Imam Mahdi Menurut Paham Ahmadiyah: Isa dan al-Mahdi Adalah Satu Pribadi
loading...
A
A
A
APABILA paham Mahdi atau Mahdiisme Syi'ah itu lebih ditandai oleh motif-motif politik, maka paham Mahdi Ahmadiyah tampaknya lebih bermotif pembaharuan pemikiran dalam Islam, terutama dalam menghadapi bahaya Kristenisasi sebagai akibat penjajahan Inggris di India .
"Dengan demikian, ide kemahdian Ahmadiyah berbeda dengan ide kemahdian Syi'ah yang mencita-citakan terwujudnya kekuasaan politik di dunia Islam di bawah pimpinan al-Mahdi," tulisMuslih Fathoni dalam bukunya berjudul "Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif" (RajaGrafindo Persada,1994).
Menurutnya, Mahdiisme Ahmadiyah tidak bisa terlepas dari kaitannya dengan masalah kehadiran kembali Isa- al-Masih di akhir zaman yang ditugaskan oleh Tuhan untuk membunuh Dajjal , mematahkan tiang salib. Paham ini mematahkan argumen-argumen agama Nasrani dengan dalil-dalil atau bukti-bukti yang meyakinkan, serta menunjukkan kepada para pemeluknya kebenaran Islam.
Di samping itu, Isajuga ditugaskan untuk menegakkan kembali syari'at Nabi Muhammad SAW , sesudah umatnya mengalami kemerosotan dalam kehidupan beragama.
Menurut paham aliran ini, Isa dan al-Mahdi adalah satu pribadi, bukan sebagaimana yang dipahami orang pada umumnya. "Oleh karena itu, mereka hanya mengambil salah satu dari beberapa hadis-hadis Mahdiyyah yang sesuai dengan keyakinan aliran ini," ujarMuslih Fathoni.
Mereka - para pengikut paham Ahmadiyah - memandang hadis Mahdiyyah yang mereka pegangi sebagai otentik seperti hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah: "Tiada seorang pun (sebagai) al-Mahdi selain 'Isa."
Hadis tersebut mereka pahami dan mereka hubungkan dengan pribadi Mirza Ghulam Ahmad sebagai pengejawantahan Isa al-Masih dan al-Mahdi, yang berasal dari India. Tentunya para pengikut paham Ahmadiyah ini secara tegas menolak hadis-hadis Mahdiyyah lainnya yang mengandung maksud berbeda dengan paham mereka.
Apabila kemahdian Ahmadiyah meniru sifat-sifat atau watak Nabi 'Isa, maka dalam mencapai tujuannya, aliran ini tidak suka menempuh jalan kekerasan, akan tetapi dengan jalan damai, sebagaimana yang ditempuh oleh kaum misionaris Kristen. Menegakkan Islam dengan jalan kekerasan atau perang, menurut paham pengikut aliran ini, adalah tidak penting bahkan tidak perlu. Sebab menegakkan agama (Islam) dengan perang, hanyalah merupakan jihad atau perang kecil yang dikenal dengan [kata-kata Arab]. Akan tetapi, yang terpenting adalah jihad akbar [kata-kata Arab] yaitu perang melawan hawa nafsu.
Beda dengan Syiah
Sifat kemahdian Ahmadiyah tersebut, berlainan dengan sifat kemahdian Syi'ah yang jauh lebih agresif. Pada umumnya, pengikut paham Mahdi Syi'ah mendasarkan paham kemahdiannya pada akidah raj'ah dengan menunggu-nunggu kehadiran kembali pemimpin mereka yang telah wafat, khususnya dari keturunan mereka yang telah wafat, khususnya dari keturunan Ahlul-Bait.
Sedangkan paham Mahdi Ahmadiyah tidak didasarkan pada aqidah raj'ah, karenanya pengikut aliran ini tidak memandang penting silsilah al-Mahdi itu berasal dari keturunan Ahlul-Bait. Menurut paham yang terakhir ini, al-Mahdi itu tidak harus keturunan Ahlul Bait atau dari bangsa Arab, akan tetapi siapa saja yang dikehendaki dan diangkat oleh Tuhan baik dengan jalan wahyu atau ilham.
"Jika kemahdian Syi'ah selalu dikaitkan dengan masalah keimaman, maka kemahdian Ahmadiyah selalu dihubungkan dengan masalah kenabian, dan kemungkinan masih diturunkannya wahyu sesudah Nabi Muhammad," ujarMuslih Fathoni.
Persepsi yang demikian ini, apa pun alasan yang mereka ajukan, tetap akan ditolak oleh golongan Islam lainnya, khususnya golongan Sunni.
