Kisah Pemberontakan Yaman Setelah Kematian Nabi Palsu Aswad al-Ansi

Selasa, 01 September 2020 - 13:54 WIB
loading...
A A A
Merekalah yang setia kepada pemerintahan Madinah dan kepada Khalifah pengganti Rasulullah tatkala orang-orang Arab kawasan itu semua murtad dan seluruh bumi Semenanjung itu hangus terbakar.

Dengan demikian tidak heran jika Khalifah Abu Bakar memberikan kekuasaan di sana kepada Fairuz, membantunya dengan tenaga prajurit dan para perwira, dan dia pulalah yang diangkat sebagai amir yang memerintah San'a, seperti yang juga dilakukan Nabi dulu terhadap Syahr sebagai amir di sana, dan sebelum itu, ayahnya Bazan sebagai amir atas seluruh Yaman.

Kelompok Bandit
Qais tidak patah semangat karena sikap Zul-Kula' dan teman-temannya yang tidak mendukungnya itu. Malah ia menulis surat kepada kelompok-kelompok bandit yang dengan diam-diam dulu bersekutu dengan Aswad, dan yang dulu datang ke sana dan siap memerangi siapa saja yang berani menentang Aswad. Dimintanya mereka bergabung kepadanya dan mau seia sekata mengusir penduduk keturunan Persia itu dari Yaman.

Sudah tentu permintaan semacam ini disambut baik oleh komplotan itu. Bukankah ini sama dengan permintaan Aswad dulu? Yang penting harus menang! Mereka membalas surat Qais dan memberitahukan bahwa mereka siap memenuhi permintaannya itu secepatnya. Karena semuanya dilakukan secara rahasia, maka San'a terkejut sekali ketika mendapat berita bahwa komplotan itu sudah berada di dekat kota.

Pemuka-pemuka San'a segera berunding, langkah apa yang harus mereka ambil. Ia meminta pendapatnya dan pendapat Dazuweh untuk menipu kedua orang supaya mereka tidak mencurigainya.

Fairus, Jisynas, dan Dazuweh diundang Qais makan siang. Dazuweh datang lebih dulu sebelum kedua kawannya itu. Tetapi begitu masuk ke tempat Qais, ia langsung dibunuh. Fairuz yang datang menyusul kawannya itu ketika mendengar suara bisik-bisik Qais dengan kawan-kawannya, langsung kabur dengan kudanya.

Di perjalanan ia bertemu dengan Jisynas. Mereka segera berbalik dan dengan memacu kuda mereka pergi mencari pertolongan. Qais mengerahkan pasukan berkudanya untuk mengejar mereka tapi sudah tak terkejar.

Mereka kembali disambut kemarahan Qais. Fairuz dan Jisynas sudah sampai di pegunungan Khaulan, tempat keluarga Fairuz dari pihak ibu. Kedua mereka ini hampir tak percaya bahwa mereka telah selamat dari bencana.

Di San'a Qais bertindak cepat. la sudah merasa aman dan tenteram seperti yang dulu juga dirasakan oleh Aswad. Tak terlintas dalam pikirannya bahwa masih akan ada orang yang mampu mengalahkannya dan menurunkannya dari kedudukannya itu. Bahwa Fairuz akan meminta bantuan Khalifah Abu Bakar dan akan menyerang Qais dengan kekuatan dari keluarga Khaulan, sudah ada yang memberitahukan kepadanya. Tetapi Qais malah mengejeknya seraya berkata: "Apa Khaulan! Apa Fairuz! Ke mana mereka mau berlindung!"

Orang-orang awam dari kabilah-kabilah Arab Himyar bergabung kepadanya, meskipun pemimpin-pemimpinnya tetap menjauhkan diri. Sesudah ia merasa dirinya kuat, mulai ia bertindak terhadap warga keturunan Persia itu.

