Saka Tatal Jalani Sumpah Pocong: Bagaimana Menurut Islam?

Jum'at, 09 Agustus 2024 - 16:21 WIB
loading...
A A A
Sebenarnya kalau hanya sekadar mengenakan kain kafan bagi yang melakukan sumpah, tidaklah dilarang, akan tetapi dengan mengenakan kain kafan itu ada makna filosofisnya atau makna kejiwaannya terutama di kalangan orang Jawa, yaitu orang takut akan kuwalat. Sehingga yang ditakuti bukan isi sumpahnya, melainkan makna dari alat untuk bersumpah.

Apabila ia diterima, berarti ada pengikisan iman, karena orang bukan takut kepada Allah tetapi takut kepada orang lain. Dalam ajaran Islam hal demikian tidak diperbolehkan supaya orang tidak jatuh kepada perbuatan syirik.



Oleh karena terkandung makna demikian, maka Majelis Tarjih Muhammadiyah berpendapat sumpah pocong itu tidak boleh dilakukan.

Oleh karena itu, janganlah digunakan model sumpah pocong, tetapi gunakanlah cara biasa. Adapun mengenai isi sumpahnya (dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip sumpah di atas) maka boleh saja sumpah yang isinya saling mengutuk atau siap menerima kutukan Allah (sumpah pocong pun isinya ada yang mencantumkan sama-sama siap menerima kutukan Allah).

Hukum Mubahalah

Di dalam Islam sumpah demikian dikenal dengan istilah mubahalah, yaitu sumpah yang berat, karena sama-sama siap menerima kutukan Allah. Sumpah demikian dilakukan untuk mempertahankan keyakinan masing-masing pihak yang bersengketa setelah dicari cara pemecahan perselisihan dan tidak ada yang mau mengalah, karena menganggap sama-sama berada di pihak yang benar, lalu bersumpah biarlah Allah swt menurunkan kutuk laknat-Nya kepada siapa yang bertahan pada pendiriannya yang salah.

Inilah yang dimaksud dalam firman Allah surat Ali Imran ayat 61: “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta”. (QS Ali Imran : 61).



Menurut riwayat, ajakan mubahalah di atas diajukan Rasulullah saw kepada utusan Najran yang mempertahankan bahwa Isa Almasih adalah Putera Allah, tetapi mereka tidak bersedia.

Selain didasarkan kepada ayat 61 surat Ali Imran, landasan kebolehan sumpah yang isinya siap menerima kutukan Allah, adalah QS an Nur (24) ayat 6-9 mengenai Li’an, yaitu suami yang menuduh istrinya berbuat zina, tetapi tidak mempunyai saksi kecuali dirinya sendiri, sementara istri pun menolak tuduhan suaminya itu, maka cara penyelesaiannya ialah dengan cara bersumpah sebanyak lima kali, dan di antara isi sumpahnya siap menerima kutukan Allah.

Suami bersumpah empat kali dengan nama Allah bahwa ia orang yang benar dan sumpah yang kelima menyatakan bahwa ia siap menerima laknat Allah apabila ia berdusta.

Istri juga bersumpah lima kali, empat kali sumpah dengan nama Allah bahwa suaminya itu berdusta, dan sumpah yang kelimanya bahwa ia siap menerima laknat Allah apabila suaminya benar.

Sekalipun Islam membolehkan melakukan mubahalah, sumpah yang berat, akan tetapi mengingat isinya itu begitu menyeramkan, terutama bagi orang yang beriman, yang tidak seorang pun mau menerima kutukan Allah, Majelis Tarjih Muhammadiyah mengusulkan agar dalam meyelesaikan kasus sebaiknya menghindari cara penyelesaian dengan menggunakan sumpah seperti di atas.

Carilah penyelesaian dengan cara lain, asal sama-sama berkepala dingin insya Alah dapat diselesaikan. Demikian juga jangan sampai karena gengsi lalu tidak mau mengakui kesalahan bahkan siap bersumpah. Tindakan demikian adalah tindakan yang dikecam oleh hadis di atas.

(mhy)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2330 seconds (0.1#10.140)