Hikmah Ramadan Memberikan Berbagai Kemudahan
loading...
A
A
A
Islam akan membawa kemudahan pada umatnya. Kemudahan ini dapat dibuktikan dalam syariat puasa Ramadan yang tengah dijalankan kaum muslim saat ini. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT berikut:
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Sebelumnya Allah Ta'ala berfirman tentang orang sakit dan musafir yang dapat keringanan saat puasa:
"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 185)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Sesungguhnya diberikan keringanan bagi kalian untuk tidak berpuasa ketika sakit dan saat bersafar. Namun puasa ini wajib bagi yang mukim dan sehat. Itu semua adalah kemudahan dan rahmat Allah bagi kalian." (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, 2: 59).
Tentang kemudahan yang didapat di bulan Ramadan ini, Pimpinan Pesantren Darush Sholihin Panggang Gunungkidul, Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal yang juga pengasuh Rumaysho menjelaskannya sebagai berikut :
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 185)
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan. Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan, "Siapa ini?" Orang-orang pun mengatakan, "Ini adalah orang yang sedang berpuasa." Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Bukanlah suatu yang baik jika seseorang berpuasa ketika dia bersafar." (HR. Bukhari, No 1946 dan Muslim, No 1115)
Namun kalau safar tersebut penuh kemudahan misal perjalanan yang hanya sebentar dengan pesawat (misal Jogja- Jakarta, ditempuh hanya 1 jam perjalanan dengan pesawat), maka baiknya tetap berpuasa karena lebih cepat terlepas dari kewajiban. Dari Abu Darda' radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
"Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di beberapa safarnya pada hari yang cukup terik. Sehingga ketika itu orang-orang meletakkan tangannya di kepalanya karena cuaca yang begitu panas. Di antara kami tidak ada yang berpuasa. Hanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saja dan Ibnu Rowahah yang berpuasa ketika itu." (HR Bukhari No 1945 dan Muslim No 1122)
Namun kalau kondisi sudah super berat saat safar yaitu bisa celaka bahkan binasa, malah jadi tercela ketika tetap berpuasa. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar pada tahun Fathul Makkah (8 H) menuju Makkah di bulan Ramadhan. Beliau ketika itu berpuasa. Kemudian ketika sampai di Kuroo' Al Ghomim (suatu lembah antara Mekkah dan Madinah), orang-orang ketika itu masih berpuasa. Kemudian beliau meminta diambilkan segelas air. Lalu beliau mengangkatnya dan orang-orang pun memperhatikan beliau. Lantas beliau pun meminum air tersebut. Setelah beliau melakukan hal tadi, ada yang mengatakan, "Sesungguhnya sebagian orang ada yang tetap berpuasa." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengatakan:
"Mereka itu adalah orang yang durhaka. Mereka itu adalah orang yang durhaka." (HR Muslim No 1114)
Kesimpulannya, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, "Yang lebih afdhal adalah yang paling mudah baginya saat safar. Jika dalam puasa terdapat bahaya, maka puasa dihukumi haram. Allah Ta'ala berfirman:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Sebelumnya Allah Ta'ala berfirman tentang orang sakit dan musafir yang dapat keringanan saat puasa:
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ
"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 185)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Sesungguhnya diberikan keringanan bagi kalian untuk tidak berpuasa ketika sakit dan saat bersafar. Namun puasa ini wajib bagi yang mukim dan sehat. Itu semua adalah kemudahan dan rahmat Allah bagi kalian." (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, 2: 59).
Tentang kemudahan yang didapat di bulan Ramadan ini, Pimpinan Pesantren Darush Sholihin Panggang Gunungkidul, Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal yang juga pengasuh Rumaysho menjelaskannya sebagai berikut :
1. Kemudahan Pertama
Bagi orang sakit boleh ambil keringanan tidak berpuasa jika berat berpuasa. Allah Ta'ala berfirman:وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 185)
2. Kemudahan Kedua
Bagi musafir jika berat dalam safar boleh ambil keringanan tidak berpuasa. Kalau berpuasa itu berat saat safar, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk tidak berpuasa. Jabir radhiyallahu 'anhu mengatakan:كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى سَفَرٍ ، فَرَأَى زِحَامًا ، وَرَجُلاً قَدْ ظُلِّلَ عَلَيْهِ ، فَقَالَ « مَا هَذَا » . فَقَالُوا صَائِمٌ . فَقَالَ « لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِى السَّفَرِ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan. Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan, "Siapa ini?" Orang-orang pun mengatakan, "Ini adalah orang yang sedang berpuasa." Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Bukanlah suatu yang baik jika seseorang berpuasa ketika dia bersafar." (HR. Bukhari, No 1946 dan Muslim, No 1115)
Namun kalau safar tersebut penuh kemudahan misal perjalanan yang hanya sebentar dengan pesawat (misal Jogja- Jakarta, ditempuh hanya 1 jam perjalanan dengan pesawat), maka baiknya tetap berpuasa karena lebih cepat terlepas dari kewajiban. Dari Abu Darda' radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
خَرَجْنَا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فِى بَعْضِ أَسْفَارِهِ فِى يَوْمٍ حَارٍّ حَتَّى يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ ، وَمَا فِينَا صَائِمٌ إِلاَّ مَا كَانَ مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَابْنِ رَوَاحَةَ
"Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di beberapa safarnya pada hari yang cukup terik. Sehingga ketika itu orang-orang meletakkan tangannya di kepalanya karena cuaca yang begitu panas. Di antara kami tidak ada yang berpuasa. Hanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saja dan Ibnu Rowahah yang berpuasa ketika itu." (HR Bukhari No 1945 dan Muslim No 1122)
Namun kalau kondisi sudah super berat saat safar yaitu bisa celaka bahkan binasa, malah jadi tercela ketika tetap berpuasa. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar pada tahun Fathul Makkah (8 H) menuju Makkah di bulan Ramadhan. Beliau ketika itu berpuasa. Kemudian ketika sampai di Kuroo' Al Ghomim (suatu lembah antara Mekkah dan Madinah), orang-orang ketika itu masih berpuasa. Kemudian beliau meminta diambilkan segelas air. Lalu beliau mengangkatnya dan orang-orang pun memperhatikan beliau. Lantas beliau pun meminum air tersebut. Setelah beliau melakukan hal tadi, ada yang mengatakan, "Sesungguhnya sebagian orang ada yang tetap berpuasa." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengatakan:
أُولَئِكَ الْعُصَاةُ أُولَئِكَ الْعُصَاةُ
"Mereka itu adalah orang yang durhaka. Mereka itu adalah orang yang durhaka." (HR Muslim No 1114)
Kesimpulannya, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, "Yang lebih afdhal adalah yang paling mudah baginya saat safar. Jika dalam puasa terdapat bahaya, maka puasa dihukumi haram. Allah Ta'ala berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا