Kisah Ahli Maksiat Masuk Surga Ahli Ibadah Masuk Neraka
loading...
A
A
A
Ketika Utsmân wafat, dia berkata:
"Rahmat Allah membersamaimu wahai Abu Saib. Aku bersaksi bahwa Allah telah memuliakanmu."
Mendengar ucapan Umm Ala’, Rasulullah menegur: ‘Dari mana kamu tahu Allah telah memuliakannya?”
Allah kemudian menjelaskan bahwa orang boleh saja berharap seseorang diliputi kebaikan atau husnul khatimah karena rekam jejak perbuatannya. Tetapi, dia tidak boleh memastikan nasibnya karena itu otoritas Allah. Berharap dan mendoakan boleh, memastikan tidak boleh.
Seandainya Umm Alâ’ berkata, ‘Aku bersaksi kamu orang baik’ tanpa mencatut otoritas Allah dan memastikan nasibnya, mungkin Rasulullah tidak akan menegurnya.
Rasulullah kemudian mengajarkan prinsip tauhid tingkat tinggi dan bersabda:
"Aku ini Rasulullah dan demi Allah aku juga tidak tahu nasibku."
Ini tentu saja pelajaran bagi umatnya, karena Rasulullah telah dijamin oleh Allah dengan ayat 2 surat alfath:
Liyagfira lakallāhu mā taqaddama min żambika wa mā ta`akhkhara wa yutimma ni'matahụ 'alaika wa yahdiyaka ṣirāṭam mustaqīmā
Artinya: Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus.
"Tidaklah seseorang di antara kalian yang selamat karena amalnya. Sahabat bertanya, ‘Tidak juga engkau wahai Rasulullah.’ Nabi menjawab, ‘Tidak juga aku, tanpa rahmat Allah menyelimutiku’." (HR Bukhârî-Muslim).
Hendaknya disadari bahwa nasib manusia semua ada di tangan Allah, bukan di yang lain. Allah bahkan telah mengingatkan Nabi Muhammad SAW :
"Tak ada sedikit pun wewenangmu dalam urusan mereka itu apakah Allah menerima tobat mereka atau mengazab mereka." ( QS Ali Imran/3 : 128).
رحمة الله عليك أبا السائب شهادتي عليك لقد أكرمك الله
"Rahmat Allah membersamaimu wahai Abu Saib. Aku bersaksi bahwa Allah telah memuliakanmu."
Mendengar ucapan Umm Ala’, Rasulullah menegur: ‘Dari mana kamu tahu Allah telah memuliakannya?”
Allah kemudian menjelaskan bahwa orang boleh saja berharap seseorang diliputi kebaikan atau husnul khatimah karena rekam jejak perbuatannya. Tetapi, dia tidak boleh memastikan nasibnya karena itu otoritas Allah. Berharap dan mendoakan boleh, memastikan tidak boleh.
Seandainya Umm Alâ’ berkata, ‘Aku bersaksi kamu orang baik’ tanpa mencatut otoritas Allah dan memastikan nasibnya, mungkin Rasulullah tidak akan menegurnya.
Rasulullah kemudian mengajarkan prinsip tauhid tingkat tinggi dan bersabda:
وما أدري والله وأنا رسول الله ما يفعل بي
"Aku ini Rasulullah dan demi Allah aku juga tidak tahu nasibku."
Ini tentu saja pelajaran bagi umatnya, karena Rasulullah telah dijamin oleh Allah dengan ayat 2 surat alfath:
لِّيَغْفِرَ لَكَ ٱللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنۢبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَٰطًا مُّسْتَقِيمًا
Liyagfira lakallāhu mā taqaddama min żambika wa mā ta`akhkhara wa yutimma ni'matahụ 'alaika wa yahdiyaka ṣirāṭam mustaqīmā
Artinya: Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus.
لن ينجي أحداً منكم عمله٠ قالوا: ولا أنت يا رسول الله؟ قال: ولا أنا، إلا أن يتغمدني الله برحمة
"Tidaklah seseorang di antara kalian yang selamat karena amalnya. Sahabat bertanya, ‘Tidak juga engkau wahai Rasulullah.’ Nabi menjawab, ‘Tidak juga aku, tanpa rahmat Allah menyelimutiku’." (HR Bukhârî-Muslim).
Hendaknya disadari bahwa nasib manusia semua ada di tangan Allah, bukan di yang lain. Allah bahkan telah mengingatkan Nabi Muhammad SAW :
ليس لك من الأمر شيء أو يتوب عليهم أو يعذبهم
"Tak ada sedikit pun wewenangmu dalam urusan mereka itu apakah Allah menerima tobat mereka atau mengazab mereka." ( QS Ali Imran/3 : 128).
(mhy)