yang paling mendasar dalam syariat Islam, sama seperti kewajiban salat, zakat, dan haji. Barangsiapa yang mengingkarinya maka dia bukanlah termasuk orang Muslim.
2. Kewajiban Puasa bagi Umat Terdahulu
Pada ayat 183 dalam Surat Al-Baqarah menyebutkan bahwa kewajiban berpuasa Ramadan itu adalah kewajiban bagi umat Islam sebagaimana umat terdahulu. Lalu siapakah umat terdahulu yang juga diwajibkan berpuasa?
Ambil contoh adalah Puasa Nabi Daud. Ini adalah puasa selang-seling. Hari ini puasa, besok tidak. Begitu seterusnya secara zig-zag. Puasa ini telah disyariatkan bagi Nabi Daud as. Bahkan puasa versi nabi Daud ini dikenal sebagai jenis puasa sunah yang disukai oleh Allah SWT sebagaimana tertuang dalam hadis:
Dari Abdullah bin Amru ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Salat (sunnah) yang paling dicintai oleh Allah adalah salat (seperti) Nabi Daud as. Dan puasa (sunnah) yang paling dicintai Allah adalah puasa (seperti) Nabi Daud as. Beliau tidur separuh malam, lalu salat 1/3-nya dan tidur 1/6-nya lagi. Beliau puasa sehari dan berbuka sehari. (HR. Bukhari).
Selanjutnya Puasa Nabi Adam AS. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dikisahkan bahwa Nabi Adam AS berpuasa selama tiga hari tiap bulan sepanjang tahun. Riwayat lain mengatakan bahwa Nabi Adam berpuasa tiap tanggal 10 Muharram sebagai ungkapan syukur lantaran Allah mengizinkannya bertemu dengan istrinya, Siti Hawa, di Arafah.
Sebuah pendapat menyebutkan, Nabi Adam berpuasa sehari semalam pada saat ia diturunkan dari surga oleh Allah SWT.
Selanjutnya ada juga puasa Maryam. Puasa versi bunda Nabi Isa as in adalah puasa yang paling berbeda dari yang lainnya. Jenis puasa yang disyariatkan kepada Siti Maryam sekalipun hanya sekali dalam hidupnya dianggap paling unik, yaitu puasa untuk tidak berbicara kepada manusia.
Hal ini sebagaimana termaktub dalam Quran:
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini."(QS. Maryam: 26).
3. Hakikat Puasa
Ibadah puasa berbeda dari jenis ibadah lainnya. Pada ibadah puasa, umat Islam diperintahkan untuk menahan dan meninggalkan sesuatu (takhalli), bukan diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Karena sifatnya yang takhalli, ibadah puasa tidak terlihat secara kasatmata. Sifat takhalli ini menempatkan ibadah puasa menjadi istimewa.
Imam Al-Ghazali dalam karyanya yang terkenal Ihya Ulumiddin menjelaskan hakikat puasa. Dirinya menyebut secara singkat dan tepat perihal hakikat puasa sebagaimana berikut:
“Puasa itu menahan diri dan meninggalkan (larangan puasa). Puasa pada hakikatnya sebuah rahasia. Tidak ada amal yang tampak padanya. Kalau semua ibadah disaksikan dan dilihat oleh makhluk, ibadah puasa hanya dilihat oleh Allah. Puasa adalah amal batin, murni kesabaran.”
Dari penjelasan ini, kita dapat mengerti bahwa keutamaan dan inti ibadah puasa adalah kesabaran dengan ganjaran tiada tara. Kita dapat mengerti mengapa hadis qudsi selalu mengatakan, “Ibadah puasa (dipersembahkan) untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.”
Puasa mengambil seperempat bagian dari keseluruhan keimanan karena “Puasa itu setengah dari kesabaran,” (HR At-Tirmidzi). Sedangkan, “Kesabaran mengambil setengah bagian dari keimanan,” (HR Abu Nu’aim dan Al-Khatib).
Adapun manfaat dari puasa adalah menurunkan keinginan-keinginan syahwat yang menjadi lahan subur setan. Dengan lapar dan haus puasa, lahan subur dan medan pacu setan menyempit dan terbatas.
Ibadah puasa bermanfaat untuk menaklukkan setan karena syahwat-syahwat itu merupakan jalan masuk setan, "musuh” Allah.
