Setangkai Bunga di Pintu Rumah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani

Rabu, 28 Oktober 2020 - 10:19 WIB
loading...
Setangkai Bunga di Pintu Rumah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
Hadrat Syaikh Abdul Qadir/Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
'JALAN' ini diadakan oleh para pengikut Syaikh Abdul Qadir dari Gilan, yang lahir di Nif, distrik Gilan, sebelah selatan Laut Kaspia. Dia meninggal dunia tahun 1166, dan menggunakan terminologi sangat sederhana yang kemudian hari digunakan oleh orang-orang Rosicrucia di Eropa. ( )

Idries Shah dalam bukunya berjudul The Way of the Sufi dan diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha menjadi " Jalan Sufi : Reportase Dunia Ma'rifat" menyebutkan ringkasan berikut, termasuk materi pelajaran tradisional dari disiplin Qadiriyah dan juga beberapa pokok ucapan atau teguran Abdul Qadir sendiri. ( )


TANAMAN


Pada pintu masuk rumah Abdul Qadir Gilani (al-Jilani) suatu hari terlihat setangkai bunga di dalam sebuah pot. Di bawahnya ada sebuah catatan: "Cium ini dan tebak apakah ini".

Masing-masing orang yang masuk telah diberi alat tulis dan telah diminta untuk menulis jawabannya, jika dia mau, untuk teka-teki kata tersebut. ( )

Di akhir hari itu, Abdul Qadir membawa sebuah kotak berisi jawaban kepada seorang muridnya. Dia berkata:

"Setiap orang yang telah menjawab 'sekuntum mawar' boleh tinggal jika dia menginginkan untuk meneruskan pelajaran. Seseorang yang tidak menulis apa-apa, atau sesuatu yang lain dari 'sekuntum mawar', dipecat."

Seseorang bertanya, "Apakah tak dapat dihindarkan menggunakan cara-cara dangkal itu untuk memutuskan kecocokan bagi hal-hal bersangkutan dengan murid?"

Guru agung menjawab, "Aku tahu jawaban jawaban kalian, tetapi saya ingin memperlihatkan kepada semua yang lain, bahwa pernyataan-pernyataan yang dangkal, mengisyaratkan sifat-sifat batin." Dan dia segera setelah itu membawa kepada kelompoknya suatu daftar nama-nama dari masing-masing orang yang telah menulis 'sekuntum mawar'. ( )

Hal ini menggambarkan suatu makna dari ungkapan, "Kewajaran merupakan mata rantai menuju Kebenaran." Apa yang telah dilihat Abdul Qadir 'di dalam' dapat diperlihatkan 'ke luar'. Dengan cara ini, dan untuk alasan ini, adalah suatu jenis tertentu dari tingkah laku yang diinginkan dari para muridnya.

PENCURI, PEMILIK TOKO DAN HUKUM

Seorang pencuri memasuki sebuah toko. Ketika dia berada di dalam, sebuah bor yang tajam di atas sebuah papan yang ditinggalkan pemilik toko, menusuk matanya, dan membuatnya buta.

Si pencuri pergi kepada hakim, berkata: "Hukuman untuk pencurian adalah penjara, tetapi hukuman untuk suatu kelalaian yang menyebabkan rusak atau luka sebelah mata adalah sedapat mungkin ganti rugi."

"Dia telah datang untuk mencuri dariku," kata pemilik toko membela diri.

"Itu akan ditangani oleh pengadilan yang lain," kata hakim, "dan tidak berhubungan dengan kita di sini." ( )

"Jika engkau mengambil semua milikku," kata si pencuri, "keluargaku akan menderita kelaparan sementara aku dalam penjara. Itu jelas tidak adil terhadap mereka."

"Maka aku akan memerintahkkan untuk mencopot sebelah mata pemilik toko sebagai pembalasan," kata sang Hakim.

"Tetapi jika kau melakukan itu," kata pemilik toko, "Aku akan kehilangan lebih banyak daripada si pencuri, dan hal itu tidak sebanding. Aku seorang ahli permata, dan kehilangan sebelah mata akan menghancurkan kemampuanku untuk bekerja."

"Sungguh baik," jawab sang hakim, "karena hukum harus adil, dan tanpa harus menderita lebih banyak daripada seharusnya, dan karena seluruh masyarakat bersama-sama menanggung dalam keuntungan dan kerugian dari beberapa anggotanya, bawa seorang yang hanya membutuhkan sebelah mata --seorang pemanah, misalnya -- dan ambil sebelah matanya yang lain." ( )

Demikianlah yang terjadi.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1185 seconds (0.1#10.140)