Kisah Perempuan Penghuni Surga Karena Konsisten Menjaga Auratnya
loading...
A
A
A
Sesungguhnya kisah perempuan ini adalah kisah yang agung. Dimasukkan di dalam akhlak yang mulia, sifat-sifat yang bagus, kepribadian-kepribadian yang indah, sifat malu yang indah, kesucian dan kebersihan hati. Ia pun dinyatakan sebagai penghuni surga oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berdasarkan wahyu dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Dia bernama Su’airah al-Asadiyyah atau yang dikenal dengan Ummu Zufar radhiyallahu’anha. Walau para ahli sejarah tak menulis perjalanan kehidupannya secara rinci, karena hampir semua kitab-kitab sejarah hanya mencantumkan sebuah hadis dalam biografinya.
Su’airah al-Asadiyyah berasal dari Habsyah atau yang dikenal sekarang ini dengan Ethiopia . Seorang perempuan yang berkulit hitam, yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan penuh ketulusan . Ia adalah perumpamaan cahaya dan bukti nyata dalam kesabaran, keyakinan dan keridhaan terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah, Rabb Pencipta Alam semesta ini. Dia adalah wanita yang datang dan berbicara langsung dengan pemimpin orang-orang yang ditimpa musibah dan imam bagi orang-orang yang sabar, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. (Baca juga : Jadilah Perempuan Perindu Surga )
Dialog mereka berdua diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab shahih mereka berdua, yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dua kitab yang paling shahih setelah Al-Qur’an dengan kesepakatan para ulama Rahimahumullah dari mulai abad ke-3 Hijriyah sampai sekarang.
Beliau berdua meriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabbah rahimahullah, beliau berkata: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata kepadaku: ‘Maukah aku beritahukan kepada engkau tentang seorang wanita dari penghuni surga?'” Kata Atha’ bin Abi Rabbah rahimahullah: “Iya, tentu.” “Ini, perempuan yang berkulit hitam.”
Ia telah datang menemui Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam lalu berkata: “Sesungguhnya aku berpenyakit ayan (epilepsi), yang bila kambuh maka tanpa disadari auratku terbuka. Do’akanlah supaya aku sembuh.” Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Jika engkau kuat bersabar, engkau akan memperoleh surga. Namun jika engkau ingin, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.”
Mendengar tawaran nan berharga itu, sang perempuan mengurungkan niatnya untuk didoakan. “Aku bisa bersabar.” terangnya.
Namun, ia merasa berdosa ketika auratnya terbuka tanpa disadari saat penyakit ayannya kambuh. Sehingga ia tetap minta didoakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar auratnya tetap tertutup saat penyakit itu kambuh.
“Doakanlah kepada Allah Ta’ala agar auratku tidak terbuka,” pintanya penuh harap.
**
Dalam kisah ini terdapat pelajaran bahwa surga tidak mengenal warna kulit, surga tidak mengenal strata pendidikan, surga tidak mengenal strata keturunan, tingkatan sosial, tetapi surga mengenal iman dan takwa. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الله لا يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم، وَلا إِلى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Allah tidak melihat kepada tubuh atau jasad kalian, juga tidak melihat pada wajah kalian, tetapi Dia melihat pada hati kalian dan amal kalian.” (HR. Muslim)
Kemudian hikmah penting lainnya dari kisah Su'airah ini, menurut Ustadz Ahmad Zainuddin.LC, terbukanya aurat pada perempuan berkulit hitam ini adalah tanpa ada keinginan, tanpa ada pilihan dan dalam keadaan yang dia tidak tercela di atasnya. Tapi tetap saja keterbukaan aurat ini menyempitkan perasaannya dan tidak mengenakkan perasaannya. Padahal ia sedang sakit, kita tahu bahwa orang sakit tidak tercela. Apalagi pada waktu itu ia tidak sadar. Akan tetapi meskipun dalam keadaan tidak tercela, itu menyulitkan dan tidak mengenakkan perasaan shahabiyat Rasulullah ini. Kalau seandainya begini keadaannya, alangkah indah dan mulianya keadaan ini. Dalam keadaan yang dia punya alasan di hadapan Allah untuk terbuka aurat , tetap saja dia ingin terjaga auratnya.
