Apakah Ada Perayaan Rebo Wekasan dalam Islam?
loading...
A
A
A
Apakah ada perayaan Rebo Wekasan dalam Islam? Siti Mahmudah Yanti dalam papernya berjudul "Tradisi Rebo Wekasan Di Desa Suci" menyebut ini sebagai tradisi yang sudah identik dan melekat dengan Budaya Jawa . Dia menyebut ritual ini dilakukan sejak Sunan Giri .
Istilah Rebo Wekasan bila ditinjau dari Bahasa Arab adalah Arba’a yang berarti Rabu dan Hasanun yang berarti bagus. Artinya hari Rabu sebaiknya dipergunakan untuk melakukan hal-hal yang bagus.
"Sedangkan ditinjau dari bahasa Jawa berarti Rebo Pungkasan atau Rabu yang terakhir pada setiap bulan Safar," tulis Siti Mahmudah Yanti.
Menurutnya, berkaitan dengan itu ada ulama yang menyebutkan bahwa pada Bulan Safar Allah SWT menurunkan 320.000 sampai 500.000 lebih macam penyakit atau musibah .
Nah, untuk mengantisipasinya agar terhindar dari musibah tersebut sebagian umat Islam melakukan tirakatan, beribadah menghadap Allah SWT seraya berdoa agar terhindar dari malapetaka tepat di hari Rabu terakhir di bulan Safar.
Khusus di Desa Suci, Gresik, Jawa Timur, menurut Siti, tradisi Rebo Wekasan selain identik dengan keramaian juga memiliki nuansa religius yang sedikit terlupakan oleh mayarakat, karena mereka mungkin tidak mengetahui persis apa yang melatar belakangi munculnya Tradisi Rebo Wekasan di Desa Suci.
Sementara itu, Siti Nurjannah dalam karya tulisnya berjudul "Living Hadis: Tradisi Rebo Wekasan di Pondok Pesantren MQHS Al-Kamaliyah Babakan Ciwaringin Cirebon" juga menyebut Tradisi Rebo Wekasan yang dilaksanakan di Pondok MQHS Al-Kamaliyah Babakan Ciwaringin Cirebon tidak terlepas dari tradisi leluhur yang turun temurun dari generasi ke generasi.
Menurut penuturan Nyai Fatimah, pengasuh sekaligus pendiri Pondok MQHS al Kamaliyah Babakan, tradisi ini diyakini sebagai tradisi leluhur yang masih harus dilestarikan. Jika tidak mengamalkan tradisi ini, ia merasa khawatir akan datangnya blai atau bencana.
Ia menjelaskan bahwa tradisi ini bertujuan untuk mencegah datangnya malapetaka di hari Rabu terakhir di Bulan Safar. Menurutnya, mengamalkan ritual Rebo Wekasan di bulan Safar merupakan bentuk ikhtiar seorang hamba agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Nyai Fatimah menjelaskan, bahwa tradisi Rebo Wekasan adalah warisan dari orang tuanya dari generasi ke generasi. Ia mengakui bahwa melakukan tradisi Rebo Wekasan atas arahan dari orang tuanya.
"Tradisi Rebo Wekasan ini merupakan tradisi yang sudah membudaya dan menjadi tradisi tahunan di kalangan pesantren Babakan, maka ia pun ikut melaksanakan dan melestarikan tradisi ini," demikian Siti Nurjannah.
Istilah Rebo Wekasan bila ditinjau dari Bahasa Arab adalah Arba’a yang berarti Rabu dan Hasanun yang berarti bagus. Artinya hari Rabu sebaiknya dipergunakan untuk melakukan hal-hal yang bagus.
"Sedangkan ditinjau dari bahasa Jawa berarti Rebo Pungkasan atau Rabu yang terakhir pada setiap bulan Safar," tulis Siti Mahmudah Yanti.
Menurutnya, berkaitan dengan itu ada ulama yang menyebutkan bahwa pada Bulan Safar Allah SWT menurunkan 320.000 sampai 500.000 lebih macam penyakit atau musibah .
Baca Juga
Nah, untuk mengantisipasinya agar terhindar dari musibah tersebut sebagian umat Islam melakukan tirakatan, beribadah menghadap Allah SWT seraya berdoa agar terhindar dari malapetaka tepat di hari Rabu terakhir di bulan Safar.
Khusus di Desa Suci, Gresik, Jawa Timur, menurut Siti, tradisi Rebo Wekasan selain identik dengan keramaian juga memiliki nuansa religius yang sedikit terlupakan oleh mayarakat, karena mereka mungkin tidak mengetahui persis apa yang melatar belakangi munculnya Tradisi Rebo Wekasan di Desa Suci.
Sementara itu, Siti Nurjannah dalam karya tulisnya berjudul "Living Hadis: Tradisi Rebo Wekasan di Pondok Pesantren MQHS Al-Kamaliyah Babakan Ciwaringin Cirebon" juga menyebut Tradisi Rebo Wekasan yang dilaksanakan di Pondok MQHS Al-Kamaliyah Babakan Ciwaringin Cirebon tidak terlepas dari tradisi leluhur yang turun temurun dari generasi ke generasi.
Menurut penuturan Nyai Fatimah, pengasuh sekaligus pendiri Pondok MQHS al Kamaliyah Babakan, tradisi ini diyakini sebagai tradisi leluhur yang masih harus dilestarikan. Jika tidak mengamalkan tradisi ini, ia merasa khawatir akan datangnya blai atau bencana.
Baca Juga
Ia menjelaskan bahwa tradisi ini bertujuan untuk mencegah datangnya malapetaka di hari Rabu terakhir di Bulan Safar. Menurutnya, mengamalkan ritual Rebo Wekasan di bulan Safar merupakan bentuk ikhtiar seorang hamba agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Nyai Fatimah menjelaskan, bahwa tradisi Rebo Wekasan adalah warisan dari orang tuanya dari generasi ke generasi. Ia mengakui bahwa melakukan tradisi Rebo Wekasan atas arahan dari orang tuanya.
"Tradisi Rebo Wekasan ini merupakan tradisi yang sudah membudaya dan menjadi tradisi tahunan di kalangan pesantren Babakan, maka ia pun ikut melaksanakan dan melestarikan tradisi ini," demikian Siti Nurjannah.
(mhy)