Syam dan Mesir Ditaklukkan Umat Islam: Heraklius Meninggal Bizantium Kacau
loading...
A
A
A
Ikut bersama dia sejumlah besar pendeta dan angkatan bersenjata yang dipersiapkan untuk memberikan bala bantuan kepada pasukan Romawi yang sedang mempertahankan Mesir itu.
Barangkali timbul perasaan dalam hati Ratu itu bahwa angkatan bersenjata ini akan merupakan kekuatan baginya di negeri Firaun itu, dan dia dan anaknya akan dapat berlindung jika kemudian terjadi intrik-intrik dari lawan-lawannya di Bizantium dan sekali lagi rakyat memberontak kepadanya.
Dalam bulan September 641 Masehi, armada yang membawa Cyrus dan rombongannya itu tiba di ibu kota Mesir. Jenderal Romawi tua itu disambut sebagai pahlawan yang datang dari pihak Kaisar untuk menyelamatkan kota mereka, menyelamatkan agama dan kerajaan mereka.
Adakah Cyrus sudah mempunyai suatu maksud terencana dan politik pribadi yang dibawanya ke Mesir?
Sejarawan Rupert Butler berpendapat bahwa maksudnya memang kuat sekali hendak mengadakan perdamaian dengan pihak Arab, dan bahwa dia "tak dapat diragukan lagi akan mengajak Kaisar - yang kurang pengalaman dan tak punya pendapat itu - untuk tunduk dan menyerah kepada pihak Arab.
Pendapat ini juga yang dibawanya ke sidang senat yang sudah lemah, dan orang-orang istana yang juga lemah dan sudah tak berdaya... Yang jelas di balik semua itu bahwa dia hendak mempengaruhi Ratu Martina dengan pendapatnya yang picik itu, terutama karena pendukung-pendukungnya menghendaki perdamaian dengan pihak Arab, dengan cara apa pun.
Dalam politiknya, Ratu memang selalu suka menyerah dan tunduk, dan itulah pendapat Cyrus yang tetap dikatakan terus-terang pada setiap kesempatan.
Butler menafsirkan pendapat itu bahwa Cyrus "ingin memperkuat kedudukannya dari segi agama di Iskandariah, dan akan ditegakkan di atas puing-puing kerajaan yang sudah runtuh.
Kita tak punya pendapat lain yang lebih sesuai seperti yang dikatakannya itu. Itulah pendapat terbaik yang dapat kita tangkap mengingat hubungannya yang secara diamÂ-diam dengan Amr bin Ash. Menurut Haekal, segala tindakannya mengkhianati kerajaan Roma itu dapat kita lukiskan, bahwa pengkhianatannya terhadap kerajaan itu demi apa yang dikiranya baik untuk gereja.
"Rasanya saya beralasan kalau berpendapat lain dengan Butler dalam hal ini. Sekali lagi bahwa dia lebih terpengaruh oleh kecenderungannya sebagai seorang Kristiani daripada melihatnya dari kenyataan-Âkenyataan sejarah," kata Haekal.
Cyrus ini sudah tahu benar bahwa kaum Muslimin sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama setiap penduduk negeri yang didudukinya, dan hal itu jelas sekali dicantumkan dalam semua persetujuan yang dibuatnya.
Demikian juga apa yang sudah dilakukan di Syam dan Irak pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab . Dan mereka tidak akan melanggar segala ketentuan itu di Mesir.
Kalaupun mereka menetapkan suatu jizyah kepada penduduk negeri yang didudukinya, tak lain itu demi keamanan mereka, untuk keselamatan mereka dan keluarga, untuk harta mereka, keyakinan dan tempat-tempat ibadah mereka, tanpa membeda-bedakan antara sekte Marcionit dengan sekte Monofisit, antara Romawi yang berkuasa dengan orang-orang Kopti yang dijajah.
Juga kita tidak akan mengira bahwa Cyrus telah terdorong oleh nafsunya dengan mengira bahwa dia mampu mempermainkan atau menipu Amr bin Ash, orang Arab yang cerdas dan cekatan itu, lalu dia sendiri bebas kembali melakukan penindasan dan kekejaman seperti dulu.
Kalaupun dugaan Butler itu benar bahwa kedatangan Cyrus ke Mesir hanya dengan tekad hendak mengadakan perdamaian dengan pihak Arab, bukan untuk tujuan agama atau politik. Malah dia melihat bahwa berperang dengan mereka hanya akan membawa kehancuran Romawi, terutama setelah adanya intrik-intrik dalam istana; mereka makin lemah dan kerajaan mereka pun akan menjurus kepada kehancuran.
