Haruskah Menyiapkan Investasi Sebelum Mati?

Jum'at, 11 September 2020 - 17:17 WIB
loading...
Haruskah Menyiapkan Investasi Sebelum Mati?
Mati adalah hal yang pasti, dan hanya Allah yang mengetahui waktu dan caranya saja. Sebab itu manusia diwajibkan bertakwa dengan berbuat kebaikan serta menyebut asma Allah sepanjang waktu kita hidup di dunia. Foto ilustrasi/ist
A A A
Kematian adalah sesuatu yang pasti. Hanya Allah yang mengetahui waktu dan caranya saja. Sebab itu manusia diwajibkan bertakwa dengan berbuat kebaikan sepanjang waktu dan mengingat serta menyebut asma Allah setiap detik kehidupannya.

Sebab kematian bisa datang kapan saja tanpa mengenal usia, status sosial, ataupun kondisinya, baik sehat maupun sakit jika sudah takdirnya maka manusia tak memiliki kemampuan apapun untuk menghindarinya. Karena itu, pentingnya kita menyiapkan investasi akhirat.

(Baca juga : Ummu Fadhl, Ibu Pemberani yang Melahirkan Anak-anak Saleh dan Pandai )

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kiat jitu untuk umatnya bahwa kematian bukanlah akhir dari sebuah investasi. Bahkan kematian bagi seorang investor akhirat merupakan petikan keuntungan dan laba dari investasinya di dunia. Pahala yang berkepanjangan dan terus mengalir menjadi buah dari kelebihannya hartanya di dunia.

Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Empat golongan yang pahala mereka tetap mengalir setelah mati; orang yang mati dalam keadaan ribath fi sabilillah, orang yang mengajarkan sebuah ilmu, maka pahalanya terus mengalir selama ilmu tersebut diamalkan, orang yang sedekah jariyah, maka pahalanya terus mengalir selama sedekah tersebut dimanfaatkan, dan orang yang meninggalkan anak saleh yang mendoakan kebaikan baginya.” (HR. Ahmad)

(Baca juga : Inilah Batasan dan Adab Komunikasi dengan Lawan Jenis )

Alangkah bahagianya mereka, mereka mati namun kebaikan mereka tidak mati bersama mereka, tapi terus mengalir . Namun alangkah malang nasib orang yang dosanya tidak terkubur bersama jasadnya. Betapa ingin ia untuk kembali ke dunia dan cuci tangan dari setiap dosa yang dahulu diperbuatnya.

Maka orang yang bahagia ialah yang ketika mati, seluruh dosanya ikut mati bersamanya. Sedangkan orang celaka ialah yang ketika mati, dosa-dosanya tidak ikut mati bersamanya. Celakalah dia! Dia pasti ingin kembali ke dunia untuk mengubur dosa-dosa tersebut, namun apa boleh buat? Semuanya telah terlambat.

(Baca juga : Tiga Menteri Teken SKB, Ini Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2021 )

Allah Ta’ala berfirman,

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ .لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ

“Hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata, “Ya Rabbi, kembalikan aku (ke dunia), agar aku beramal saleh terhadap apa yang aku tinggalkan…” (QS. Al-Mukminun: 99-100)

Sungguh ini merupakan pernyataan taubat . Akan tetapi sayang, kesempatan itu telah hilang! Adakah kita hendak bertaubat setelah mati? Kemudian ingin kembali lagi ke dunia untuk memperbaiki kerusakan yang dahulu anda perbuat? Oleh karena itu, jawaban dari harapan tersebut ialah,

كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mukminun: 100)

Ya, sebab perkataan itu baru muncul saat mereka terjepit, andaikata mereka tulus mengatakannnya, niscaya sejak dahulu mereka giat beramal. (Baca juga : Corona Belum Minggat, Ketidakpastian Ekonomi Lanjut Tahun Depan )

Seandainya mereka jujur, mengapa mereka begitu pelit meluangkan waktu walau setengah jam tiap harinya untuk introspeksi diri? Kemudian memperbaiki keimanan dan ketakwaan mereka setelah itu? Sebaliknya mereka begitu dermawan memberikan berjam-jam tiap harinya di depan televisi demi menyimak berita, mengikuti sinetron, telenovela, pertandingan bola dan segudang acara lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ (٥٦)أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (٥٧)أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (٥٨)بَلَى قَدْ جَاءَتْكَ آيَاتِي فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ الْكَافِرِينَ (٥٩)وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ (٦٠)وَيُنَجِّي اللَّهُ الَّذِينَ اتَّقَوْا بِمَفَازَتِهِمْ لا يَمَسُّهُمُ السُّوءُ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (٦١)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2603 seconds (0.1#10.140)