Sedangkan syahwat pada manusia itu menguat oleh sebab makan dan minum. Dari sini kemudian, ibadah puasa menjadi pintu ibadah dan tameng atau perisai bagi mereka yang berpuasa. Ibadah puasa mempersempit ruang gerak setan di dalam tubuh orang yang berpuasa.
Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Sungguh, setan itu berjalan pada anak Adam melalui aliran darah. Oleh karena itu, hendaklah kalian mempersempit aliran darah itu dengan rasa lapar,’ (HR. Muttafaq alaihi).
Ketika puasa membatasi, mempersempit ruang gerak, dan menutup jalan bagi setan, maka orang yang berpuasa layak diistimewakan oleh Allah dengan ganjaran yang tak terduga baik kuantitas maupun kualitasnya. Wallahu a’lam.
1. Kewajiban Berpuasa Ramadan
Ramadan telah tiba. Bulan yang penuh kemuliaan, penuh nikmat dan karunia serta kasih sayang yang luar biasa bagi seluruh makhluk di alam semesta. Allah memberikan kesempatan usia dan kesehatan untuk beribadah di bulan Ramadan ini jangan sampai lalai dengan mengetahui hukum puasa ramadan.
Ketika memasuki bulan Ramadan akan banyak yang lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena rahasia hikmah bulan Ramadan bukan hanya untuk orang-orang saleh tetapi juga untuk seluruh manusia. Banyak yang sebelumnya berkelakuan buruk, kemudian bertobat di bulan Ramadan.
Selain berbagai kemuliaan Ramadan, kita juga harus memahami tentang apa yang dimaksud dengan puasa terutama puasa di Bulan Ramadan agar dalam menjalankan ibadah lebih khusyuk.
Imam an-Nawawi (wafat 676 H) dalam Kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab menjelaskan definisi puasa secara bahasa disebut dengan "Ash-Shoum" yang maknanya adalah menahan. Sedangkan secara istilah syar'i, puasa adalah menahan diri secara khusus dari hal yang khusus yang dikerjakan di waktu yang khusus oleh orang tertentu.
Kata shaum disebutkan satu kali pada QS Maryam ayat 26, dan shiyam disebutkan 9 kali di Al-Qur’an . Jika disebutkan shaum maknanya luas mencakup makna puasa, sehingga apapun yang berkaitan dengan menahan itu menggunakan kata shaum.
Makna shiyam adalah puasa yang memiliki syarat dan ketentuan khusus, puasa Ramadan menggunakan kata shiyam pada QS Al-Baqarah 183 – 185 artinya puasa Ramadan memiliki aturan yang harus dipenuhi untuk menjalankannya.
Berpuasa di bulan Ramadan hukumnya fardhu ain bagi setiap mukallaf yang mampu untuk melakukannya. Kewaiiban ini telah disyariatkan sejak tanggal 10 Sya’ban sebelum genap dua tahun sejak Nabi SAW berhijrah dari kota Makkah.
Dalil tentang kewajiban berpuasa Ramadan antara lain disebutkan dalam al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa ( QS Al-Baqarah : 183)
Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga bersabda: “Agama lslam itu ditegakkan atas lima dasar. Pertama: bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kedua: mendirikan shalat. Ketiga: membayar zakat. Keempat: melaksanakan haji. Kelima: berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kewajiban berpuasa juga menjadi ijma’ dari para ulama dan seluruh kaum muslimin, tidak ada satu pun yang mengingkarinya, karena puasa termasuk salah satu hal yang sangat perlu diketahui oleh setiap individu orang Islam dan kewajiban yang paling mendasar dalam syariat Islam, sama seperti kewajiban salat, zakat, dan haji. Barangsiapa yang mengingkarinya maka dia bukanlah termasuk orang Muslim.
2. Kewajiban Puasa bagi Umat Terdahulu
Pada ayat 183 dalam Surat Al-Baqarah menyebutkan bahwa kewajiban berpuasa Ramadan itu adalah kewajiban bagi umat Islam sebagaimana umat terdahulu. Lalu siapakah umat terdahulu yang juga diwajibkan berpuasa?