Barangkali timbul perasaan dalam hati Ratu itu bahwa angkatan bersenjata ini akan merupakan kekuatan baginya di negeri Firaun itu, dan dia dan anaknya akan dapat berlindung jika kemudian terjadi intrik-intrik dari lawan-lawannya di Bizantium dan sekali lagi rakyat memberontak kepadanya.
Dalam bulan September 641 Masehi, armada yang membawa Cyrus dan rombongannya itu tiba di ibu kota Mesir. Jenderal Romawi tua itu disambut sebagai pahlawan yang datang dari pihak Kaisar untuk menyelamatkan kota mereka, menyelamatkan agama dan kerajaan mereka.
Adakah Cyrus sudah mempunyai suatu maksud terencana dan politik pribadi yang dibawanya ke Mesir?
Sejarawan Rupert Butler berpendapat bahwa maksudnya memang kuat sekali hendak mengadakan perdamaian dengan pihak Arab, dan bahwa dia "tak dapat diragukan lagi akan mengajak Kaisar - yang kurang pengalaman dan tak punya pendapat itu - untuk tunduk dan menyerah kepada pihak Arab.
Pendapat ini juga yang dibawanya ke sidang senat yang sudah lemah, dan orang-orang istana yang juga lemah dan sudah tak berdaya... Yang jelas di balik semua itu bahwa dia hendak mempengaruhi Ratu Martina dengan pendapatnya yang picik itu, terutama karena pendukung-pendukungnya menghendaki perdamaian dengan pihak Arab, dengan cara apa pun.
Dalam politiknya, Ratu memang selalu suka menyerah dan tunduk, dan itulah pendapat Cyrus yang tetap dikatakan terus-terang pada setiap kesempatan.
Butler menafsirkan pendapat itu bahwa Cyrus "ingin memperkuat kedudukannya dari segi agama di Iskandariah, dan akan ditegakkan di atas puing-puing kerajaan yang sudah runtuh.
Kita tak punya pendapat lain yang lebih sesuai seperti yang dikatakannya itu. Itulah pendapat terbaik yang dapat kita tangkap mengingat hubungannya yang secara diamÂ-diam dengan Amr bin Ash. Menurut Haekal, segala tindakannya mengkhianati kerajaan Roma itu dapat kita lukiskan, bahwa pengkhianatannya terhadap kerajaan itu demi apa yang dikiranya baik untuk gereja.
"Rasanya saya beralasan kalau berpendapat lain dengan Butler dalam hal ini. Sekali lagi bahwa dia lebih terpengaruh oleh kecenderungannya sebagai seorang Kristiani daripada melihatnya dari kenyataan-Âkenyataan sejarah," kata Haekal.
Cyrus ini sudah tahu benar bahwa kaum Muslimin sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama setiap penduduk negeri yang didudukinya, dan hal itu jelas sekali dicantumkan dalam semua persetujuan yang dibuatnya.
Demikian juga apa yang sudah dilakukan di Syam dan Irak pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab . Dan mereka tidak akan melanggar segala ketentuan itu di Mesir.
Kalaupun mereka menetapkan suatu jizyah kepada penduduk negeri yang didudukinya, tak lain itu demi keamanan mereka, untuk keselamatan mereka dan keluarga, untuk harta mereka, keyakinan dan tempat-tempat ibadah mereka, tanpa membeda-bedakan antara sekte Marcionit dengan sekte Monofisit, antara Romawi yang berkuasa dengan orang-orang Kopti yang dijajah.
Juga kita tidak akan mengira bahwa Cyrus telah terdorong oleh nafsunya dengan mengira bahwa dia mampu mempermainkan atau menipu Amr bin Ash, orang Arab yang cerdas dan cekatan itu, lalu dia sendiri bebas kembali melakukan penindasan dan kekejaman seperti dulu.
Kalaupun dugaan Butler itu benar bahwa kedatangan Cyrus ke Mesir hanya dengan tekad hendak mengadakan perdamaian dengan pihak Arab, bukan untuk tujuan agama atau politik. Malah dia melihat bahwa berperang dengan mereka hanya akan membawa kehancuran Romawi, terutama setelah adanya intrik-intrik dalam istana; mereka makin lemah dan kerajaan mereka pun akan menjurus kepada kehancuran.
(mhy)