Israel Mempersenjatai Pemukim Yahudi: Mengusir Warga Palestina dan Mencaplok Tanahnya

Minggu, 21 Juli 2024 - 05:15 WIB
loading...
Israel Mempersenjatai...
Keluarga korban pembunuhan pemukim Yahudi di kota Nablus di Tepi Barat. Foto: Al Jazeera
A A A
Selain melakukan genosida di Jalur Gaza yang membunuh hampir 39.000 warga sipil, Israel mempersenjatai para pemukim Yahudi di Tepi Barat. Para pemukim itu dibantu tentara mengusir warga Palestina dan mencaplok tanah dan menghancurkan rumah mereka. Peace Now mengungkap, Israel telah menyita tanah Palestina seluas 23,7 km persegi.

Menteri Keuangan Israel yang berhaluan sayap kanan, Bezalel Smotrich, dan Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben-Gvir, mempersenjatai para pemukim Yahudi untuk mengusir warga Palestina dari tanah-tanah mereka.

Operasi Badai Al-Aqsa yang digelar Hamas pada 7 Oktober 2023, seakan menawarkan lingkungan politik yang kondusif bagi Israel untuk mencuri sebagian besar tanah Palestina.

Pada saat itu, komunitas internasional tak lagi memprotes pelanggaran hukum internasional yang dilakukan mereka. Perhatian dunia lebih tercurah ke serangan Israel di Jalur Gaza.



Peace Now, sebuah organisasi nirlaba yang memantau penyitaan tanah di Tepi Barat, mengungkap Israel telah menyita 23,7 km persegi tanah Palestina ketika perang Israel di Jalur Gaza, yang menewaskan sedikitnya 38.848 warga Palestina, sebagian besar adalah perempuan. dan anak-anak, telah terbunuh dan 89.459 orang terluka, lanjutnya.

Hal ini menjadikan tahun 2024 sebagai tahun puncak perampasan tanah oleh Israel selama tiga dekade terakhir.

Permukiman Ilegal

Pada tanggal 29 Mei, Administrasi Sipil tentara Israel, yang didirikan pada tahun 1981 untuk mengawasi semua urusan sipil bagi pemukim Israel dan penduduk Palestina di Area C Tepi Barat, menyerahkan kendali peraturan bangunan dan pengelolaan lahan pertanian, taman, dan hutan antara lain kepada Administrasi Pemukiman yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.

Langkah ini memberi Smoltrich wewenang untuk mempercepat dan menyetujui pembangunan pemukiman sambil meningkatkan pembongkaran rumah-rumah warga Palestina.

Selain itu, Smotrich memperingatkan bahwa ia akan menekan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencaplok Tepi Barat jika Mahkamah Internasional memutuskan bahwa pendudukan Israel adalah ilegal.



Pada akhir Juni, Smotrich menyetujui lima pos terdepan Israel setelah keputusan Norwegia, Irlandia dan Spanyol yang secara simbolis mengakui negara Palestina berdampingan dengan Israel.

“Tanggapan terhadap pengakuan kenegaraan… merupakan sebuah unjuk perlawanan dan sebuah pesan [bahwa komunitas global] dapat mengambil keputusan yang mereka inginkan, namun Israellah yang memegang kendali,” kata Rahman kepada Al Jazeera.

Smotrich juga mengancam akan mencaplok Tepi Barat sebagai pembalasan atas “upaya sepihak” Otoritas Palestina untuk mendapatkan pengakuan bagi negara Palestina serta meminta surat perintah penangkapan dari Pengadilan Kriminal Internasional terhadap para pemimpin Israel yang terlibat dalam kejahatan perang di Gaza.

Rahman menambahkan bahwa Israel tidak akan berhenti mengusir warga Palestina di Tepi Barat atau melakukan “genosida” di Gaza kecuali komunitas global melakukan mobilisasi melawan Israel.

“Perlu ada mobilisasi besar-besaran untuk mengambil tindakan hukuman terhadap Israel. Itulah satu-satunya cara agar ada gerakan menuju resolusi politik,” katanya.



Pengungsi Palestina

Menurut Al Jazeera, tentara dan pemukim Israel telah membuat 1.285 warga Palestina pemilik tanah itu menjadi mengungsi. Mereka juga menghancurkan 641 bangunan, menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).

Setidaknya 15 wilayah pertanian Palestina dihancurkan, sementara warga sipil dari beberapa wilayah lainnya mengungsi akibat serangan pemukim Yahudi. Banyak dari para petani ini terpaksa mengungsi sementara di kota-kota terdekat di Tepi Barat.

Sejak Perjanjian Oslo tahun 1993, yang ditandatangani oleh pemimpin Palestina saat itu Yasser Arafat dengan Perdana Menteri Israel saat itu Yitzhak Rabin di halaman Gedung Putih, Tepi Barat telah dibagi menjadi tiga zona.

Area C ditempatkan di bawah kendali Israel, Area B berada di bawah kendali bersama Palestina-Israel, sedangkan Area A berada di bawah pemerintahan Otoritas Palestina (PA) yang didirikan pada tahun 1994.

Para pemukim Yahudi terutama menargetkan komunitas petani di Area C, kata Abbas Milhem, direktur eksekutif Serikat Petani Palestina.

“Sebagian besar pembersihan etnis terjadi di Lembah Yordan terhadap para peternak,” katanya kepada Al Jazeera. “Banyak yang diusir [dari desa mereka] tanpa diperbolehkan membawa apa pun – bahkan kasur atau selimut untuk anak-anak mereka tidur.”



Tak lama setelah tanggal 7 Oktober, Ben-Gvir memainkan peran penting dalam mendorong serangan-serangan ini dengan mendistribusikan ribuan senapan semi-otomatis dan senjata lainnya kepada pemukim dan kelompok sayap kanan Israel.

Para petani Palestina sering kali tidak bersenjata dan tidak mempunyai sarana untuk membela diri. “Petani tidak punya apa-apa untuk melawan. Hanya dada mereka yang telanjang,” kata Abbas kepada Al Jazeera.

Jumlah Pemukim Israel di Tepi Barat

Sebanyak 700.000 pemukim sudah tinggal di Tepi Barat sebelum Operasi Badai Al-Aqsa Hamas. Mereka tinggal di 150 permukiman dan 128 pos terdepan, yang merupakan perkemahan sementara mulai dari satu karavan hingga beberapa bangunan yang dibangun di atas tanah Palestina.

Jumlah pemukiman dan pos terdepan telah meningkat tajam sejak awal tahun 1990an, ketika terdapat sekitar 250.000 pemukim di Tepi Barat menurut Peace Now, dan dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.

Jumlah pemukim Israel yang tinggal di lingkungan Palestina di Yerusalem Timur telah meningkat dari 800 pada tahun 1993 menjadi sekitar 3.000 pada tahun 2023.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2932 seconds (0.1#10.140)