Umar bin Abdul Aziz Berubah Menjadi Kurus Saat Jabat Khalifah
loading...
A
A
A
SATU kali Salamah bin Dinar , seorang alim di Madinah , qadhi dan syaikh penduduk Madinah, menemui Khalifah Umar bin Abdul Aziz tatkala beliau berada di Khunashirah, tempat pemerahan susu. Sudah lama Salamah bin Dinar tidak berjumpa dengan beliau. Beliau mendapati Khalifah berada di depan pintu. (
)
Pertama kali memandang, Salamah bin Dinar sudah tidak mengenali beliau lagi lantaran banyaknya perubahan fisik pada diri beliau dibandingkan dengan tatkala betemu dengannya di Madinah dulu. Saat di mana beliau menjadi gubernur di sana.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menyambut kedatangan Salamah bin Dinar dan berkata, “Mendekatlah kepadaku wahai Abu Hazim!” ( )
Salamah bin Dinar pun mendekat. “Bukankah Anda amirul mukminin Umar bin Abdul Aziz?” tanyanya, setengah tidak percaya.
“Benar!” jawabnya.
“Apa yang menyebabkan Anda berubah? Bukankah wajah dahulu tampan? Kulit Anda halus? Hidup serba kecukupan?” Tanya Salamah bin Dinar lagi.
“Begitulah, aku memang telah berubah!” jawab Khalifah.
“Lantas apa yang menyebabkan Anda berubah padahal Anda telah menguasai emas dan perak dan Anda telah diangkat menjadi amirul mukminin?” tanya Salamah bin Dinar lagi. ( )
“Memangnya apa yang berubah pada diriku wahai Abu Hazim?” ujar Khalifah balik bertanya.
“Tubuh begitu kurus dan kering, kulit Anda yang menjadi kasar dan wajahmu yang menjadi pucat, bening kedua matamu yang telah redup,” urai Salamah bin Dinar.
Tiba-tiba saja beliau menangis dan berkata: “Bagaimana halnya jika engkau melihatku setelah tiga hari aku di dalam kubur, mungkin kedua mataku telah melorot di pipiku…perutku telah terburai isinya…ulat-ulat tanah menggrogoti sekujur badanku dengan lahapnya. Sungguh jika engkau melihatku ketika itu wahai Abu Hazim, tentulah lebih tak mengenaliku lagi dari hari ini. Ingatkah Anda tentang suatu hadis yang pernah Anda bacakan kepadaku sewaktu di Madinah wahai Abu Hazim?”
“Saya telah menyampaikan banyak hadis wahai amirul mukminin, lantas hadis manakah yang Anda maksud?”
“Yakni hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.”
“Benar, aku masih mengingatnya wahai amirul mukminin.”
“Ulangilah hadis itu untukku, karena saya ingin mendengarnya dari Anda!”
“Saya telah mendengar Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya di hadapan kalian terhampar rintangan yang terjal, sangat berbahaya, tidak ada yang mampu melewatinya dengan selamat melainkan orang yang kuat’.”
Lalu menangislah Umar dengan tangisan yang mengharukan. Salamah bin Dinar khawatir jika tangisan itu memecahkan hatinya. Kemudian beliau mengusap air matanya dan menoleh kepadanya seraya berkata, “Apakah Anda sudi menegurkan wahai Abu Hazim bila aku berleha-leha mendaki rintangan yang terjal tersebut sehingga aku berhasil menempuhnya? Karena aku khawatir jika tidak mampu menempuhnya.”
Buku “Mereka Adalah Para Tabi’in” karangan Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, menyebutkan lembaran hidup khalifah yang ahli ibadah, zuhud dan khalifah rasyidin yang kelima ini lebih harum dari aroma misk dan lebih asri dari taman bunga yang indah. “Kisah hidup mengagumkan laksana taman yang harum semerbak, di mana pun Anda singgah di dalamnya yang ada hanyalah suasana yang sejuk di hati, bunga-bunga yang elok dipandang mata dan buah-buahan yang lezat rasanya,” tutur Abdurrahman. ( )
Pertama kali memandang, Salamah bin Dinar sudah tidak mengenali beliau lagi lantaran banyaknya perubahan fisik pada diri beliau dibandingkan dengan tatkala betemu dengannya di Madinah dulu. Saat di mana beliau menjadi gubernur di sana.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menyambut kedatangan Salamah bin Dinar dan berkata, “Mendekatlah kepadaku wahai Abu Hazim!” ( )
Salamah bin Dinar pun mendekat. “Bukankah Anda amirul mukminin Umar bin Abdul Aziz?” tanyanya, setengah tidak percaya.
“Benar!” jawabnya.
“Apa yang menyebabkan Anda berubah? Bukankah wajah dahulu tampan? Kulit Anda halus? Hidup serba kecukupan?” Tanya Salamah bin Dinar lagi.
“Begitulah, aku memang telah berubah!” jawab Khalifah.
“Lantas apa yang menyebabkan Anda berubah padahal Anda telah menguasai emas dan perak dan Anda telah diangkat menjadi amirul mukminin?” tanya Salamah bin Dinar lagi. ( )
“Memangnya apa yang berubah pada diriku wahai Abu Hazim?” ujar Khalifah balik bertanya.
“Tubuh begitu kurus dan kering, kulit Anda yang menjadi kasar dan wajahmu yang menjadi pucat, bening kedua matamu yang telah redup,” urai Salamah bin Dinar.
Tiba-tiba saja beliau menangis dan berkata: “Bagaimana halnya jika engkau melihatku setelah tiga hari aku di dalam kubur, mungkin kedua mataku telah melorot di pipiku…perutku telah terburai isinya…ulat-ulat tanah menggrogoti sekujur badanku dengan lahapnya. Sungguh jika engkau melihatku ketika itu wahai Abu Hazim, tentulah lebih tak mengenaliku lagi dari hari ini. Ingatkah Anda tentang suatu hadis yang pernah Anda bacakan kepadaku sewaktu di Madinah wahai Abu Hazim?”
“Saya telah menyampaikan banyak hadis wahai amirul mukminin, lantas hadis manakah yang Anda maksud?”
“Yakni hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.”
“Benar, aku masih mengingatnya wahai amirul mukminin.”
“Ulangilah hadis itu untukku, karena saya ingin mendengarnya dari Anda!”
“Saya telah mendengar Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya di hadapan kalian terhampar rintangan yang terjal, sangat berbahaya, tidak ada yang mampu melewatinya dengan selamat melainkan orang yang kuat’.”
Lalu menangislah Umar dengan tangisan yang mengharukan. Salamah bin Dinar khawatir jika tangisan itu memecahkan hatinya. Kemudian beliau mengusap air matanya dan menoleh kepadanya seraya berkata, “Apakah Anda sudi menegurkan wahai Abu Hazim bila aku berleha-leha mendaki rintangan yang terjal tersebut sehingga aku berhasil menempuhnya? Karena aku khawatir jika tidak mampu menempuhnya.”
Buku “Mereka Adalah Para Tabi’in” karangan Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, menyebutkan lembaran hidup khalifah yang ahli ibadah, zuhud dan khalifah rasyidin yang kelima ini lebih harum dari aroma misk dan lebih asri dari taman bunga yang indah. “Kisah hidup mengagumkan laksana taman yang harum semerbak, di mana pun Anda singgah di dalamnya yang ada hanyalah suasana yang sejuk di hati, bunga-bunga yang elok dipandang mata dan buah-buahan yang lezat rasanya,” tutur Abdurrahman. ( )
(mhy)