Mengapa Berbagai Hal Tidak Engkau Laksanakan Secara Langsung?
loading...
A
A
A
ISLAM menganjurkan menjaga sunnah pentahapan dalam melakukan dakwah. Di antara tindakan seperti itu dan telah menampakkan hasilnya ialah apa yang diriwayatkan oleh para ahli sejarah tentang kehidupan Umar bin Abd al-Aziz , yang oleh ulama kaum Muslimin dikatakan sebagai "khalifah rasyidin yang kelima," atau Umar kedua, karena dia meniti jalan yang pernah diterapkan oleh datuknya, al-Faruq Umar bin Khattab . (
)
Satu kali putranya, Abd al-Malik --yang pada saat itu masih muda, bertakwa, dan memiliki semangat yang menggelora-- berkata kepada sang ayah, Umar bin Abdul Aziz, "Wahai ayah, mengapa berbagai hal tidak engkau laksanakan secara langsung? Demi Allah, aku tidak perduli bila periuk mendidih yang dipersiapkan untukku dan untukmu dalam melakukan kebenaran." ( )
Abu Ishaq asy-Syathibi (w. 790 H) dalam kitabnya al-Muwafaqat menulis pemuda penuh gairah ini menginginkan ayahnya --yang telah diangkat oleh Allah SWT untuk memimpin kaum Muslimin-- agar menyingkirkan berbagai bentuk kezaliman, kerusakan, dan penyimpangan sekaligus, tanpa harus menunggu-nunggu lagi; kemudian tinggal menunggu apa yang terjadi. ( )
Akan tetapi ayahnya yang bijak menjawab pertanyaan anaknya: "Jangan tergesa-gesa wahai anakku, karena sesungguhnya Allah SWT mencela khamar dalam al-Qur'an sebanyak dua kali, kemudian mengharamkannya pada kali yang ketiga. Dan sesungguhnya aku khawatir bila aku membawa kebenaran atas manusia secara sekaligus, maka mereka juga akan meninggalkannya secara sekaligus. Kemudian tercipta orang-orang yang memiliki fitnah." ( )
Khalifah yang bijak ini ingin menyelesaikan pelbagai persoalan umat manusia dengan bijak dan bertahap, berdasarkan petunjuk sunnah Allah SWT ketika Dia mengharamkan khamar. Dia menurunkan kebenaran sedikit demi sedikit, kemudian membawa jalan hidup kepada mereka selangkah demi selangkah... Dan memang beginilah fiqh yang sahih. ( )
Perbudakan
Mencontohkan dalam kasus yang berbeda, Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya " Fiqh Prioritas " menjelaskan ada kemungkinan bahwa karena ada pentahapan yang berlaku di dalam penetapan hukum tersebut, maka Islam tetap melanjutkan "sistem perbudakan" yang tidak dihapuskan sama sekali. Sebab bila sistem yang berlaku di seluruh dunia pada masa kemunculan Islam dihilangkan sama sekali, maka akan mengguncangkan kehidupan sosial dan ekonomi. Dan oleh karena itu, Islam mempersempit ruang gerak sistem ini, dan menyingkirkan segala hal yang dapat menimbulkannya sejauh mungkin. "Tindakan seperti ini dapat dikatakan sebagai penghapusan sistem perbudakan secara bertahap," tuturnya.
Sunnah Ilahi berupa pentahapan ini harus kita ikuti dalam mendidik manusia ketika kita hendak menerapkan sistem Islam dalam kehidupan manusia pada zaman ini, setelah berakhirnya periode perang pendidikan, syariat, dan sosial dalam kehidupan Islam.
Kalau kita hendak mendirikan "masyarakat Islam yang hakiki", lanjut Al-Qardhawi, maka kita jangan berangan-angan bahwa hal itu akan dapat terwujud hanya dengan tulisan, atau dikeluarkannya keputusan dari seorang raja, presiden, atau ketetapan dewan perwakilan rakyat (parlemen)...
Pendirian masyarakat Islam akan terwujud melalui usaha secara bertahap; yakni dengan mempersiapkan rancangan pemikiran, kejiwaan, moralitas, dan masyarakat itu sendiri, serta menciptakan hukum alternatif sebagai ganti hukum lama yang berlaku pada kondisi tidak benar yang telah berlangsung lama.
Al-Qardhawi menjelaskan pentahapan ini tidak berarti hanya sekadar mengulur-ulur dan menunda pelaksanaannya, serta mempergunakan pentahapan sebagai 'racun' untuk mematikan pemikiran masyarakat yang terus-menerus hendak menjalankan hukum Allah dan menerapkan syariat-Nya; tetapi pentahapan di sini ialah penetapan tujuan, pembuatan perencanaan, dan periodisasi, dengan penuh kesadaran dan kejujuran; di mana setiap periode merupakan landasan bagi periode berikutnya secara terencana dan teratur, sehingga perjalanan itu dapat sampai kepada tujuan akhirnya... yaitu berdirinya masyarakat Islam yang menyeluruh.