Ambil contoh adalah Puasa Nabi Daud. Ini adalah puasa selang-seling. Hari ini puasa, besok tidak. Begitu seterusnya secara zig-zag. Puasa ini telah disyariatkan bagi Nabi Daud as. Bahkan puasa versi nabi Daud ini dikenal sebagai jenis puasa sunah yang disukai oleh Allah SWT sebagaimana tertuang dalam hadis:
Dari Abdullah bin Amru ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Salat (sunnah) yang paling dicintai oleh Allah adalah salat (seperti) Nabi Daud as. Dan puasa (sunnah) yang paling dicintai Allah adalah puasa (seperti) Nabi Daud as. Beliau tidur separuh malam, lalu salat 1/3-nya dan tidur 1/6-nya lagi. Beliau puasa sehari dan berbuka sehari. (HR. Bukhari).
Selanjutnya Puasa Nabi Adam AS. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dikisahkan bahwa Nabi Adam AS berpuasa selama tiga hari tiap bulan sepanjang tahun. Riwayat lain mengatakan bahwa Nabi Adam berpuasa tiap tanggal 10 Muharram sebagai ungkapan syukur lantaran Allah mengizinkannya bertemu dengan istrinya, Siti Hawa, di Arafah.
Sebuah pendapat menyebutkan, Nabi Adam berpuasa sehari semalam pada saat ia diturunkan dari surga oleh Allah SWT.
Selanjutnya ada juga puasa Maryam. Puasa versi bunda Nabi Isa as in adalah puasa yang paling berbeda dari yang lainnya. Jenis puasa yang disyariatkan kepada Siti Maryam sekalipun hanya sekali dalam hidupnya dianggap paling unik, yaitu puasa untuk tidak berbicara kepada manusia.
Hal ini sebagaimana termaktub dalam Quran:
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini."(QS. Maryam: 26).
3. Hakikat Puasa
Ibadah puasa berbeda dari jenis ibadah lainnya. Pada ibadah puasa, umat Islam diperintahkan untuk menahan dan meninggalkan sesuatu (takhalli), bukan diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Karena sifatnya yang takhalli, ibadah puasa tidak terlihat secara kasatmata. Sifat takhalli ini menempatkan ibadah puasa menjadi istimewa.
Imam Al-Ghazali dalam karyanya yang terkenal Ihya Ulumiddin menjelaskan hakikat puasa. Dirinya menyebut secara singkat dan tepat perihal hakikat puasa sebagaimana berikut:
“Puasa itu menahan diri dan meninggalkan (larangan puasa). Puasa pada hakikatnya sebuah rahasia. Tidak ada amal yang tampak padanya. Kalau semua ibadah disaksikan dan dilihat oleh makhluk, ibadah puasa hanya dilihat oleh Allah. Puasa adalah amal batin, murni kesabaran.”
Baca Juga
Dari penjelasan ini, kita dapat mengerti bahwa keutamaan dan inti ibadah puasa adalah kesabaran dengan ganjaran tiada tara. Kita dapat mengerti mengapa hadis qudsi selalu mengatakan, “Ibadah puasa (dipersembahkan) untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.”
Puasa mengambil seperempat bagian dari keseluruhan keimanan karena “Puasa itu setengah dari kesabaran,” (HR At-Tirmidzi). Sedangkan, “Kesabaran mengambil setengah bagian dari keimanan,” (HR Abu Nu’aim dan Al-Khatib).
Adapun manfaat dari puasa adalah menurunkan keinginan-keinginan syahwat yang menjadi lahan subur setan. Dengan lapar dan haus puasa, lahan subur dan medan pacu setan menyempit dan terbatas.
Ibadah puasa bermanfaat untuk menaklukkan setan karena syahwat-syahwat itu merupakan jalan masuk setan, "musuh” Allah.
Baca Juga
Sedangkan syahwat pada manusia itu menguat oleh sebab makan dan minum. Dari sini kemudian, ibadah puasa menjadi pintu ibadah dan tameng atau perisai bagi mereka yang berpuasa. Ibadah puasa mempersempit ruang gerak setan di dalam tubuh orang yang berpuasa.
قال صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَارِيَهُ بِالجُوْعِ
Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Sungguh, setan itu berjalan pada anak Adam melalui aliran darah. Oleh karena itu, hendaklah kalian mempersempit aliran darah itu dengan rasa lapar,’ (HR. Muttafaq alaihi).
Ketika puasa membatasi, mempersempit ruang gerak, dan menutup jalan bagi setan, maka orang yang berpuasa layak diistimewakan oleh Allah dengan ganjaran yang tak terduga baik kuantitas maupun kualitasnya. Wallahu a’lam.
(mhy)