Inggris Rusuh, Komunitas Muslim Ketakutan: Islamofobia Tak Terkendali

Senin, 05 Agustus 2024 - 05:15 WIB
loading...
Inggris Rusuh, Komunitas...
Para perusuh sayap kanan melemparkan proyektil ke polisi di Bristol, Inggris, pada 3 Agustus 2024. Foto: MEE
A A A
Kerusuhan yang digerakkan sayap kanan Inggris dan serangan islamophobia merembet ke banyak kota pada Ahad malam, beberapa hari setelah insiden penusukan di Southport. Insiden ini secara keliru dikaitkan dengan Muslim .

Middle East Eye atau MEE melaporkan ketakutan mencengkeram komunitas Muslim di seluruh Inggris . Disebutkan, pada malam keempat berturut-turut, kerusuhan meletus di beberapa kota, termasuk London , Liverpool, Manchester, Sunderland, Belfast dan Hull, setelah 3 anak tewas dan 8 lainnya terluka parah dalam serangan penusukan di kelas dansa bertema Taylor Swift di Southport.

Remaja berusia 17 tahun yang didakwa atas pembunuhan tersebut, Axel Rudakubana, lahir dari orang tua Kristen Rwanda di Cardiff pada tahun 2006 dan pindah ke desa Banks di Lancashire pada tahun 2013.

Meskipun tersangka berusia di bawah 18 tahun, yang biasanya berarti ia akan diberikan anonimitas, Hakim Andrew Menary memutuskan untuk mengumumkan nama Rudakubana ke publik, menyeimbangkan risiko bagi keluarga tersangka dengan kepentingan publik dalam melaporkan identitasnya secara akurat.



Pada Sabtu sore, adegan kekerasan terjadi di beberapa kota di Inggris dan Irlandia Utara , dengan video dari Hull yang menunjukkan seorang pria Asia diserang oleh gerombolan pria kulit putih yang menyalahkan Muslim dan imigran atas pembunuhan tersebut.

Adegan serupa terjadi di Bristol dan Manchester, di mana pria kulit hitam yang berjalan sendirian diserang oleh sekelompok pria kulit putih bertopeng.

Video yang diunggah di media sosial dari Manchester tampak memperlihatkan supermarket Sainsbury's Local terpaksa tutup setelah diserbu oleh perusuh yang mencuri barang-barang seperti botol anggur dan kaleng bir.

Di Leeds, sekitar 150 orang, kebanyakan pria, terlihat membawa bendera Salib Saint George dan berteriak: "Kalian bukan orang Inggris lagi."

Sementara itu, ratusan pengunjuk rasa tandingan, yang jumlahnya jauh lebih banyak dari massa, terdengar berkata: "Sampah Nazi, enyahlah dari jalanan kami."



Kemudian, video yang dibagikan di media sosial menunjukkan pemuda bertopeng melemparkan batu bata, kembang api, dan suar ke arah polisi, sementara toko-toko dijarah.

Setelah serangan itu, kelompok-kelompok Muslim berkumpul untuk mempertahankan masjid dan tempat ibadah lainnya dari perusuh sayap kanan.

Banyak Muslim mengatakan dalam rekaman yang dibagikan secara daring bahwa mereka turun ke jalan untuk mendukung polisi dan tidak akan memulai serangan terhadap perusuh sayap kanan.

Kekerasan, yang menyebabkan banyak penangkapan dan membuat komunitas Muslim Inggris gelisah, menghadirkan tantangan signifikan bagi Perdana Menteri Buruh Keir Starmer yang baru menjabat sebulan.

Hal itu juga menyoroti agitator sayap kanan garis keras yang terkait dengan hooliganisme sepak bola pada saat elemen anti-imigrasi memperoleh sejumlah keberhasilan elektoral dalam politik Inggris.

Starmer menuduh "penjahat" "membajak" kesedihan bangsa untuk "menabur kebencian" dan berjanji bahwa mereka yang melakukan tindakan kekerasan akan "menghadapi kekuatan hukum penuh". Namun, pemerintahannya dikritik karena gagal menjangkau para pemimpin dan kelompok komunitas Muslim Inggris.



Islamofobia yang Tak Terkendali

Sejauh ini, sebagian besar kecaman ditujukan kepada tokoh-tokoh seperti Tommy Robinson, yang nama aslinya adalah Stephen Yaxley-Lennon, karena memicu kekerasan di X.

Polisi Merseyside yakin bahwa pendukung English Defence League (EDL), kelompok sayap kanan yang sebelumnya dipimpin oleh Robinson, bertanggung jawab atas cedera lebih dari 50 petugas dan meneror jemaah Muslim selama kerusuhan di Southport.

Dalam beberapa video yang diunggah di X, Robinson secara terbuka melegitimasi kerusuhan tersebut dan mencerca umat Muslim di hadapan 800.000 pengikutnya. Robinson sebelumnya dilarang di X, yang saat itu dikenal sebagai Twitter, tetapi ia diaktifkan kembali pada bulan November setelah Musk membeli platform tersebut.

Pada hari Jumat, Musk terlibat dengan Robinson di X, beberapa jam setelah Starmer memperingatkan bahwa media sosial "memikul tanggung jawab" untuk menangani misinformasi. Musk menanggapi dengan dua tanda seru pada unggahan Robinson tentang tanggapan perdana menteri terhadap kekacauan tersebut.

Setelah kerusuhan tersebut, muncul pula kecaman atas peran anggota parlemen Nigel Farage dalam memicu kekerasan setelah ia mempertanyakan "apakah kebenaran disembunyikan dari kita".



Robert Jenrick, seorang favorit dalam pemilihan pemimpin Partai Konservatif, mengatakan bahwa komentar pemimpin Reformasi tersebut tidak "membuat situasi menjadi lebih baik".

Menteri Dalam Negeri Bayangan James Cleverly juga dikritik karena mengatakan bahwa tindakan Starmer yang berlutut telah mengirimkan "pesan yang sepenuhnya salah" kepada para pengunjuk rasa, seraya menambahkan bahwa "tidak pernah ada pembenaran untuk kekacauan seperti ini".

Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu malam, Dewan Muslim Inggris (MCB) mengatakan ratusan masjid memperketat keamanan mereka setelah massa sayap kanan "meneror komunitas Muslim", yang memicu "kecemasan dan ketakutan".

"Apa yang kita lihat di jalanan Inggris [adalah] konsekuensi dari Islamofobia yang tidak terkendali: dapat diterima, kuat, dan sangat nyata dalam masyarakat kita saat ini," kata Zara Mohammed, sekretaris jenderal MCB, dalam sebuah pernyataan.

"Pemerintah benar untuk berbicara menentang ekstremisme yang disaksikan di jalanan kita, tetapi tidak pernah berbicara tentang Islamofobia yang memicu ekstremisme tersebut."

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1593 seconds (0.1#10.140)