Begini Watak Bangsa Arab Zaman Jahiliah: Gemar Berperang dan Mabuk-Mabukan
loading...
A
A
A
Jazirah Arab yang gersang dan tandus memberi pengaruh terhadap bentuk fisik dan karakter mereka. Pada bentuk fisik mereka bertubuh kekar, kuat dan mempunyai daya tahan tubuh yang tangguh. Sedangkan dalam karakter memberi watak khusus, baik yang positif atau baik maupun yang negatif atau buruk.
Dr H Syamruddin Nasution M.Ag dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menyebut watak positif bangsa Arab salah satunya adalah kedermawanan karena di kalangan masyarakat kedermawanan adalah bukti kemuliaan.
Semakin dermawan seseorang maka dia akan semakin dihargai dan dikagumi. Jadi, kedermawanan itu adalah lambang kemuliaan. Dengan demikian, motif kedermawanan itu bukanlah kebaikan hati, tetapi didasari oleh keinginan untuk dihormati dan dimuliakan untuk popularitas dan terkenal.
Kedua, keberanian dan kepahlawanan menjadi syarat yang mutlak diperlukan agar dapat mempertahankan hidup di padang pasir yang tandus dan gersang itu. "Oleh karena itu tidak mengherankan jika keberanian mendapat nilai yang paling tinggi dan unsur yang paling esensi dalam masyarakat Jahiliyah untuk mempertahankan kehormatan suku. Sebab suku yang penakut akan menjadi mangsa bagi suku yang pemberani," ujar Nourouzzaman Shiddiqi dalam "Pengantar Sejarah Muslim" (Yogyakarta: Cakra Donya, 1981).
Adapun watak negatif bangsa Arab salah satunya adalah gemar berperang . Hidup di Jazirah Arab yang gersang dan tandus memerlukan tambahan sumber menunjang kehidupan. Di samping itu, binatang ternak pun memerlukan ladang-ladang gembalaan. Untuk memenuhi keperluan tersebut mesti harus menyeberang ke perkampungan orang lain.
Namun karena desa lain pun mengalami problem yang sama, maka jalan satu-satunya adalah perang. Siapa yang kuat dialah yang berhak untuk hidup. "Oleh karena itu dalam pandangan orang Arab, perang adalah untuk mempertahankan hidup," ujar Syamruddin Nasution.
Kedua, angkuh dan sombong, darah di kalangan masyarakat Arab mempunyai harga yang sangat tinggi. Setiap darah yang tertumpah dari salah satu anggota sukunya menjadi kewajiban bagi seluruh anggota suku untuk menuntut balas dengan tanpa memperhitungkan apa yang menjadi penyebabnya. Hal ini akibat dari sifat angkuh dan sombong, karena merasa paling hebat.
Ketiga, pemabuk dan penjudi. Di kalangan masyarakat Arab yang kaya, minuman keras dianggap sebagai barang mewah. Bahkan melalui minuman keras mereka mampu memamerkan kekayaannya. Sedangkan bagi kalangan ekonomi lemah mabuk-mabukan merupakan tempat pelarian untuk melupakan himpitan hidup yang berat.
Dr H Syamruddin Nasution M.Ag dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menyebut watak positif bangsa Arab salah satunya adalah kedermawanan karena di kalangan masyarakat kedermawanan adalah bukti kemuliaan.
Semakin dermawan seseorang maka dia akan semakin dihargai dan dikagumi. Jadi, kedermawanan itu adalah lambang kemuliaan. Dengan demikian, motif kedermawanan itu bukanlah kebaikan hati, tetapi didasari oleh keinginan untuk dihormati dan dimuliakan untuk popularitas dan terkenal.
Kedua, keberanian dan kepahlawanan menjadi syarat yang mutlak diperlukan agar dapat mempertahankan hidup di padang pasir yang tandus dan gersang itu. "Oleh karena itu tidak mengherankan jika keberanian mendapat nilai yang paling tinggi dan unsur yang paling esensi dalam masyarakat Jahiliyah untuk mempertahankan kehormatan suku. Sebab suku yang penakut akan menjadi mangsa bagi suku yang pemberani," ujar Nourouzzaman Shiddiqi dalam "Pengantar Sejarah Muslim" (Yogyakarta: Cakra Donya, 1981).
Adapun watak negatif bangsa Arab salah satunya adalah gemar berperang . Hidup di Jazirah Arab yang gersang dan tandus memerlukan tambahan sumber menunjang kehidupan. Di samping itu, binatang ternak pun memerlukan ladang-ladang gembalaan. Untuk memenuhi keperluan tersebut mesti harus menyeberang ke perkampungan orang lain.
Namun karena desa lain pun mengalami problem yang sama, maka jalan satu-satunya adalah perang. Siapa yang kuat dialah yang berhak untuk hidup. "Oleh karena itu dalam pandangan orang Arab, perang adalah untuk mempertahankan hidup," ujar Syamruddin Nasution.
Kedua, angkuh dan sombong, darah di kalangan masyarakat Arab mempunyai harga yang sangat tinggi. Setiap darah yang tertumpah dari salah satu anggota sukunya menjadi kewajiban bagi seluruh anggota suku untuk menuntut balas dengan tanpa memperhitungkan apa yang menjadi penyebabnya. Hal ini akibat dari sifat angkuh dan sombong, karena merasa paling hebat.
Ketiga, pemabuk dan penjudi. Di kalangan masyarakat Arab yang kaya, minuman keras dianggap sebagai barang mewah. Bahkan melalui minuman keras mereka mampu memamerkan kekayaannya. Sedangkan bagi kalangan ekonomi lemah mabuk-mabukan merupakan tempat pelarian untuk melupakan himpitan hidup yang berat.
(mhy)