Alangkah agung sifat perempuan mulia ini. Dalam keadaan perempuan yang mempunyai alasan syar’i bahwa tidak mengapa auratnya terbuka karena sedang dalam keadaan tidak sadar, itu saja perasaannya tidak nyaman. Bandingkan dengan perempuan yang terbuka auratnya dan memperlihatkan keindahan tubuhnya, memperlihatkan hal-hal yang menggoda laki-laki, memperlihatkan kecantikannya, tentunya dengan keinginan dan pilihannya tanpa memperhatikan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tanpa merasa berat, tanpa merasa bersalah, tidak ada sifat malu dan tidak ada iman di dalam hal tersebut. (Baca juga : Sebuah Pelajaran Berharga dari Pengalaman Pertama )
Perempuan tersebut mendengar ayat-ayat tentang hijab, mendengar hadis-hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, mendengar apa saja yang berkaitan dengan memperlihatkan kecantikan, keindahan dan kemolekan tubuh, berupa ancaman-ancaman dan siksa-siksa yang diancamkan dalam Al-Qur’an ataupun hadis-hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bagi yang memperlihatkan auratnya. Dia tidak peduli dengan hal tersebut sedikitpun dan tidak merasa berat sedikitpun dengan hal tersebut.
Subhanallah, sangat jauh keadaanya. Perempuan yang di hadapan Rasulullah mempunyai alasan yang dibenarkan oleh syariat untuk terbukanya aurat, karena ketika kesurupan dia tidak sadar, tetapi dia tetap saja minta kepada Rasulullah berdoa kepada Allah agar aurat beliau tidak terbuka. Sedangkan kebalikannya, perempuan yang sehat, perempuan yang tidak ada alasan, perempuan yang cantik, perempuan yang molek, perempuan yang indah, dia justru memperlihatkan semua hal-hal yang menggoda para lelaki tanpa ada rasa malu, tanpa ada rasa berat, tanpa memperdulikan hal-hal tersebut. Sungguh sangat berbeda.
Di zaman media sosial seperti saat ini, dan juga situs-situs yang menjerumuskan, tidak ada puncak dari tujuan setan kecuali menjerumuskan manusia ke dalam pertempuran syahwat. Mereka menjadi korban kelezatan-kelezatan yang diharamkan, maka akhirnya musibah membesar, kemudian bala bertambah parah.
Ibnul Qayyim rahimahullah telah membicarakan di dalam kitabnya yang agung Zadul Ma’ad tentang penyakit jenis ini dan tentang keadaan manusia denganpenyakit tersebut. Dan apa yang didapati kebanyakan manusia disebabkan kesurupan-kesurupan syahwat tersebut. Fitnah-fitnah tersebut menyebabkan kehancuran pada seseorang, badai-badai yang menerpa iman dan keyakinan, menggoncang budi pekerti dan sifat malu. Beliau mengingatkan keadaan manusia dizaman beliau, abad ke-9 Hijriyah.
Kalau Imam Ibnul Qayyim berbicara seperti itu di abad ke-9 Hijriyah, bagaimana beliau melihat keadaan manusia dimasa-masa terakhir yang disertai dengan godaan-godaan yang sangat banyak dan terus bertambah?
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullahu Ta’ala berkata bahwa kebanyakan terperosoknya jiwa-jiwa yang buruk disebabkan karena sedikitnya agama dan rusaknya hati serta lisan mereka dari hakikat berzikir dan memohon perlindungan kepada Allah dan membaca zikir-dzikir yang merupakan benteng yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. (Baca juga : Haruskah Beresolusi di Tahun Baru Hijriyah? )
Akibat dia tidak pernah berzikir, tidak pernah meminta perlindungan kepada Allah, tidak pernah membuat benteng untuk dirinya dari akhlak-akhlak yang buruk, dari bisikan-bisikan setan, dari ajakan-ajakan memperlihatkan aurat, maka akhirnya ruh yang buruk tersebut akan datang kepada seseorang yang dia tidak mempunyai senjata sama sekali untuk melawan musuh.
