Adab-adab dalam Berolahraga, Simak Yuk!

Sabtu, 17 Agustus 2024 - 11:45 WIB
loading...
Adab-adab dalam Berolahraga,...
Adab-adab dalam berolahraga ini penting diperhatikan, karena Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berolahraga agar jasad dan fisik menjadi kuat serta sehat. Foto ilustrasi/ist
A A A
Adab-adab dalam berolahraga ini penting diperhatikan, karena Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berolahraga agar jasad dan fisik menjadi kuat serta sehat. Lantas apa saja adab-adab olahraga yang ditekankan dalam syariat ini?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ


“Mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya terdapat kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mengerjakan hal yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan pada Allah, dan jangan bersikap lemah.” (HR. Muslim no. 2664)

Hikmah dari hadis ini bahwa pertama, anjuran untuk menjadi mukmin yang kuat, dan kedua, mengusahakan sesuatu yang nantinya bermanfaat bagi dirinya. Dalam hal ini maka olahraga masuk dalam kategori untuk mendapatkan keduanya.

Agar terwujud keduanya, maka seyogyanya seorang muslim memperhatikan beberapa hal yang menjadikan olahraga tidak sekadar bernilai main-main atau malah menyebabkan dosa. Beberapa hal tersebut terangkum dalam adab olahraga. Berikut adab-adab berolahraga menurut Islam:

1. Hadirkan niat ibadah

Hukum asal dari berbagai bentuk olahraga adalah mubah atau boleh, yang ketika dilakukan tidak ada nilai pahala ataupun dosa. Kecuali, beberapa bentuk olahraga yang secara khusus disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya,

كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ فَهُوَ سَهْوٌ وَلَهْوٌ إِلَّا أَرْبَعًا: مَشْيَ الرَّجُلِ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ، وَتَأْدِيبَهُ فَرَسَهُ، وَتَعَلُّمَهُ السِّبَاحَةَ، وَمُلَاعَبَتَهُ أَهْلَهُ


“Setiap sesuatu selain bagian dari zikir kepada Allah adalah sia-sia dan permainan belaka, kecuali empat hal: latihan memanah, seorang lelaki yang melatih kudanya, belajar renang, dan candaan suami kepada istrinya.” (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, no. 19741)

Contoh gambarannya, seseorang berniat olahraga agar badannya sehat dan dengannya ia bisa maksimal dan lama berdiri salat.

2. Menjaga waktu dan tidak meninggalkan kewajiban ibadah wajib

Adab olahraga dalam Islam kedua adalah menjaga waktu dan tidak meninggalkan kewajiban yang lebih penting. Di antaranya, meninggalkan ibadah kepada Allah seperti shalat dikarenakan olahraga. Semisal dengan itu yaitu mencari nafkah untuk keluarga bagi seorang suami, berbakti kepada orangtua bagi seorang anak, atau belajar bagi seorang siswa.

Hal-hal tersebut di antara perkara yang tidak boleh ditinggalkan karena olahraga. Dan secara umum setiap hal yang lebih penting atau wajib daripada olahraga, maka tidak boleh ditinggalkan karenanya.

Bahkan menurut Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, sebagaimana yang ia sebutkan dalam kitab Ighatasul Lahfan, bahwa perkara mubah dan kesibukan pada perkara yang kurang penting dengan meninggalkan perkara yang penting merupakan dua dari tujuh pintu masuk setan dalam menyesatkan manusia.

3. Tidak mendatangkan mudharat

Tujuan olahraga adalah datangnya kebaikan bagi diri manusia. Jadi, jangan sampai dalam berolahraga malah mendatangkan kemudharatan, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Terlebih lagi sesama saudara muslim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda,

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ


“Tidak boleh memudharati diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 2341)

Sebagai contoh, melakukan pelanggaran dalam olahraga yang itu melukai orang lain seperti tackling yang salah sasaran dalam sepakbola.

Adapun pada olahraga yang memang secara aturan permainan ada bentuk melukai orang lain, seperti tinju, MMA, dan bela diri, para ulama berbeda pendapat mengenai kebolehannya.

Dalam satu pendapat, bentuk permainan yang mendatangkan bahaya seperti yang disebutkan haram hukumnya. Ini adalah pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam fatwanya.

Ada pula yang berpendapat hukumnya tergantung pada kemungkinan akibatnya. Jika kemungkinan akibatnya tidak selamat maka hukumnya haram. Namun, jika kemungkinan selamat maka hukumnya boleh dan halal.

Syaikh al-Bajuri dalam Hasyiyah-nya (2/770) mengatakan,

وَكُلُّ أَنْوَاعِ اللَّعِبِ الْخَطِرَةِ فَتَحْرُمُ اِنْ لَمْ تَغْلِبْ السَّلَامَةُ وَتَحِلُّ اِنْ غَلَبَتِ السَّلَامَةُ
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1805 seconds (0.1#10.140)