Hukum Gambar dan Lukisan, Begini Penjelasan Syaikh Al-Qardhawi
loading...
A
A
A
Dan Imam Muslim menambah dalam salah satu riwayat Aisyah, ia (Aisyah) mengatakan: Kemudian bantal itu saya jadikan dua buah untuk bersandar, di mana Nabi biasa bersandar dengan dua sandaran tersebut di rumah. Yakni Aisyah membelah bantal tersebut digunakan untuk dua sandaran." (Riwayat Muslim)
Al-Qardhawi mengatakan hadis ini,tampaknya bertentangan dengan sejumlah hal-hal sebagai berikut:
1) Dalam riwayat yang berbeda-beda tampak bertentangan. Sebagian menunjukkan bahwa Nabi SAW menggunakan tabir/korden yang bergambar yang kemudian dipotong-potong dan dipakai bantal. Sedang sebagian lagi menunjukkan, bahwa beliau sama sekali tidak menggunakannya.
2) Sebagian riwayat-riwayat itu hanya sekadar menunjukkan makruh. Sedang kemakruhannya itu karena korden tembok itu bergambar yang dapat menggambarkan semacam berlebih-lebihan yang ia (Rasulullah) tidak senang. Oleh karena itu dalam Riwayat Muslim, ia berkata: ''Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita supaya memberi pakaian pada batu dan tanah."
3) Hadis Muslim yang diriwayatkan oleh Aisyah itu sendiri menggambarkan di rumahnya ada tabir/korden yang bergambar burung. Kemudian Nabi menyuruh dipindahkan, dengan kata-katanya: "Pindahkanlah, karena saya kalau melihatnya selalu ingat dunia!" Ini tidak menunjukkan kepada haram secara mutlak.
4) Bertentangan dengar: hadis qiram (tabir) yang ada di rumah Aisyah juga, kemudian oleh Nabi disuruhnya menyingkirkan, sebab gambar-gambarnya itu selalu tampak dalam salat. Sehingga kata al-Hafidh: "Hadis ini dengan hadis di atas sukar sekali dikompromikan (jama'), sebab hadis ini menunjukkan Nabi membenarkannya, dan beliau salat sedang tabir tersebut tetap terpampang, sehingga beliau perintahkan Aisyah untuk menyingkirkannya, karena melihat gambar-gambar tersebut dalam salat dan dapat mengingatkan yang bukan-bukan, bukan semata-mata karena gambarnya itu an sich.
Akhirnya al-Hafidh berusaha untuk menjama' hadis-hadis tersebut sebagai berikut: hadis pertama, karena terdapat gambar binatang bernyawa sedang hadis kedua gambar selain binatang ... Akan tetapi ini pun bertentangan pula dengan hadis qiram yang jelas di situ bergambar burung.
5) Bertentangan dengan hadis Abu Talhah al-Ansari yang mengecualikan gambar dalam pakaian. Karena itu Imam Qurthubi berpendapat: "Dua hadis itu dapat dijama' sebagai berikut: hadis Aisyah dapat diartikan makruh, sedang hadis Abu Talhah menunjukkan mubah secara mutlak yang sama sekali tidak menafikan makruh di atas." Pendapat ini dibenarkan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar.
6) Rawi hadis namruqah (bantal) ada seorang bernama al-Qasim bin Muhammad bin Abubakar, keponakan Aisyah sendiri, ia membolehkan gambar yang tidak ada bayangannya, yaitu seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Aun, ia berkata: "Saya masuk di rumah al-Qasim di Makkah sebelah atas, saya lihat di rumahnya itu ada korden yang ada gambar trenggiling dan burung garuda."
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata; Barangkali al-Qasim berpegang pada keumuman hadis Nabi yang mengatakan kecuali gambar dalam pakaian dan seolah-olah dia memahami keingkaran Nabi terhadap Aisyah yang menggantungkan korden yang bergambar dan menutupi dinding.
Paham ini diperkuat dengan hadisnya yang mengatakan: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita supaya memberi pakaian batu dan tanah."
Sedangkan al-Qasim adalah salah seorang ahli fiqih Madinah yang tujuh, dia juga termasuk orang pilihan pada zaman itu, dia pula rawi hadis namruqah itu. Maka jika dia tidak memahami rukhsakh terhadap korden yang dia pasang itu, niscaya dia tidak akan menggunakannya.
Tetapi di samping itu tampaknya ada kemungkinan yang tampak pada hadis-hadis yang berkenaan dengan masalah gambar dan pelukisnya, yaitu bahwa Rasulullah SAW memperkeras persoalan ini pada periode pertama dari kerasulannya, di mana waktu itu kaum muslimin baru saja meninggalkan syirik dan menyembah berhala serta mengagung-agungkan patung.
Akan tetapi setelah akidah tauhid itu mendalam ke dalam jiwa dan akar-akarnya telah menghunjam ke dalam hati dan pikiran, maka beliau memberi perkenan (rukhshah) dalam hal gambar yang tidak berjasad, yang hanya sekadar ukiran dan lukisan.
Kalau tidak begitu, niscaya beliau tidak suka adanya tabir/korden yang bergambar di dalam rumahnya; dan ia pun tidak akan memberikan pengecualian tentang lukisan dalam pakaian, termasuk juga dalam kertas dan dinding.
Ath-Thahawi, salah seorang dari ulama mazhab Hanafi berpendapat: Syara' melarang semua gambar pada permulaan waktu, termasuk lukisan pada pakaian, karena mereka baru saja meninggalkan menyembah patung.