Begitulah metode yang dilakukan oleh Nabi SAW untuk mengubah kehidupan masyarakat Jahiliyah kepada kehidupan masyarakat Islam.
Satu kali putranya, Abd al-Malik --yang pada saat itu masih muda, bertakwa, dan memiliki semangat yang menggelora-- berkata kepada sang ayah, Umar bin Abdul Aziz, "Wahai ayah, mengapa berbagai hal tidak engkau laksanakan secara langsung? Demi Allah, aku tidak perduli bila periuk mendidih yang dipersiapkan untukku dan untukmu dalam melakukan kebenaran." ( )
Abu Ishaq asy-Syathibi (w. 790 H) dalam kitabnya al-Muwafaqat menulis pemuda penuh gairah ini menginginkan ayahnya --yang telah diangkat oleh Allah SWT untuk memimpin kaum Muslimin-- agar menyingkirkan berbagai bentuk kezaliman, kerusakan, dan penyimpangan sekaligus, tanpa harus menunggu-nunggu lagi; kemudian tinggal menunggu apa yang terjadi. ( )
Akan tetapi ayahnya yang bijak menjawab pertanyaan anaknya: "Jangan tergesa-gesa wahai anakku, karena sesungguhnya Allah SWT mencela khamar dalam al-Qur'an sebanyak dua kali, kemudian mengharamkannya pada kali yang ketiga. Dan sesungguhnya aku khawatir bila aku membawa kebenaran atas manusia secara sekaligus, maka mereka juga akan meninggalkannya secara sekaligus. Kemudian tercipta orang-orang yang memiliki fitnah." ( )
Khalifah yang bijak ini ingin menyelesaikan pelbagai persoalan umat manusia dengan bijak dan bertahap, berdasarkan petunjuk sunnah Allah SWT ketika Dia mengharamkan khamar. Dia menurunkan kebenaran sedikit demi sedikit, kemudian membawa jalan hidup kepada mereka selangkah demi selangkah... Dan memang beginilah fiqh yang sahih. ( )
Perbudakan
Mencontohkan dalam kasus yang berbeda, Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya " Fiqh Prioritas " menjelaskan ada kemungkinan bahwa karena ada pentahapan yang berlaku di dalam penetapan hukum tersebut, maka Islam tetap melanjutkan "sistem perbudakan" yang tidak dihapuskan sama sekali. Sebab bila sistem yang berlaku di seluruh dunia pada masa kemunculan Islam dihilangkan sama sekali, maka akan mengguncangkan kehidupan sosial dan ekonomi. Dan oleh karena itu, Islam mempersempit ruang gerak sistem ini, dan menyingkirkan segala hal yang dapat menimbulkannya sejauh mungkin. "Tindakan seperti ini dapat dikatakan sebagai penghapusan sistem perbudakan secara bertahap," tuturnya.
Sunnah Ilahi berupa pentahapan ini harus kita ikuti dalam mendidik manusia ketika kita hendak menerapkan sistem Islam dalam kehidupan manusia pada zaman ini, setelah berakhirnya periode perang pendidikan, syariat, dan sosial dalam kehidupan Islam.
Kalau kita hendak mendirikan "masyarakat Islam yang hakiki", lanjut Al-Qardhawi, maka kita jangan berangan-angan bahwa hal itu akan dapat terwujud hanya dengan tulisan, atau dikeluarkannya keputusan dari seorang raja, presiden, atau ketetapan dewan perwakilan rakyat (parlemen)...
Pendirian masyarakat Islam akan terwujud melalui usaha secara bertahap; yakni dengan mempersiapkan rancangan pemikiran, kejiwaan, moralitas, dan masyarakat itu sendiri, serta menciptakan hukum alternatif sebagai ganti hukum lama yang berlaku pada kondisi tidak benar yang telah berlangsung lama.
Al-Qardhawi menjelaskan pentahapan ini tidak berarti hanya sekadar mengulur-ulur dan menunda pelaksanaannya, serta mempergunakan pentahapan sebagai 'racun' untuk mematikan pemikiran masyarakat yang terus-menerus hendak menjalankan hukum Allah dan menerapkan syariat-Nya; tetapi pentahapan di sini ialah penetapan tujuan, pembuatan perencanaan, dan periodisasi, dengan penuh kesadaran dan kejujuran; di mana setiap periode merupakan landasan bagi periode berikutnya secara terencana dan teratur, sehingga perjalanan itu dapat sampai kepada tujuan akhirnya... yaitu berdirinya masyarakat Islam yang menyeluruh.
Begitulah metode yang dilakukan oleh Nabi SAW untuk mengubah kehidupan masyarakat Jahiliyah kepada kehidupan masyarakat Islam.
(mhy)