Dari perbedaan-perbedaan yang prinsip ini, kata Muslih Fathoni , kehadiran aliran Ahmadiyah di tengah-tengah pengikut Sunni, tidak bisa mereka terima pada awal kemunculannya. Bahkan sampai hari ini pun aliran tersebut tidak diakui sebagai kelompok Muslim, oleh Rabitah al-'Alam al-Islami.
"Dengan demikian, ide kemahdian Ahmadiyah berbeda dengan ide kemahdian Syi'ah yang mencita-citakan terwujudnya kekuasaan politik di dunia Islam di bawah pimpinan al-Mahdi," tulisMuslih Fathoni dalam bukunya berjudul "Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif" (RajaGrafindo Persada,1994).
Menurutnya, Mahdiisme Ahmadiyah tidak bisa terlepas dari kaitannya dengan masalah kehadiran kembali Isa- al-Masih di akhir zaman yang ditugaskan oleh Tuhan untuk membunuh Dajjal , mematahkan tiang salib. Paham ini mematahkan argumen-argumen agama Nasrani dengan dalil-dalil atau bukti-bukti yang meyakinkan, serta menunjukkan kepada para pemeluknya kebenaran Islam.
Baca Juga
Di samping itu, Isajuga ditugaskan untuk menegakkan kembali syari'at Nabi Muhammad SAW , sesudah umatnya mengalami kemerosotan dalam kehidupan beragama.
Menurut paham aliran ini, Isa dan al-Mahdi adalah satu pribadi, bukan sebagaimana yang dipahami orang pada umumnya. "Oleh karena itu, mereka hanya mengambil salah satu dari beberapa hadis-hadis Mahdiyyah yang sesuai dengan keyakinan aliran ini," ujarMuslih Fathoni.
Mereka - para pengikut paham Ahmadiyah - memandang hadis Mahdiyyah yang mereka pegangi sebagai otentik seperti hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah: "Tiada seorang pun (sebagai) al-Mahdi selain 'Isa."
Hadis tersebut mereka pahami dan mereka hubungkan dengan pribadi Mirza Ghulam Ahmad sebagai pengejawantahan Isa al-Masih dan al-Mahdi, yang berasal dari India. Tentunya para pengikut paham Ahmadiyah ini secara tegas menolak hadis-hadis Mahdiyyah lainnya yang mengandung maksud berbeda dengan paham mereka.
Apabila kemahdian Ahmadiyah meniru sifat-sifat atau watak Nabi 'Isa, maka dalam mencapai tujuannya, aliran ini tidak suka menempuh jalan kekerasan, akan tetapi dengan jalan damai, sebagaimana yang ditempuh oleh kaum misionaris Kristen. Menegakkan Islam dengan jalan kekerasan atau perang, menurut paham pengikut aliran ini, adalah tidak penting bahkan tidak perlu. Sebab menegakkan agama (Islam) dengan perang, hanyalah merupakan jihad atau perang kecil yang dikenal dengan [kata-kata Arab]. Akan tetapi, yang terpenting adalah jihad akbar [kata-kata Arab] yaitu perang melawan hawa nafsu.
Baca Juga
Beda dengan Syiah
Sifat kemahdian Ahmadiyah tersebut, berlainan dengan sifat kemahdian Syi'ah yang jauh lebih agresif. Pada umumnya, pengikut paham Mahdi Syi'ah mendasarkan paham kemahdiannya pada akidah raj'ah dengan menunggu-nunggu kehadiran kembali pemimpin mereka yang telah wafat, khususnya dari keturunan mereka yang telah wafat, khususnya dari keturunan Ahlul-Bait.
Sedangkan paham Mahdi Ahmadiyah tidak didasarkan pada aqidah raj'ah, karenanya pengikut aliran ini tidak memandang penting silsilah al-Mahdi itu berasal dari keturunan Ahlul-Bait. Menurut paham yang terakhir ini, al-Mahdi itu tidak harus keturunan Ahlul Bait atau dari bangsa Arab, akan tetapi siapa saja yang dikehendaki dan diangkat oleh Tuhan baik dengan jalan wahyu atau ilham.
"Jika kemahdian Syi'ah selalu dikaitkan dengan masalah keimaman, maka kemahdian Ahmadiyah selalu dihubungkan dengan masalah kenabian, dan kemungkinan masih diturunkannya wahyu sesudah Nabi Muhammad," ujarMuslih Fathoni.
Persepsi yang demikian ini, apa pun alasan yang mereka ajukan, tetap akan ditolak oleh golongan Islam lainnya, khususnya golongan Sunni.
Dari perbedaan-perbedaan yang prinsip ini, kata Muslih Fathoni , kehadiran aliran Ahmadiyah di tengah-tengah pengikut Sunni, tidak bisa mereka terima pada awal kemunculannya. Bahkan sampai hari ini pun aliran tersebut tidak diakui sebagai kelompok Muslim, oleh Rabitah al-'Alam al-Islami.
(mhy)