Mereka dibagi ke dalam tiga kelompok: yang tinggal tanpa menunjukkan tanda-tanda pro Fairuz dibiarkan tetap tinggal bersama keluarganya; yang lari bergabung dengan Fairuz, keluarganya dibagi dua, sebagian dipindahkan ke Aden melalui laut, yang lain melalui darat diangkut ke muara Furat, dan diperintahkan agar mereka diasingkan ke negeri asal, dan tak seorang pun boleh tinggal di Yaman.

Fairuz mengetahui apa yang telah menimpa warga setanah airnya dulu itu. Ia mengajak kabilah-kabilah yang masih kuat rasa keislamannya untuk membelanya. Ia bertindak demikian untuk mencegah fanatisma kebangsaan dengan semangat agama. Banu Aqil bin Rabi'ah menyambut baik ajakan itu, demikian juga kabilah Akk. Mereka berangkat hendak menolong keluarga keturunan Persia yang sudah diputuskan oleh Qais untuk diasingkan. ( )

Keberangkatan mereka dipimpin oleh Fairuz, yang kemudian berhasil mengembalikan keturunan penduduk Persia itu. Dalam pada itu ia bertemu dengan Qais dan pasukannya sebelum San'a. Qais diusirnya dan dia kembali memegang kendali wilayah itu mewakili Khalifah.

Qais dan pasukannya melarikan diri ke tempat terbunuhnya Aswad dulu. Dengan larinya itu habislah konsep tentang kebangsaannya yang sudah menjadi dasar perjuangannya. Khalifah Abu Bakar memperkuat kedudukan Fairuz dengan mengirim Tahir bin Abi Halah dengan bala tentaranya dan bermarkas tak jauh dari Fairuz.

Permusuhan Hijaz-Yaman
Kemenangan dan kembalinya Fairuz memegang pimpinan ini tak berarti dapat mempertahankan perdamaian dan tidak pula dapat mengembalikan keamanan di luar kota San'a di kawasan Yaman. Kaum murtad bertahan lebih gigih lagi di tempat itu. ( )

Haekal menjelaskan tentang faktor ketiga yang menyebabkan pembangkangan itu lebih marak di kawasan ini. Yaman, menurutnya, tak akan dapat melupakan persaingan yang pernah ada dengan pihak Hijaz, dengan hegemoni dan pengaruh kekuasaan yang lebih besar ada di pihak Yaman. Antara Yaman dengan Hijaz pada masa Rasulullah tak pernah terjadi perang yang mengakibatkan tunduknya Banu Himyar itu.

Kalaupun kemenangan Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal di seluruh Yaman gemanya memang sudah sampai kepada kabilah-kabilah Arab dan raja-raja di sekitarnya, namun banyak juga pahlawan dan jenderal dalam kabilah-kabilah Yaman yang dapat dibanggakan tak kalah dengan kedua pahlawan Hijaz itu, dan yang membuat orang gentar mendengar nama-nama para pahlawan Arab itu.

Sebagai contoh misalnya Amr bin Ma'di Karib 'Pemilik Samsamah' itu. Dia memang seorang kesatria dan pelindung Banu Zabid. Mendengar namanya saja pahlawan-pahlawan yang lain sudah ketakutan dan tak berani menemuinya. ( )

Pada masa Umar bin Khattab ia memegang peranan penting untuk kemenangan Islam dalam beberapa peperangan. Dan sejarah tak akan dapat melupakannya. Usianya yang sudah lanjut ketika itu tidak mengubah kehebatannya. Ia sempat mengalami ekspedisi Qadisiyah dengan ikut bertempur mati-matian dalam umur yang sudah di atas seratus tahun.

Amr memimpin pemberontakan dengan pengikut-pengikutnya, dan Qais bin Abd Yagus ikut bergabung pula. Mereka bahu membahu dalam membuat keonaran di seluruh kawasan itu, dan penduduk memberi pula bantuan; kecuali Najran yang beragama Kristen masih mempertaharkan perjanjiannya dengan Nabi Muhammad, kemudian menyatakan niatnya hendak memperpanjang perjanjian itu dengan Khalifah Abu Bakar. (Bersambung)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2377 seconds (0.1#10.140)