Kematian Tak Hanya Sekali tapi 2 Kali, Begini Penjelasan Quraish Shihab
loading...
A
A
A
Prof Dr M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007) mengatakan kematian dalam pandangan Al-Quran tidak hanya terjadi sekali, tetapi dua kali.
Surat Ghafir ayat 11 mengabadikan sekaligus membenarkan ucapan orang-orang kafir di hari kemudian: "Mereka berkata, 'Wahai Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami menyadari dosa-dosa kami maka adakah jalan bagi kami untuk keluar (dari siksa neraka)?"
Kematian oleh sementara ulama didefinisikan sebagai "ketiadaan hidup," atau "antonim dari hidup."
Kematian pertama dialami oleh manusia sebelum kelahirannya, atau saat sebelum Allah menghembuskan roh kehidupan kepadanya; sedang kematian kedua, saat ia meninggalkan dunia yang fana ini.
Kehidupan pertama dialami oleh manusia pada saat manusia menarik dan menghembuskan nafas di dunia, sedang kehidupan kedua saat ia berada di alam barzakh, atau kelak ketika ia hidup kekal di hari akhirat.
Al-Quran berbicara tentang kematian dalam banyak ayat, sementara pakar memperkirakan tidak kurang dari 300-an ayat yang berbicara tentang berbagai aspek kematian dan kehidupan sesudah kematian kedua.
Kesan Umum
Quraish Shihab mengatakan secara umum dapat dikatakan bahwa pembicaraan tentang kematian bukan sesuatu yang menyenangkan.
Namun manusia bahkan ingin hidup seribu tahun lagi. Ini, tentu saja bukan hanya ucapan Chairil Anwar, tetapi Al-Quran pun melukiskan keinginan sekelompok manusia untuk hidup selama itu (baca surat Al-Baqarah [2] : 96).
Iblis berhasil merayu Adam dan Hawa melalui "pintu" keinginan untuk hidup kekal selama-lamanya.
"Maukah engkau kutunjukkan pohon kekekalan (hidup) dan kekuasaan yang tidak akan lapuk?" ( QS Thaha [20] : 120).
Banyak faktor yang membuat seseorang enggan mati. Ada orang yang enggan mati karena ia tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian; mungkin juga karena menduga bahwa yang dimiliki sekarang lebih baik dari yang akan didapati nanti.
"Atau mungkin juga karena membayangkan betapa sulit dan pedih pengalaman mati dan sesudah mati. Atau mungkin karena khawatir memikirkan dan prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan, atau karena tidak mengetahui makna hidup dan mati, dan lain sebagainya, sehingga semuanya merasa cemas dan takut menghadapi kematian," ujar Quraish.
Dari sini lahir pandangan-pandangan optimistis dan pesimistis terhadap kematian dan kehidupan, bahkan dari kalangan para pemikir sekalipun.
Manusia, melalui nalar dan pengalamannya tidak mampu mengetahui hakikat kematian, karena itu kematian dinilai sebagai salah satu gaib nisbi yang paling besar. Walaupun pada hakikatnya kematian merupakan sesuatu yang tidak diketahui, namun setiap menyaksikan bagaimana kematian merenggut nyawa yang hidup manusia semakin terdorong untuk mengetahui hakikatnya atau, paling tidak, ketika itu akan terlintas dalam benaknya, bahwa suatu ketika ia pun pasti mengalami nasib yang sama.
Manusia menyaksikan bagaimana kematian tidak memilih usia atau tempat, tidak pula menangguhkan kehadirannya sampai terpenuhi semua keinginan.
Di kalangan sementara orang, kematian menimbulkan kecemasan, apalagi bagi mereka yang memandang bahwa hidup hanya sekali yakni di dunia ini saja.
Surat Ghafir ayat 11 mengabadikan sekaligus membenarkan ucapan orang-orang kafir di hari kemudian: "Mereka berkata, 'Wahai Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami menyadari dosa-dosa kami maka adakah jalan bagi kami untuk keluar (dari siksa neraka)?"
Kematian oleh sementara ulama didefinisikan sebagai "ketiadaan hidup," atau "antonim dari hidup."
Kematian pertama dialami oleh manusia sebelum kelahirannya, atau saat sebelum Allah menghembuskan roh kehidupan kepadanya; sedang kematian kedua, saat ia meninggalkan dunia yang fana ini.
Kehidupan pertama dialami oleh manusia pada saat manusia menarik dan menghembuskan nafas di dunia, sedang kehidupan kedua saat ia berada di alam barzakh, atau kelak ketika ia hidup kekal di hari akhirat.
Al-Quran berbicara tentang kematian dalam banyak ayat, sementara pakar memperkirakan tidak kurang dari 300-an ayat yang berbicara tentang berbagai aspek kematian dan kehidupan sesudah kematian kedua.
Kesan Umum
Quraish Shihab mengatakan secara umum dapat dikatakan bahwa pembicaraan tentang kematian bukan sesuatu yang menyenangkan.
Namun manusia bahkan ingin hidup seribu tahun lagi. Ini, tentu saja bukan hanya ucapan Chairil Anwar, tetapi Al-Quran pun melukiskan keinginan sekelompok manusia untuk hidup selama itu (baca surat Al-Baqarah [2] : 96).
Iblis berhasil merayu Adam dan Hawa melalui "pintu" keinginan untuk hidup kekal selama-lamanya.
"Maukah engkau kutunjukkan pohon kekekalan (hidup) dan kekuasaan yang tidak akan lapuk?" ( QS Thaha [20] : 120).
Baca Juga
Banyak faktor yang membuat seseorang enggan mati. Ada orang yang enggan mati karena ia tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian; mungkin juga karena menduga bahwa yang dimiliki sekarang lebih baik dari yang akan didapati nanti.
"Atau mungkin juga karena membayangkan betapa sulit dan pedih pengalaman mati dan sesudah mati. Atau mungkin karena khawatir memikirkan dan prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan, atau karena tidak mengetahui makna hidup dan mati, dan lain sebagainya, sehingga semuanya merasa cemas dan takut menghadapi kematian," ujar Quraish.
Dari sini lahir pandangan-pandangan optimistis dan pesimistis terhadap kematian dan kehidupan, bahkan dari kalangan para pemikir sekalipun.
Manusia, melalui nalar dan pengalamannya tidak mampu mengetahui hakikat kematian, karena itu kematian dinilai sebagai salah satu gaib nisbi yang paling besar. Walaupun pada hakikatnya kematian merupakan sesuatu yang tidak diketahui, namun setiap menyaksikan bagaimana kematian merenggut nyawa yang hidup manusia semakin terdorong untuk mengetahui hakikatnya atau, paling tidak, ketika itu akan terlintas dalam benaknya, bahwa suatu ketika ia pun pasti mengalami nasib yang sama.
Baca Juga
Manusia menyaksikan bagaimana kematian tidak memilih usia atau tempat, tidak pula menangguhkan kehadirannya sampai terpenuhi semua keinginan.
Di kalangan sementara orang, kematian menimbulkan kecemasan, apalagi bagi mereka yang memandang bahwa hidup hanya sekali yakni di dunia ini saja.