Ahli Kitab: Istilah-Istilah Al-Qur'an terhadap Yahudi dan Nasrani

Kamis, 05 September 2024 - 19:09 WIB
loading...
Ahli Kitab: Istilah-Istilah...
Prof Quraish Shihab. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Al-Qur'an menggunakan beberapa istilah yang berbeda ketika menunjuk kepada orang Yahudi dan Nasrani , dua kelompok masyarakat yang minimal disepakati oleh seluruh ulama sebagai Ahl Al-Kitab .

"Selain istilah Ahl Al-Kitab, Al-Qur'an juga menggunakan istilah Utu Al-Kitab, Utu nashiban minal kitab, Al-Yahud, Al-Ladzina Hadu, Bani Israil, An Nashara, dan istilah lainnya," tulis Prof Dr M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007).

Menurut Quraish, kata Ahl Al-Kitab terulang di dalam Al-Qur'an sebanyak 31 kali, Utu Al-Kitab18 kali, Utu nashiban minal kitab3 kali, Al-Yahud8 kali, Al-Ladzina Hadu10 kali, An-Nashara14 kali, dan Bani/Banu Isra'il41 kali

Kesan umum diperoleh bahwa bila Al-Qur'an menggunakan kata Al-Yahud maka isinya adalah kecaman atau gambaran negatif tentang mereka. Perhatikan misalnya firman-Nya tentang kebencian orang Yahudi terhadap kaum Muslim ( QS Al-Maidah [5] : 82), atau ketidakrelaan orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap kaum Muslim sebelum umat Islam mengikuti mereka ( QS Al-Baqarah [2] : 120).



Selanjutnya, pengakuan mereka bahwa orang Yahudi dan Nasrani adalah putra-putra dan kinasih Allah (QS Al-Maidah [5]: 18), atau pernyataan orang Yahudi bahwa tangan Allah terbelenggu (kikir) (QS Al-Maidah [5]: 64), dan sebagainya.

Quraish mengatakan bila Al-Qur'an menggunakan Al-Ladzina Hadu, maka kandungannya ada yang berupa kecaman, misalnya terhadap mereka yang mengubah arti kata-kata atau mengubah dan menguranginya ( QS Al-Nisa, [4] : 46), atau bahwa mereka tekun mendengar (berita kaum Muslim) untuk menyebarluaskan kebohongan (QS Al-Maidah [5]: 41), dan ada juga yang bersifat netral, seperti janji bagi mereka yang beriman dengan benar untuk tidak akan mengalami rasa takut atau sedih (QS Al-Baqarah [2]: 62).

Kata Nashara sama penggunaannya dengan Al-Ladzina Hadu, terkadang digunakan dalam konteks positif dan pujian,
misalnya surat Al-Maidah [5]: 82 yang menjelaskan tentang mereka yang paling akrab persahabatannya dengan orang-orang Islam; dan di kali lain dalam konteks kecaman, seperti dalam surat Al-Baqarah [2]: 120 yang berbicara tentang ketidakrelaan mereka terhadap orang Islam sampai kaum Muslim mengikuti mereka.

Dalam kesempatan lain kandungannya bersifat netral: bukan kecaman bukan pula pujian, seperti dalam surat Al-Hajj [22]; 17 yang membicarakan tentang putusan Tuhan yang adil terhadap mereka dan kelompok-kelompok lain, kelak di hari kemudian.

"Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa bila Al-Qur'an menggunakan Al-Yahud, maka pasti ayat tersebut berupa kecaman atas sikap-sikap buruk mereka, dan jika menggunakan kata Nashara, maka ia belum tentu bersikap kecaman, sama halnya dengan Al-Ladzina Hadu," ujar Quraish.



Surat Al-BaqarahAyat 120

Agaknya ini sebabnya sehingga surat Al-Baqarah [2]: 120 yang berbunyi "Lan tardha 'ankal-Yahud wa lan Nashara hatta tattabi'a millatahum (orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sampai engkau mengikuti
agama/tatacara mereka," menggunakan kata "lan" terhadap orang Yahudi, dan kata "la" terhadap orang Nasrani.

Menurut pakar-pakar bahasa Al-Qur'an, antara lain Az-Zarkasyi dalam bukunya Al-Burhan, kata "lan" digunakan untuk menafikkan sesuatu di masa datang, dan penafian tersebut lebih kuat dari "la" yang digunakan untuk menafikan sesuatu, tanpa mengisyaratkan masa penafian itu, sehingga boleh saja ia terbatas untuk masa lampau, kini, atau masa datang.

Ayat di atas, secara tegas menyatakan bahwa selama seseorang itu Yahudi (Ingat bukan Al-Ladzina Hadu atau Ahl Al-Kitab), maka ia pasti tidak akan rela terhadap umat Islam hingga umat Islam mengikuti agama/tatacara mereka. Dalam arti, menyetujui sikap dan tindakan serta arah yang mereka tuju.

Mufasir besar Ar-Razi mengemukakan bahwa maksud ayat ini adalah menjelaskan:

"Keadaan mereka dalam bersikeras berpegang pada kebatilan mereka, dan ketegaran mereka dalam kekufuran, bahwa mereka itu juga (di samping kekufuran itu) berkeinginan agar diikuti millat mereka. Mereka tidak rela dengan kitab (suci
yang dibawa beliau), bahkan mereka berkeinginan (memperoleh) persetujuan beliau menyangkut keadaan mereka.



Dengan demikian (Allah) menjelaskan kerasnya permusuhan mereka terhadap Rasul, serta menerangkan situasi yang mengakibatkan keputusasaan tentang persetujuan mereka (menganut Islam)."

Syaikh Muhammad Thahir bin Asyur dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kalimat hatta tattabi'a millatahum (sampai engkau mengikuti agama mereka) adalah:
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2950 seconds (0.1#10.140)