Penting yang Mana: Meninggalkan Larangan atau Melakukan Ketaatan?

Senin, 28 September 2020 - 05:16 WIB
loading...
A A A
Yazid bin Maisarah berkata bahwa Allah SWT berfirman dalam sebagian kitab suci-Nya yang lain, "Wahai pemuda yang mau meninggalkan nafsu syahwatnya, yang menghabiskan waktu remajanya untuk-Ku, engkau di sisi-Ku adalah seperti sebagian malaikat-Ku." (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam al-Hilyah, 5: 237)

Dia juga berfirman, "Alanglah dahsyatnya nafsu syahwat di dalam tubuh manusia. Ia bagaikan api yang membakar. Maka bagaimana mungkin orang yang tak berpagar dapat selamat darinya?" (al-Hilyah, 5: 241)

Kesimpulannya, menurut Syaih Yusuf Qardhawi, sesungguhnya Allah tidak memberikan beban kepada para hamba-Nya untuk melakukan amal perbuatan yang tidak mampu mereka lakukan. Dan banyak sekali amal perbuatan yang tidak dibebankan lagi kepada mereka oleh Allah SWT hanya karena ada kesulitan, sebagai keringanan dan rahmat bagi mereka.

Sedangkan perkara yang berkaitan dengan larangan, maka tidak ada seorangpun yang dimaafkan apabila dia melakukannya dengan kekuatan nafsu syahwatnya. Bahkan, Allah memberikan beban kepada mereka untuk meninggalkannya bagaimanapun keadaannya.

Allah membolehkan seseorang untuk memakan makanan yang diharamkan ketika dia berada di dalam keadaan darurat untuk mempertahankan hidup, dan bukan untuk bersenang-senang dan memuaskan nafsu syahwatnya. Atas dasar itu, kita dapat mengetahui kebenaran apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad: "Sesungguhnya larangan itu lebih berat daripada perintah."

Diriwayatkan dari Nabi SAW, dari Tsauban, dan lain-lain bahwasanya beliau bersabda,

"Istiqamahlah terus, tetapi kamu tidak akan mendapatkannya." (Hadits shahih, yang diriwayatkan oleh Ahmad, 5: 276, 277, 282; Darimi, 1: 168; Ibn Majah, 288 dari Salim bin Abu Ja'd, dari Nauban, yang di-shahih-kan oleh Hakim, 1: 130 dan disepakati okh al-Dzahabi).
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2873 seconds (0.1#10.140)