Apa Itu Gharim dalam Zakat?
loading...
A
A
A
Apa itu gharim dalam zakat ? Berdasarkan Al-Quran surah At-Taubah ayat 60, terdapat delapan golongan orang yang berhak menerima zakat. Delapan golongan tersebut di antaranya adalah fakir, miskin , amil zakat, mualaf , riqab, fi sabilillah, ibnusabil, termasuk juga gharim atau orang yang sedang terlilit utang .
Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi dalam Kitab "Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Panduan Fiqih Lengkap" (Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, 2007M) menjelaskan mereka ada beberapa jenis.
Ada yang menanggung utang orang lain dan manakala telah sampai waktu pembayaran ia menggunakan hartanya untuk melunasinya sehingga hartanya habis, ada yang tidak bisa melunasi utangnya, ada yang merugi karena kemaksiatan yang diperbuat kemudian dia bertobat. "Mereka inilah yang berhak menerima zakat," ujarnya.
Dalil dalam masalah ini adalah hadis Qabishah bin Mukhariq al-Hilali, ia berkata, “Aku sedang menanggung utang orang lain, kemudian aku mendatangi Rasulullah SAW untuk meminta bantuan beliau, beliau berkata, “Tunggulah, jika ada zakat yang kami dapatkan kami akan menyerahkannya kepadamu.”
Selanjutnya beliau bersabda:
“Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta tidak dihalalkan kecuali bagi salah satu dari tiga orang, yaitu orang yang menanggung utang orang lain, maka ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian ia berhenti meminta-minta, orang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup atau beliau berkata, sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, dan orang yang ditimpa kesengsaraan hidup sampai tiga orang dari kaumnya yang berpengetahuan (alim) berkata, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup.’ Ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup atau beliau berkata: Sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun selain tiga golongan tersebut, wahai Qabishah, maka haram hukumnya dan mereka yang memakannya adalah memakan makanan yang haram.’”[[Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 568)], Shahiih Muslim (II/722, no. 1044), Sunan Abi Dawud (V/49, no. 1624), Sunan an-Nasa-i (V/96). Dan termasuk dari zawil hija orang yang berakal dan pintar]
Pengertian Gharim
Ghariim (dengan ra panjang) adalah orang yang berutang, terkadang juga digunakan untuk menyebut orang yang memiliki utang. Sementara, gharimin adalah mereka yang memiliki utang dan tidak mampu membayar utangnya karena telah jatuh miskin.
Di sisi lain, menurut ulama besar Islam, Mujahid, gharim adalah orang yang hartanya hanyut terbawa banjir bandang, orang yang hartanya terbakar, atau orang yang tidak memiliki harta kemudian ia berutang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tidak semua orang yang sedang menanggung utang termasuk dalam kategori gharim yang berhak menerima zakat.
Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad membagi gharim ke dalam dua kategori. Pertama, orang yang berutang untuk maslahat dirinya. Kedua, orang yang berutang untuk maslahat publik atau masyarakat luas.
Untuk kategori pertama, kriterianya adalah seseorang yang berutang untuk menafkahi kebutuhan pokok hidupnya, dan ia tidak memiliki harta untuk membayar utang tersebut. Kalaupun orang tersebut memiliki harta, harta itu hanya cukup untuk menopang kebutuhan pokoknya sehari-hari.
Dengan demikian, apabila seseorang terlilit utang namun ia masih memiliki harta yang lebih dari kebutuhan pokok, seperti misalnya tanah, rumah kedua, properti, serta kendaraan di luar kebutuhan pokok, maka ia tidak termasuk ke dalam golongan gharim.
Adapun gharim kategori kedua adalah orang yang berutang untuk kemaslahatan publik atau umat. Misalnya, seseorang berutang untuk membangun lembaga pendidikan dengan tujuan sosial nonprofit, membangun asrama yatim piatu, dan sebagainya.
Menurut ulama, gharim kategori pertama termasuk orang yang berhak menerima zakat dengan syarat tidak memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok untuk membayar utang. Dalam hal ini, Syekh Yusuf al-Qaradawi mendukungnya.
Lebih lanjut, berikut kriteria gharim yang berhak menerima zakat, di antaranya:
- Membutuhkan harta untuk membayar utang yang dilakukan untuk tujuan maslahat.
- Alasan berutang bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah.
- Utang telah jatuh tempo.
Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi dalam Kitab "Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Panduan Fiqih Lengkap" (Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, 2007M) menjelaskan mereka ada beberapa jenis.
Ada yang menanggung utang orang lain dan manakala telah sampai waktu pembayaran ia menggunakan hartanya untuk melunasinya sehingga hartanya habis, ada yang tidak bisa melunasi utangnya, ada yang merugi karena kemaksiatan yang diperbuat kemudian dia bertobat. "Mereka inilah yang berhak menerima zakat," ujarnya.
Dalil dalam masalah ini adalah hadis Qabishah bin Mukhariq al-Hilali, ia berkata, “Aku sedang menanggung utang orang lain, kemudian aku mendatangi Rasulullah SAW untuk meminta bantuan beliau, beliau berkata, “Tunggulah, jika ada zakat yang kami dapatkan kami akan menyerahkannya kepadamu.”
Selanjutnya beliau bersabda:
يَا قَبِيْصَةُ , إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَتَحِلُّ إِلاَّ ِلأَحَدِ ثَلاَثَةٍ: رَجُلٌ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِِكَ, وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اِجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ, حَتَّى يُصِيْبَ قِوَاماً مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ, وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ, فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ, حَتَّى يُصِيْبَ قِوَاماً مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ, فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبيْصَةُ ! سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا.
“Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta tidak dihalalkan kecuali bagi salah satu dari tiga orang, yaitu orang yang menanggung utang orang lain, maka ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian ia berhenti meminta-minta, orang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup atau beliau berkata, sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, dan orang yang ditimpa kesengsaraan hidup sampai tiga orang dari kaumnya yang berpengetahuan (alim) berkata, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup.’ Ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup atau beliau berkata: Sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun selain tiga golongan tersebut, wahai Qabishah, maka haram hukumnya dan mereka yang memakannya adalah memakan makanan yang haram.’”[[Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 568)], Shahiih Muslim (II/722, no. 1044), Sunan Abi Dawud (V/49, no. 1624), Sunan an-Nasa-i (V/96). Dan termasuk dari zawil hija orang yang berakal dan pintar]
Pengertian Gharim
Ghariim (dengan ra panjang) adalah orang yang berutang, terkadang juga digunakan untuk menyebut orang yang memiliki utang. Sementara, gharimin adalah mereka yang memiliki utang dan tidak mampu membayar utangnya karena telah jatuh miskin.
Di sisi lain, menurut ulama besar Islam, Mujahid, gharim adalah orang yang hartanya hanyut terbawa banjir bandang, orang yang hartanya terbakar, atau orang yang tidak memiliki harta kemudian ia berutang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tidak semua orang yang sedang menanggung utang termasuk dalam kategori gharim yang berhak menerima zakat.
Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad membagi gharim ke dalam dua kategori. Pertama, orang yang berutang untuk maslahat dirinya. Kedua, orang yang berutang untuk maslahat publik atau masyarakat luas.
Untuk kategori pertama, kriterianya adalah seseorang yang berutang untuk menafkahi kebutuhan pokok hidupnya, dan ia tidak memiliki harta untuk membayar utang tersebut. Kalaupun orang tersebut memiliki harta, harta itu hanya cukup untuk menopang kebutuhan pokoknya sehari-hari.
Dengan demikian, apabila seseorang terlilit utang namun ia masih memiliki harta yang lebih dari kebutuhan pokok, seperti misalnya tanah, rumah kedua, properti, serta kendaraan di luar kebutuhan pokok, maka ia tidak termasuk ke dalam golongan gharim.
Adapun gharim kategori kedua adalah orang yang berutang untuk kemaslahatan publik atau umat. Misalnya, seseorang berutang untuk membangun lembaga pendidikan dengan tujuan sosial nonprofit, membangun asrama yatim piatu, dan sebagainya.
Baca Juga
Menurut ulama, gharim kategori pertama termasuk orang yang berhak menerima zakat dengan syarat tidak memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok untuk membayar utang. Dalam hal ini, Syekh Yusuf al-Qaradawi mendukungnya.
Lebih lanjut, berikut kriteria gharim yang berhak menerima zakat, di antaranya:
- Membutuhkan harta untuk membayar utang yang dilakukan untuk tujuan maslahat.
- Alasan berutang bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah.
- Utang telah jatuh tempo.
(mhy)