Mirza Ghulam Ahmad dan Paham Imam Mahdi Pengikutnya
loading...
A
A
A
Pertama gerhana bulan di malam permulaan bulan Ramadan, dan kedua, gerhana matahari di pertengahan bulan tersebut.
Menurut kaum Ahmadiyah, dua peristiwa alamiah yang dinyatakan dalam hadis riwayat al-Daraqutni, benar-benar telah terjadi di daerah Punjab, India, tempat Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan.
Kejadian gerhana yang aneh ini, menurut pendapat mereka, terjadi pada hari Kamis 13 Ramadan 1311 H/22 Maret 1894 M, sedangkan gerhana matahari terjadi pada hari Jum'at 28 Ramadan 1311 H/6 April 1894 M.
Dua peristiwa ini merupakan tanda-tanda alamiah tentang kebenaran pengakuan Mirza sebagai al-Mahdi dan al-Masih.
Demikian menurut keyakinan Ahmadiyah. Sebagai pengikutnya, Saleh A. Nahdi dalam bukunya berjudul "Ahmadiyah Selayang Pandang, (Yogya Rapem, 1979) mengomentari hadis yang menyatakan: "... Bila kamu melihat di sebelah Timur api berkobar selama tiga atau tujuh hari lamanya, maka harapkanlah kelapangan bagi ummat Muhammad."
Api yang berkobar di sebelah Timur diartikan sebagai gunung Krakatau yang meletus tahun 1883. Dengan demikian, kehadiran pendiri aliran ini menurut keyakinan pengikutnya telah diramalkan oleh Rasulullah, kemudian mereka interpretasikan secara rasional dan untuk menguatkan alasan-alasan mereka, dikemukakan pula sebuah hadis riwayat Abu Nu'aim dari Abu Bakr ibn Muqri:
"Al-Mahdi akan muncul dari sebuah kampung bernama Karimah."
Dalam keterangan lain, menurut Maulana Sadiq H. A. dalam "Kedatangan al-Masih dan al-Mahdi," (Sinar Islam, 1980) menyebutkan tempat munculnya al-Mahdi adalah kampung Kadi'ah atau disebut juga dengan nama Kara'ah.
Nama-nama tersebut menunjukkan tidak jelasnya tempat di mana al-Mahdi akan muncul, sehingga siapa saja dapat menafsirkannya sesuai dengan keinginannya.
Menurut paham pengikut Ahmadiyah, al-Mahdi yang dimaksud dalam hadis-hadis Mahdiyyah, bukanlah berasal dari Makkah atau Madinah, akan tetapi dari Persia yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan keturunan Rasulullah.
Kalau pun al-Mahdi itu harus dari Ahlul-Bait, maka yang dimaksudkan tidaklah ia mesti mempunyai hubungan darah dengan Nabi, akan tetapi boleh jadi ia seorang yang saleh, taat, dan setia kepada Nabi, seperti yang ditunjukkan oleh Salman al-Farisi sebagai yang diisyaratkan hadis Nabi dalam al-Jami'us-Sagir:
"Salman termasuk (keluarga) kami Ahlul-Bait . Walhasil, demikian Maulana Muhammad Sadiq menegaskan, hadis yang menerangkan bahwa Mahdi di akhir zaman itu berasal dari kalangan Ahlul-Bait, hanyalah menyatakan bahwa dia seorang yang sangat setia dan taat kepada Nabi.
Sekalipun dia bukan berasal dari keturunan Nabi atau bukan bangsa Arab, tetapi dia seorang yang saleh dan setia kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai yang ditunjukkan oleh Mirza, maka menurut paham aliran ini, dialah al-Mahdi yang dijanjikan oleh Nabi.
Oleh karena itu, di dalam masalah kemahdian, tentunya kaum Ahmadiyah cenderung menolak hadis-hadis Mahdiyyah yang dipegangi oleh kaum Syi'ah .
Menurut kaum Ahmadiyah, dua peristiwa alamiah yang dinyatakan dalam hadis riwayat al-Daraqutni, benar-benar telah terjadi di daerah Punjab, India, tempat Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan.
Kejadian gerhana yang aneh ini, menurut pendapat mereka, terjadi pada hari Kamis 13 Ramadan 1311 H/22 Maret 1894 M, sedangkan gerhana matahari terjadi pada hari Jum'at 28 Ramadan 1311 H/6 April 1894 M.
Dua peristiwa ini merupakan tanda-tanda alamiah tentang kebenaran pengakuan Mirza sebagai al-Mahdi dan al-Masih.
Demikian menurut keyakinan Ahmadiyah. Sebagai pengikutnya, Saleh A. Nahdi dalam bukunya berjudul "Ahmadiyah Selayang Pandang, (Yogya Rapem, 1979) mengomentari hadis yang menyatakan: "... Bila kamu melihat di sebelah Timur api berkobar selama tiga atau tujuh hari lamanya, maka harapkanlah kelapangan bagi ummat Muhammad."
Api yang berkobar di sebelah Timur diartikan sebagai gunung Krakatau yang meletus tahun 1883. Dengan demikian, kehadiran pendiri aliran ini menurut keyakinan pengikutnya telah diramalkan oleh Rasulullah, kemudian mereka interpretasikan secara rasional dan untuk menguatkan alasan-alasan mereka, dikemukakan pula sebuah hadis riwayat Abu Nu'aim dari Abu Bakr ibn Muqri:
"Al-Mahdi akan muncul dari sebuah kampung bernama Karimah."
Dalam keterangan lain, menurut Maulana Sadiq H. A. dalam "Kedatangan al-Masih dan al-Mahdi," (Sinar Islam, 1980) menyebutkan tempat munculnya al-Mahdi adalah kampung Kadi'ah atau disebut juga dengan nama Kara'ah.
Nama-nama tersebut menunjukkan tidak jelasnya tempat di mana al-Mahdi akan muncul, sehingga siapa saja dapat menafsirkannya sesuai dengan keinginannya.
Menurut paham pengikut Ahmadiyah, al-Mahdi yang dimaksud dalam hadis-hadis Mahdiyyah, bukanlah berasal dari Makkah atau Madinah, akan tetapi dari Persia yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan keturunan Rasulullah.
Kalau pun al-Mahdi itu harus dari Ahlul-Bait, maka yang dimaksudkan tidaklah ia mesti mempunyai hubungan darah dengan Nabi, akan tetapi boleh jadi ia seorang yang saleh, taat, dan setia kepada Nabi, seperti yang ditunjukkan oleh Salman al-Farisi sebagai yang diisyaratkan hadis Nabi dalam al-Jami'us-Sagir:
"Salman termasuk (keluarga) kami Ahlul-Bait . Walhasil, demikian Maulana Muhammad Sadiq menegaskan, hadis yang menerangkan bahwa Mahdi di akhir zaman itu berasal dari kalangan Ahlul-Bait, hanyalah menyatakan bahwa dia seorang yang sangat setia dan taat kepada Nabi.
Sekalipun dia bukan berasal dari keturunan Nabi atau bukan bangsa Arab, tetapi dia seorang yang saleh dan setia kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai yang ditunjukkan oleh Mirza, maka menurut paham aliran ini, dialah al-Mahdi yang dijanjikan oleh Nabi.
Oleh karena itu, di dalam masalah kemahdian, tentunya kaum Ahmadiyah cenderung menolak hadis-hadis Mahdiyyah yang dipegangi oleh kaum Syi'ah .
Baca Juga
(mhy)