Wallahu A'lam
Dia bernama Su’airah al-Asadiyyah atau yang dikenal dengan Ummu Zufar radhiyallahu’anha. Walau para ahli sejarah tak menulis perjalanan kehidupannya secara rinci, karena hampir semua kitab-kitab sejarah hanya mencantumkan sebuah hadis dalam biografinya.
Su’airah al-Asadiyyah berasal dari Habsyah atau yang dikenal sekarang ini dengan Ethiopia . Seorang perempuan yang berkulit hitam, yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan penuh ketulusan . Ia adalah perumpamaan cahaya dan bukti nyata dalam kesabaran, keyakinan dan keridhaan terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah, Rabb Pencipta Alam semesta ini. Dia adalah wanita yang datang dan berbicara langsung dengan pemimpin orang-orang yang ditimpa musibah dan imam bagi orang-orang yang sabar, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. (Baca juga : Jadilah Perempuan Perindu Surga )
Dialog mereka berdua diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab shahih mereka berdua, yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dua kitab yang paling shahih setelah Al-Qur’an dengan kesepakatan para ulama Rahimahumullah dari mulai abad ke-3 Hijriyah sampai sekarang.
Beliau berdua meriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabbah rahimahullah, beliau berkata: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata kepadaku: ‘Maukah aku beritahukan kepada engkau tentang seorang wanita dari penghuni surga?'” Kata Atha’ bin Abi Rabbah rahimahullah: “Iya, tentu.” “Ini, perempuan yang berkulit hitam.”
Ia telah datang menemui Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam lalu berkata: “Sesungguhnya aku berpenyakit ayan (epilepsi), yang bila kambuh maka tanpa disadari auratku terbuka. Do’akanlah supaya aku sembuh.” Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Jika engkau kuat bersabar, engkau akan memperoleh surga. Namun jika engkau ingin, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.”
Mendengar tawaran nan berharga itu, sang perempuan mengurungkan niatnya untuk didoakan. “Aku bisa bersabar.” terangnya.
Namun, ia merasa berdosa ketika auratnya terbuka tanpa disadari saat penyakit ayannya kambuh. Sehingga ia tetap minta didoakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar auratnya tetap tertutup saat penyakit itu kambuh.
“Doakanlah kepada Allah Ta’ala agar auratku tidak terbuka,” pintanya penuh harap.
**
Dalam kisah ini terdapat pelajaran bahwa surga tidak mengenal warna kulit, surga tidak mengenal strata pendidikan, surga tidak mengenal strata keturunan, tingkatan sosial, tetapi surga mengenal iman dan takwa. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الله لا يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم، وَلا إِلى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Allah tidak melihat kepada tubuh atau jasad kalian, juga tidak melihat pada wajah kalian, tetapi Dia melihat pada hati kalian dan amal kalian.” (HR. Muslim)
Kemudian hikmah penting lainnya dari kisah Su'airah ini, menurut Ustadz Ahmad Zainuddin.LC, terbukanya aurat pada perempuan berkulit hitam ini adalah tanpa ada keinginan, tanpa ada pilihan dan dalam keadaan yang dia tidak tercela di atasnya. Tapi tetap saja keterbukaan aurat ini menyempitkan perasaannya dan tidak mengenakkan perasaannya. Padahal ia sedang sakit, kita tahu bahwa orang sakit tidak tercela. Apalagi pada waktu itu ia tidak sadar. Akan tetapi meskipun dalam keadaan tidak tercela, itu menyulitkan dan tidak mengenakkan perasaan shahabiyat Rasulullah ini. Kalau seandainya begini keadaannya, alangkah indah dan mulianya keadaan ini. Dalam keadaan yang dia punya alasan di hadapan Allah untuk terbuka aurat , tetap saja dia ingin terjaga auratnya.
