Sikap Allah SWT terhadap Nabi Muhammad SAW: Memanggil dengan Panggilan Kemuliaan
loading...
A
A
A
Prof Dr Quraish Shihab mengatakan dari penelusuran terhadap ayat-ayat Al-Quran ditemukan bahwa para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW telah diseru oleh Allah dengan nama-nama mereka; Ya Adam..., Ya Musa..., Ya Isa...,
dan sebagainya.
Akan tetapi terhadap Nabi Muhammad SAW, Allah SWT sering memanggilnya dengan panggilan kemuliaan, seperti Ya ayyuhan Nabi..., Ya ayyuhar Rasul..., atau memanggilnya dengan panggilan-panggilan mesra, seperti Ya ayyuhal muddatstsir, atau ya ayyuhal muzzammil (wahai orang yang berselimut).
"Kalau pun ada ayat yang menyebut namanya, nama tersebut dibarengi dengan gelar kehormatan," tulisQuraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran,Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat". Dia menyebutfirman Allah SWT dalam surat Ali-'Imran (3) : 144, Al-Ahzab (33) : 40, Al-Fat-h (48) : 29, dan Al-Shaff (61) : 6.
Dalam konteks ini dapat dimengerti mengapa Al-Quran berpesan kepada kaum mukmin. "Janganlah kamu menjadikan panggilan kepada Rasul di antara kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain... ( QS Al-Nur [24] : 63).
Sikap Allah kepada Rasul SAW dapat juga dilihat dengan membandingkan sikap-Nya terhadap Musa as .
Nabi Musa as bermohon agar Allah menganugerahkan kepadanya kelapangan dada, serta memohon agar Allah memudahkan segala persoalannya. "Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku ( QS Thaha [20] : 25-26).
Sedangkan Nabi Muhammad SAW memperoleh anugerah kelapangan dada tanpa mengajukan permohonan. Perhatikan firman Allah dalam surat Alam Nasyrah, Bukankah Kami telah melapangkan dadamu? ( QS Alam Nasyrah [94] : 1).
Dapat diambil kesimpulan bahwa yang diberi tanpa bermohon tentunya lebih dicintai daripada yang bermohon, baik permohonannya dikabulkan, lebih-lebih yang tidak.
Permohonan Nabi Musa as adalah agar urusannya dipermudah, sedangkan Nabi Muhammad SAW bukan sekadar urusan yang dimudahkan Tuhan, melainkan beliau sendiri yang dianugerahi kemudahan. Sehingga betapapun sulitnya persoalan yang dihadapi-dengan pertolongan Allah-beliau akan mampu menyelesaikannya. Mengapa demikian? Karena Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad dalam surat Al-A'la (87) : 8: "Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."
Mungkin saja urusan telah mudah, namun seseorang, karena satu dan lain sebab-tidak mampu menghadapinya. Tetapi jika yang bersangkutan telah memperoleh kemudahan, walaupun sulit urusan tetap akan terselesaikan.
Keistimewaan yang dimiliki beliau tidak berhenti di sana saja. Juga dengan keistimewaan kedua, yaitu "jalan yang beliau tempuh selalu dimudahkan Tuhan" sebagaimana tersurat dalam firman Allah, "Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah." ( QS Al-A'la [87 ]: 8).
Menurut Quraish, dari sini jelas bahwa apa yang diperoleh oleh Nabi Muhammad SAW melebihi apa yang diperoleh oleh Nabi Musa as, karena beliau tanpa bermohon pun memperoleh kemudahan berganda, sedangkan Nabi Musa a.s. baru memperoleh anugerah "kemudahan urusan" setelah mengajukan permohonannya.
Itu bukan berarti bahwa Nabi Muhammad SAW dimanjakan oleh Allah, sehingga beliau tidak akan ditegur apabila melakukan sesuatu yang kurang wajar sebagai manusia pilihan.
dan sebagainya.
Akan tetapi terhadap Nabi Muhammad SAW, Allah SWT sering memanggilnya dengan panggilan kemuliaan, seperti Ya ayyuhan Nabi..., Ya ayyuhar Rasul..., atau memanggilnya dengan panggilan-panggilan mesra, seperti Ya ayyuhal muddatstsir, atau ya ayyuhal muzzammil (wahai orang yang berselimut).
"Kalau pun ada ayat yang menyebut namanya, nama tersebut dibarengi dengan gelar kehormatan," tulisQuraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran,Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat". Dia menyebutfirman Allah SWT dalam surat Ali-'Imran (3) : 144, Al-Ahzab (33) : 40, Al-Fat-h (48) : 29, dan Al-Shaff (61) : 6.
Baca Juga
Dalam konteks ini dapat dimengerti mengapa Al-Quran berpesan kepada kaum mukmin. "Janganlah kamu menjadikan panggilan kepada Rasul di antara kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain... ( QS Al-Nur [24] : 63).
Sikap Allah kepada Rasul SAW dapat juga dilihat dengan membandingkan sikap-Nya terhadap Musa as .
Nabi Musa as bermohon agar Allah menganugerahkan kepadanya kelapangan dada, serta memohon agar Allah memudahkan segala persoalannya. "Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku ( QS Thaha [20] : 25-26).
Sedangkan Nabi Muhammad SAW memperoleh anugerah kelapangan dada tanpa mengajukan permohonan. Perhatikan firman Allah dalam surat Alam Nasyrah, Bukankah Kami telah melapangkan dadamu? ( QS Alam Nasyrah [94] : 1).
Dapat diambil kesimpulan bahwa yang diberi tanpa bermohon tentunya lebih dicintai daripada yang bermohon, baik permohonannya dikabulkan, lebih-lebih yang tidak.
Permohonan Nabi Musa as adalah agar urusannya dipermudah, sedangkan Nabi Muhammad SAW bukan sekadar urusan yang dimudahkan Tuhan, melainkan beliau sendiri yang dianugerahi kemudahan. Sehingga betapapun sulitnya persoalan yang dihadapi-dengan pertolongan Allah-beliau akan mampu menyelesaikannya. Mengapa demikian? Karena Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad dalam surat Al-A'la (87) : 8: "Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."
Mungkin saja urusan telah mudah, namun seseorang, karena satu dan lain sebab-tidak mampu menghadapinya. Tetapi jika yang bersangkutan telah memperoleh kemudahan, walaupun sulit urusan tetap akan terselesaikan.
Keistimewaan yang dimiliki beliau tidak berhenti di sana saja. Juga dengan keistimewaan kedua, yaitu "jalan yang beliau tempuh selalu dimudahkan Tuhan" sebagaimana tersurat dalam firman Allah, "Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah." ( QS Al-A'la [87 ]: 8).
Menurut Quraish, dari sini jelas bahwa apa yang diperoleh oleh Nabi Muhammad SAW melebihi apa yang diperoleh oleh Nabi Musa as, karena beliau tanpa bermohon pun memperoleh kemudahan berganda, sedangkan Nabi Musa a.s. baru memperoleh anugerah "kemudahan urusan" setelah mengajukan permohonannya.
Itu bukan berarti bahwa Nabi Muhammad SAW dimanjakan oleh Allah, sehingga beliau tidak akan ditegur apabila melakukan sesuatu yang kurang wajar sebagai manusia pilihan.
(mhy)