Asyura: Suni dan Syiah, Berikut Ini Keistimewaan Bulan Muharram

Selasa, 16 Juli 2024 - 20:12 WIB
loading...
Asyura: Suni dan Syiah,...
Asyura bagi kalangan Syi’ah, hari ini merupakan hari kesedihan atas terbunuhnya Husien bin Ali. Foto: Ist
A A A
Hari Asyura adalah hari kesepuluh pada bulan Muharram dalam penanggalan Islam. Sedangkan asyura sendiri berarti kesepuluh. Hari ini menjadi populer di tengah-tengah umat Islam, meskipun dalam perspektif yang sangat berlawanan secara diametral.

Prof. Dr. H. Ahmad Khairuddin, M.Ag dalam karya tulisnya berjudul "Asyura: Antara Doktrin, Historis dan Antropologis Perspektif Dakwah Pencerahan" menjelaskan bagi kalangan Syi’ah , hari ini merupakan hari kesedihan atas terbunuhnya Husien bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW pada peristiwa Karbala tahun 61 H (680 M).

Sedangkan bagi kalangan Sunni , dapat dilihat dari berbagai perspektif. Yaitu perspektif hadis (doktrin), perspektif historis, dan perspektif budaya masyarakat (antropologis).



Dalam perspektif hadis (doktrin), hari Asyura adalah hari yang disunatkan berpuasa berdasarkan beberapa petunjuk hadis. Dari perspektif historis dapat dilihat bagaimana cara pandang peristiwa 10 Muharram menurut suni, tentu saja berdasarkan data dan fakta sejarah.

Sedangkan dalam perspektif antropologis, hari asyura ditandai dengan berbagai kegiatan atau tradisi yang beragam di berbagai daerah dan tempat yang merupakan refleksi dari kesyukuran atas berbagai peristiwa, meskipun validitas sandaran dan argumennya masih dalam perdebatan.

Bulan Suci

Ahmad Khairuddin menjelaskan Muharram adalah bulan di mana umat Islam mengawali tahun kalender Hijriah berdasarkan peredaran bulan. Muharram menjadi salah satu dari empat bulan suci yang tersebut dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram" ( QS. At Taubah : 36)



Keempat bulan itu adalah, Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Semua ahli tafsir Al-Quran sepakat dengan hal ini karena Rasululullah SAW dalam kesempatan haji terakhirnya mendeklarasikan:

"Zaman (waktu) itu terus berputar sebagaimana keadaan hari di mana Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun terdiri dari dua belas bulan, empat di antaranya adalah bulan suci. Tiga di antaranya berurutan yaitu Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan ke empat adalah bulan Rajab yang terletak di antara bulan Jumada dan Sya’ban." (HR. AlBukhari)

Selain keempat bulan khusus itu, bukan berarti bulan-bulan lainnya tidak memiliki keutamaan, karena masih ada bulan Ramadan yang diakui sebagai bulan paling suci dalam satu satu tahun.

Keempat bulan tersebut secara khusus disebut bulan-bulan yang disucikan karena ada alasan-alasan khusus pula, bahkan para penganut paganisme di Makkah mengakui keempat bulan tersebut disucikan.

Prof Ahmad Khairuddin mengatakan pada dasarnya setiap bulan adalah sama satu dengan yang lainnya dan tidak ada perbedaan dalam kesuciannya dibandingkan dengan bulan- bulan lain.

Ketika Allah SWT memilih bulan khusus untuk menurunkan rahmatnya, maka Allah SWT lah yang memiliki kebesaran itu atas kehendakNya.



Kata Muharram artinya 'dilarang'. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya.

Kemudian ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.

Al-Qadhi Abu Ya’la mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna, Pertama: pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan/peperangan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Dan kedua: pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”

Demikian pendapat Ibnul Jauzi ketika menafsirkan surat At Taubah ayat 36. Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci. Melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”



Bulan Muharram betul-betul istimewa karena disebut syahrullah yaitu bulan Allah, dengan disandarkan pada lafazh Allah. Disandarkannya bulan ini pada lafazh jalalah Allah, menunjukkan keagungan dan keistimewaannya.

Perkataan yang sangat bagus dari alZamakhsyari, dinukil dari Faidh al-Qadir, di mana beliau mengatakan, ”Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ’Allah’ untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita menyebut ’Baitullah’ (rumah Allah) atau ’Ahlullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di sini dan tidak kita temui pada bulan-bulan lainnya, ini menunjukkan adanya keutamaan pada bulan tersebut.

Bulan ini disandarkan pada Allah (sehingga disebut syahrullah atau bulan Allah) untuk menunjukkan istimewanya bulan ini. Selain itu, Nabi Saw. sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah SWT kecuali bulan Allah (yaitu Muharram). Dengan demikian, tidak ada keraguan sedikitpun bagi umat Islam keutamaan bulan Muharram.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2065 seconds (0.1#10.140)