Belajar Silaturahmi Tanpa Batas dari Asma binti Abu Bakar

Minggu, 30 Agustus 2020 - 17:18 WIB
loading...
Belajar Silaturahmi Tanpa Batas dari  Asma binti Abu Bakar
Berbuat baik pada orang tua harus tetap dilakukan setiap muslim, meskipun berbeda dalam hal keyakinan. Salah satunya tetap menjaga tali silaturahmi, dan menaati perintah yang selain maksiat. foto ilustrasi/adna24
A A A
Asma binti Abu Bakar, atau dikenal dengan nama Ummu Abdullah al-Qurasyiyah at-Tamiyah putri dari seorang laki-laki yang pertama masuk Islam setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, penghulu kaum muslimin yakni Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu'anhu, sedangkan ibunya bernama Qatilah binti Abdul Uzza al-Amiriyah.

Asma juga merupakan saudari dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyalahu'anha yang usianya lebih tua belasan tahun dari ‘Aisyah. Asma masuk Islam setelah ada tujuh orang yang masuk Islam. Ia membai’at diri kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan beriman kepadanya dengan iman yang kuat. (Baca juga : Hati-hati pada Dosa Besar yang Sering Diremehkan Ini! )

Asma juga dipanggil dengan sebutan “Dzatun Nithaqain“ (pemilik dua ikat pinggang), karena ia pernah membelah ikat pinggangnya menjadi dua untuk mempermudah baginya dalam membawa dan menyembunyikan makanan dan minuman yang akan beliau kirim ke gua Tsur untuk Rasulullah tatkala beliau hijrah.

Manakala RasulullahShallallahu alaihi wa sallammelihat apa yang telah dilakukan oleh Asma’ terhadap ikat pinggangnya tersebut maka Rasulullah memberi julukan kepadanya “Dzatun Nithaqain” (pemilik dua ikat pinggang).

Menurut sejarah, Asma merupakanperempuanmuhajirah yang terakhir meninggal dunia. Ia berumur panjang hingga seratus tahun dan tidak ada satupun giginya yang copot. Asma’ wafat dalam keadaan buta sepuluh hari setelah peristiwa pembunuhan anaknya Abdullah bin Zubair ketika terjadi sengketa perebutan jabatan khalifah . (Baca juga : Tips Sehat dan Cantik dari Aisyah, Istri Rasulullah )

Dari beberapa bagian kisah hidupnya, ada pelajaran penting yang bisa kita petik dari kisah Asma dengan ibunya. Yakni pentingnya silaturahmi dan toleransi. Berikut kisahnya :

Alkisah, suatu ketika ibunda Asma (Qatilah binti Abdul Uzza al-Amiriyah--keadaannya masih kafir/belum memeluk Islam) sangat merindukan putrinya, iapun memutuskan untuk mengunjunginya dan memberikan hadiah berupa kismis, mentega. Namun sayangnya, Asma merasa enggan menerima hadiah dari ibunya, karena ia takut akan hukum Allah ketika menerima tamu dari seorang non-muslim . (Baca juga : 4,3 Juta UMKM Sudah Pakai QRIS, Gempuran BI Bakal Terus Berlanjut )

Karena merasa apa yang dilakukannya kurang pantas, maka iapun meminta agar Aisyah menanyakan tindakannya tersebut kepada Rasulullah. Mendengar cerita dari Aisyah maka Rasulullah pun menyuruh Asma untuk berbuat baik kepada ibunya serta ketika ia berkunjung haruslah sebagai anak ia mempersilahkan ibunya.

Dari kisah Asma’ tersebut maka Allah menurunkan firmannya dalam surah al-Mumtahanah ayat 8 :

لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS Al-Mumtahanah : 8)

Kisah ini menjadi sangat penting sepenting Allah menurunkan wahyu untuk menjelaskan kejadian tersebut. Kenapa ini menjadi sangat penting karena Islam ingin menegaskan betapa pentingnya silaturahmi , menghargai orang tua dan yang berbeda keyakinan yang tidak menimbulkan mafsadat. (Baca juga : Pemerintah Diminta Terus Perjuangkan Kepentingan RI di Laut China Selatan )

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Allah tidak melarang kita umat muslim untuk berbuat baik bersilaturrahim, membalas kebaikan dan berbuat adil kepada kaum musyrikin baik kerabat maupun selain mereka yang tidak memerangi dalam urusan agama dan tidak mengusir kita dari negeri kita. Islam adalah agama yang sangat menghargai perbedaan.

Tidak mengapa bagi kita kaum muslim untuk tetap menyambung tali silaturrahim dengan mereka, karena menyambung tali silaturrahim tidak akan menimbulkan mafsadat. Silaturahmi tidak kenal batas dan identitas agama sekalipun. Justru silaturahmi adalah media untuk menjalin persaudaraan dan perdamaian .

Dalam kisah ini betapa Islam sangat menganjurkan seorang anak untuk tidak menyakiti orang tua. Perbedaan agama antara anak dan orang tua hendaknya tidak menjadi penghalang untuk silaturahmi dan berbakti pada mereka selagi hal itu tidak berlawanan dengan syariat Islam. (Baca juga : Wagub DKI soal Covid: Lebih Aman di Bioskop Ketimbang di Kantor )

Berbakti atau berbuat baik pada orang tua meliputi: membantu mereka apabila diperlukan, menjaga tali silaturahmi, dan menaati perintah yang selain maksiat. Yang tak kalah penting adalah menunjukkan sikap dan akhlak yang sebaik mungkin agar orang tua menjadi terkesan dan tertarik mengikuti langkah anaknya menjadi muslim yang menginspirasi
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1270 seconds (0.1#10.140)