Oleh karena itu secara keseluruhan gambar dilarang. Tetapi setelah larangan itu berlangsung lama, kemudian dibolehkan gambar yang ada pada pakaian karena suatu darurat. Syara' pun kemudian membolehkan gambar yang tidak berjasad karena sudah dianggap orang-orang bodoh tidak lagi mengagungkannya, sedang yang berjasad tetap dilarang.
Al-Qardhawi mengatakan hadis ini,tampaknya bertentangan dengan sejumlah hal-hal sebagai berikut:
1) Dalam riwayat yang berbeda-beda tampak bertentangan. Sebagian menunjukkan bahwa Nabi SAW menggunakan tabir/korden yang bergambar yang kemudian dipotong-potong dan dipakai bantal. Sedang sebagian lagi menunjukkan, bahwa beliau sama sekali tidak menggunakannya.
2) Sebagian riwayat-riwayat itu hanya sekadar menunjukkan makruh. Sedang kemakruhannya itu karena korden tembok itu bergambar yang dapat menggambarkan semacam berlebih-lebihan yang ia (Rasulullah) tidak senang. Oleh karena itu dalam Riwayat Muslim, ia berkata: ''Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita supaya memberi pakaian pada batu dan tanah."
3) Hadis Muslim yang diriwayatkan oleh Aisyah itu sendiri menggambarkan di rumahnya ada tabir/korden yang bergambar burung. Kemudian Nabi menyuruh dipindahkan, dengan kata-katanya: "Pindahkanlah, karena saya kalau melihatnya selalu ingat dunia!" Ini tidak menunjukkan kepada haram secara mutlak.
4) Bertentangan dengar: hadis qiram (tabir) yang ada di rumah Aisyah juga, kemudian oleh Nabi disuruhnya menyingkirkan, sebab gambar-gambarnya itu selalu tampak dalam salat. Sehingga kata al-Hafidh: "Hadis ini dengan hadis di atas sukar sekali dikompromikan (jama'), sebab hadis ini menunjukkan Nabi membenarkannya, dan beliau salat sedang tabir tersebut tetap terpampang, sehingga beliau perintahkan Aisyah untuk menyingkirkannya, karena melihat gambar-gambar tersebut dalam salat dan dapat mengingatkan yang bukan-bukan, bukan semata-mata karena gambarnya itu an sich.
Akhirnya al-Hafidh berusaha untuk menjama' hadis-hadis tersebut sebagai berikut: hadis pertama, karena terdapat gambar binatang bernyawa sedang hadis kedua gambar selain binatang ... Akan tetapi ini pun bertentangan pula dengan hadis qiram yang jelas di situ bergambar burung.
5) Bertentangan dengan hadis Abu Talhah al-Ansari yang mengecualikan gambar dalam pakaian. Karena itu Imam Qurthubi berpendapat: "Dua hadis itu dapat dijama' sebagai berikut: hadis Aisyah dapat diartikan makruh, sedang hadis Abu Talhah menunjukkan mubah secara mutlak yang sama sekali tidak menafikan makruh di atas." Pendapat ini dibenarkan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar.
6) Rawi hadis namruqah (bantal) ada seorang bernama al-Qasim bin Muhammad bin Abubakar, keponakan Aisyah sendiri, ia membolehkan gambar yang tidak ada bayangannya, yaitu seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Aun, ia berkata: "Saya masuk di rumah al-Qasim di Makkah sebelah atas, saya lihat di rumahnya itu ada korden yang ada gambar trenggiling dan burung garuda."
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata; Barangkali al-Qasim berpegang pada keumuman hadis Nabi yang mengatakan kecuali gambar dalam pakaian dan seolah-olah dia memahami keingkaran Nabi terhadap Aisyah yang menggantungkan korden yang bergambar dan menutupi dinding.
Paham ini diperkuat dengan hadisnya yang mengatakan: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita supaya memberi pakaian batu dan tanah."
Sedangkan al-Qasim adalah salah seorang ahli fiqih Madinah yang tujuh, dia juga termasuk orang pilihan pada zaman itu, dia pula rawi hadis namruqah itu. Maka jika dia tidak memahami rukhsakh terhadap korden yang dia pasang itu, niscaya dia tidak akan menggunakannya.
Tetapi di samping itu tampaknya ada kemungkinan yang tampak pada hadis-hadis yang berkenaan dengan masalah gambar dan pelukisnya, yaitu bahwa Rasulullah SAW memperkeras persoalan ini pada periode pertama dari kerasulannya, di mana waktu itu kaum muslimin baru saja meninggalkan syirik dan menyembah berhala serta mengagung-agungkan patung.
Akan tetapi setelah akidah tauhid itu mendalam ke dalam jiwa dan akar-akarnya telah menghunjam ke dalam hati dan pikiran, maka beliau memberi perkenan (rukhshah) dalam hal gambar yang tidak berjasad, yang hanya sekadar ukiran dan lukisan.
Kalau tidak begitu, niscaya beliau tidak suka adanya tabir/korden yang bergambar di dalam rumahnya; dan ia pun tidak akan memberikan pengecualian tentang lukisan dalam pakaian, termasuk juga dalam kertas dan dinding.
Ath-Thahawi, salah seorang dari ulama mazhab Hanafi berpendapat: Syara' melarang semua gambar pada permulaan waktu, termasuk lukisan pada pakaian, karena mereka baru saja meninggalkan menyembah patung.
Oleh karena itu secara keseluruhan gambar dilarang. Tetapi setelah larangan itu berlangsung lama, kemudian dibolehkan gambar yang ada pada pakaian karena suatu darurat. Syara' pun kemudian membolehkan gambar yang tidak berjasad karena sudah dianggap orang-orang bodoh tidak lagi mengagungkannya, sedang yang berjasad tetap dilarang.