Alangkah agung sifat perempuan mulia ini. Dalam keadaan perempuan yang mempunyai alasan syar’i bahwa tidak mengapa auratnya terbuka karena sedang dalam keadaan tidak sadar, itu saja perasaannya tidak nyaman. Bandingkan dengan perempuan yang terbuka auratnya dan memperlihatkan keindahan tubuhnya, memperlihatkan hal-hal yang menggoda laki-laki, memperlihatkan kecantikannya, tentunya dengan keinginan dan pilihannya tanpa memperhatikan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tanpa merasa berat, tanpa merasa bersalah, tidak ada sifat malu dan tidak ada iman di dalam hal tersebut. (Baca juga : Sebuah Pelajaran Berharga dari Pengalaman Pertama )
Perempuan tersebut mendengar ayat-ayat tentang hijab, mendengar hadis-hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, mendengar apa saja yang berkaitan dengan memperlihatkan kecantikan, keindahan dan kemolekan tubuh, berupa ancaman-ancaman dan siksa-siksa yang diancamkan dalam Al-Qur’an ataupun hadis-hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bagi yang memperlihatkan auratnya. Dia tidak peduli dengan hal tersebut sedikitpun dan tidak merasa berat sedikitpun dengan hal tersebut.
Subhanallah, sangat jauh keadaanya. Perempuan yang di hadapan Rasulullah mempunyai alasan yang dibenarkan oleh syariat untuk terbukanya aurat, karena ketika kesurupan dia tidak sadar, tetapi dia tetap saja minta kepada Rasulullah berdoa kepada Allah agar aurat beliau tidak terbuka. Sedangkan kebalikannya, perempuan yang sehat, perempuan yang tidak ada alasan, perempuan yang cantik, perempuan yang molek, perempuan yang indah, dia justru memperlihatkan semua hal-hal yang menggoda para lelaki tanpa ada rasa malu, tanpa ada rasa berat, tanpa memperdulikan hal-hal tersebut. Sungguh sangat berbeda.
Di zaman media sosial seperti saat ini, dan juga situs-situs yang menjerumuskan, tidak ada puncak dari tujuan setan kecuali menjerumuskan manusia ke dalam pertempuran syahwat. Mereka menjadi korban kelezatan-kelezatan yang diharamkan, maka akhirnya musibah membesar, kemudian bala bertambah parah.
Ibnul Qayyim rahimahullah telah membicarakan di dalam kitabnya yang agung Zadul Ma’ad tentang penyakit jenis ini dan tentang keadaan manusia denganpenyakit tersebut. Dan apa yang didapati kebanyakan manusia disebabkan kesurupan-kesurupan syahwat tersebut. Fitnah-fitnah tersebut menyebabkan kehancuran pada seseorang, badai-badai yang menerpa iman dan keyakinan, menggoncang budi pekerti dan sifat malu. Beliau mengingatkan keadaan manusia dizaman beliau, abad ke-9 Hijriyah.
Kalau Imam Ibnul Qayyim berbicara seperti itu di abad ke-9 Hijriyah, bagaimana beliau melihat keadaan manusia dimasa-masa terakhir yang disertai dengan godaan-godaan yang sangat banyak dan terus bertambah?
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullahu Ta’ala berkata bahwa kebanyakan terperosoknya jiwa-jiwa yang buruk disebabkan karena sedikitnya agama dan rusaknya hati serta lisan mereka dari hakikat berzikir dan memohon perlindungan kepada Allah dan membaca zikir-dzikir yang merupakan benteng yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. (Baca juga : Haruskah Beresolusi di Tahun Baru Hijriyah? )
Akibat dia tidak pernah berzikir, tidak pernah meminta perlindungan kepada Allah, tidak pernah membuat benteng untuk dirinya dari akhlak-akhlak yang buruk, dari bisikan-bisikan setan, dari ajakan-ajakan memperlihatkan aurat, maka akhirnya ruh yang buruk tersebut akan datang kepada seseorang yang dia tidak mempunyai senjata sama sekali untuk melawan musuh.
Wallahu A'lam
(wid)