Fiqih Salat Bagi Pasien dan Petugas Medis Covid-19 yang Memakai APD

Rabu, 23 September 2020 - 22:44 WIB
loading...
Fiqih Salat Bagi Pasien...
Pasien dan petugas Medis Covid-19 saat melaksanakan salat Idul Adha 1441 H di RS Darurat Lapangan (RSDL) Kogabwilhan II Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (31/7/2020). Foto/dok SINDOnews
A A A
Wabah Corona atau Covid-19 merupakan fenomena unik yang terjadi di zaman sekarang. Tak hanya warga biasa, petugas medis juga merasakan dampaknya. Mereka harus berjibaku dengan memakai APD ketika menangani pasien Covid-19 .

Semua orang pasti tidak akan nyaman dengan pakaian alat pelindung diri (APD) yang menempel di badan sepanjang hari. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya ketika hendak melaksanakan kewajiban salat bagi petugas muslim. Inilah fenomena langka yang terjadi di masa ini. ( )

Lalu bagaimana syariat memandang hal ini? Berikut penjelasan Ustaz Isnan Ansory dalam Bukunya "Fiqih Menghadapi Wabah Penyakit". Para ulama sepakat bahwa petugas kesehatan seperti dokter, perawat, bidan dan petugas kesehatan lainnya (NAKES) yang menangani Covid-19 dalam kondisi suci dari hadas dapat salat secara normal, maka tetap wajib bagi mereka untuk salat secara normal.

Hanya saja, jika tenaga kesehatan diwajibkan memakai pakaian khusus APD (pakaian hazmat/pakaian dekontaminasi) yang tidak bisa dilepas pada waktu-waktu salat tertentu, dan juga dalam kondisi berhadas namun tidak bisa berwudhu karena SOP tersebut, maka bagi mereka beberapa keringanan dalam mendirikan ibadah salat .

Para ulama sepakat bahwa tenaga kesehatan yang tidak dapat melepas pakaian tugasnya karena merawat pasien, sehingga ia tidak bisa berwudhu dan bertayammum, tetap wajib mendirikan ibadah salat pada waktunya, meskipun dalam kondisi berhadas. Kondisi ini termasuk dalam kondisi yang disebut para ulama dengan istilah faqid thohuraini (orang yang tidak mampu menggunakan dua media bersuci; air untuk berwudhu dan tanah untuk bertayammum).

Apakah salatnya wajib diqodho karena tidak terpenuhi syarat sah salat ? Jawabannnya tergantung situasi. Jika penanganan pasien itu membutuhkan waktu yang lama, dan di tengah-tengah penanganan pasien itu mereka mendirikan salat dalam kondisi berhadats, maka salatnya tidak mesti diqodho. Sebab kasus inidapat dikatagorikan sebagai uzur syar'i yang nadir yadum (uzur langka yang kejadiannya berlangsung lama). Maka status hukumnya dapat disamakan seperti salatnya wanita mustahadhahatau orang sakit yang tidak dapat menahan kencing.

Sedangkan jika penanganannya tidak berlangsung dalam waktu lama, maka salat tetap wajib diqodho sebagaimana orang yang salat tidak menemukan air dan tanah. (Baca Juga: Panduan Salat Bagi Petugas Medis Covid-19 yang Memakai APD)

Kondisi Darurat
Imam An-Nawawi berkata dalam kitabnya al-Majmu' Syarah al-Muhazzab: "Hukum salat seseorang yang dalam kondisi darurat. Para sahabat kami (asy-Syafi'iyyah) berkata: Uzur itu ada dua jenis: uzur yang bersifat umum (sering terjadi) dan uzur yang jarang terjadi (langka)."

Adapun yang mendapatkan uzur yang sering terjadi maka salat yang telah dilakukan saat uzur tersebut tidak wajib diqadha atas dasar kesulitan. Contohnya salat orang sakit yang tidak bisa berdiri dengan cara duduk.

Adapun uzur yang jarang terjadi, ada dua jenis yaitu, (1) Uzur yang jarang terjadi namun berlangsung lama dan (2) Uzur yang tidak berlangsung lama. Dari jenis pertama seperti wanita istihadhah dan orang sakit yang tidak dapat menahan kencing, mereka tetap salat dalam kondisi berhadas dan bernajis. Tidak wajib mengqadha karena kesulitan yang dihadapinya.

Sedangkan uzur yang tidak berlangsung lama seperti orang yang tidak mendapati air dan tanah (untuk bersuci), maka mereka tetap salat dalam kondisi tersebut dan wajib diqadha (saat bisa bersuci), karena langkanya uzur ini.

( )

Jamak Salat
Di samping itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa orang yang sakit dan petugas kesehatan yang menangani pasien dalam waktu yang cukup lama, juga diberi keringanan untuk menjamak antara dua salat . Yaitu menjamak salat Zhuhur dan Ashar di waktu Zhuhur atau Ashar, dan juga menjamak salat Maghrib dan Isya di waktu Maghrib atau Isya.

Hal ini karena sakit dan perawatan atas orang sakit termasuk uzur darurat yang membolehkan untuk menjamak dua shalat, sebagaimana ditegaskan dalam hadits berikut: Dari Ibnu Abbas, ia berkata: " Rasulullah صلى الله عليه وسلم salat di Madinah dengan menjamak antara Zhuhur dan Ashar, dan juga antara Maghrib dan Isya." (HR. Al-Bukhari Muslim). Imam Muslim menambahkan riwayat: "Bukan karena sebab perang dan perjalanan."

Demikian kaidah fiqih salat bagi para pasien dan petugas medis Covid-19 . Semoga bermanfaat. ( )

Wallahu Ta'ala A'lam
(rhs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3460 seconds (0.1#10.140)