Hukum Hiburan, Syaikh Al-Qardhawi: Islam Mengakui Fitrah dan Insting Manusia
loading...
A
A
A
Islam adalah agama realis, tidak tenggelam dalam dunia khayal dan lamunan. "Tetapi Islam berjalan bersama manusia di atas dunia realita dan alam kenyataan," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993)
Islam tidak memperlakukan manusia sebagai Malaikat yang bersayap dua, tiga dan empat. Tetapi Islam memperlakukan manusia sebagai manusia yang suka makan dan berjalan di pasar-pasar.
Al-Qardhawi mengatakan justru itu Islam tidak mengharuskan manusia supaya dalam seluruh percakapannya itu berupa zikir, diamnya itu berarti berpikir, seluruh pendengarannya hanya kepada al-Quran dan seluruh senggangnya harus di masjid.
Islam mengakui fitrah dan instink manusia sebagai makhluk yang dicipta Allah, di mana Allah membuat mereka sebagai makhluk yang suka bergembira, bersenang-senang, ketawa dan bermain-main, sebagaimana mereka dicipta suka makan dan minum.
Sekadarnya Saja
Al-Qardhawi menjelaskan meningkatnya rohani sebagian para sahabat, telah mencapai puncak di mana mereka beranggapan, bahwa kesungguhan yang membulat dan ketekunan beribadah, haruslah menjadi adat kebiasaannya sehingga mereka harus memalingkan dari kenikmatan hidup dan keindahan dunia, tidak bergembira dan tidak bermain-main.
Bahkan seluruh pandangannya dan pikirannya hanya tertuju kepada akhirat melulu dengan seluruh isinya, serta jauh dari dunia dengan keindahannya.
Marilah kita dengarkan kisah seorang sahabat yang mulia, namanya Handhalah al-Asidi, dia termasuk salah seorang penulis Nabi. Ia menceriterakan tentang dirinya kepada kita sebagai berikut. Satu ketika aku bertemu Abu Bakar, kemudian terjadilah suatu dialog:
Abu Bakar: Apa kabar, ya Handhalah?
Aku: Handhalah berbuat nifaq!
Abu Bakar: Subhanallah, apa katamu?
Aku: Bagaimana tidak! Aku selalu bersama Rasulullah SAW, ia menuturkan kepadaku tentang Neraka dan Surga yang seolah-olah Surga dan Neraka itu saya lihat dengan mata-kepalaku. Tetapi setelah saya keluar dari tempat Rasulullah SAW, kemudian saya bermain-main dengan isteri dan anak-anak saya dan bergelimang dalam pekerjaan, maka saya sering lupa tutur Nabi itu!
Abu Bakar: Demi Allah, saya juga berbuat demikian!
Aku: Kemudian saya bersama Abu Bakar pergi ke tempat Rasulullah SAW. Kepadanya, saya katakan: Handhalah nifaq, ya Rasulullah!
Rasulullah: Apa!?
Aku: Ya Rasulullah! Begini ceritanya: saya selalu bersamamu. Engkau ceritakan kepada saya tentang Neraka dan Surga, sehingga seolah-olah saya dapat melihat dengan mata-kepala. Tetapi apabila saya sudah keluar dari sisimu, saya bertemu dengan isteri dan anak-anak serta sibuk dalam pekerjaan, saya banyak lupa!
Kemudian Rasulullah SAW, bersabda:
"Demi Zat yang diriku dalam kekuasaannya! Sesungguhnya andaikata kamu disiplin terhadap apa yang pernah kamu dengar ketika bersama aku dan juga tekun dalam zikir, niscaya Malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Tetapi hai Handhalah, saa'atan, saa'atan! (berguraulah sekadarnya saja!). Diulanginya ucapan itu sampai tiga kali." (Riwayat Muslim)
Islam tidak memperlakukan manusia sebagai Malaikat yang bersayap dua, tiga dan empat. Tetapi Islam memperlakukan manusia sebagai manusia yang suka makan dan berjalan di pasar-pasar.
Al-Qardhawi mengatakan justru itu Islam tidak mengharuskan manusia supaya dalam seluruh percakapannya itu berupa zikir, diamnya itu berarti berpikir, seluruh pendengarannya hanya kepada al-Quran dan seluruh senggangnya harus di masjid.
Islam mengakui fitrah dan instink manusia sebagai makhluk yang dicipta Allah, di mana Allah membuat mereka sebagai makhluk yang suka bergembira, bersenang-senang, ketawa dan bermain-main, sebagaimana mereka dicipta suka makan dan minum.
Sekadarnya Saja
Al-Qardhawi menjelaskan meningkatnya rohani sebagian para sahabat, telah mencapai puncak di mana mereka beranggapan, bahwa kesungguhan yang membulat dan ketekunan beribadah, haruslah menjadi adat kebiasaannya sehingga mereka harus memalingkan dari kenikmatan hidup dan keindahan dunia, tidak bergembira dan tidak bermain-main.
Bahkan seluruh pandangannya dan pikirannya hanya tertuju kepada akhirat melulu dengan seluruh isinya, serta jauh dari dunia dengan keindahannya.
Marilah kita dengarkan kisah seorang sahabat yang mulia, namanya Handhalah al-Asidi, dia termasuk salah seorang penulis Nabi. Ia menceriterakan tentang dirinya kepada kita sebagai berikut. Satu ketika aku bertemu Abu Bakar, kemudian terjadilah suatu dialog:
Abu Bakar: Apa kabar, ya Handhalah?
Aku: Handhalah berbuat nifaq!
Abu Bakar: Subhanallah, apa katamu?
Aku: Bagaimana tidak! Aku selalu bersama Rasulullah SAW, ia menuturkan kepadaku tentang Neraka dan Surga yang seolah-olah Surga dan Neraka itu saya lihat dengan mata-kepalaku. Tetapi setelah saya keluar dari tempat Rasulullah SAW, kemudian saya bermain-main dengan isteri dan anak-anak saya dan bergelimang dalam pekerjaan, maka saya sering lupa tutur Nabi itu!
Abu Bakar: Demi Allah, saya juga berbuat demikian!
Aku: Kemudian saya bersama Abu Bakar pergi ke tempat Rasulullah SAW. Kepadanya, saya katakan: Handhalah nifaq, ya Rasulullah!
Rasulullah: Apa!?
Aku: Ya Rasulullah! Begini ceritanya: saya selalu bersamamu. Engkau ceritakan kepada saya tentang Neraka dan Surga, sehingga seolah-olah saya dapat melihat dengan mata-kepala. Tetapi apabila saya sudah keluar dari sisimu, saya bertemu dengan isteri dan anak-anak serta sibuk dalam pekerjaan, saya banyak lupa!
Kemudian Rasulullah SAW, bersabda:
"Demi Zat yang diriku dalam kekuasaannya! Sesungguhnya andaikata kamu disiplin terhadap apa yang pernah kamu dengar ketika bersama aku dan juga tekun dalam zikir, niscaya Malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Tetapi hai Handhalah, saa'atan, saa'atan! (berguraulah sekadarnya saja!). Diulanginya ucapan itu sampai tiga kali." (Riwayat Muslim)
(mhy)