Instruksi dan Tradisi Chisytiyah: Kaum Sufi Adalah Pembohong

Selasa, 13 Oktober 2020 - 15:22 WIB
loading...
Instruksi dan Tradisi Chisytiyah: Kaum Sufi Adalah Pembohong
Ilustrasi/Ist
A A A
Khwaja ('Guru') Abu Ishaq Chisyti, 'orang Syria', lahir di awal abad kesepuluh. Pengikut-pengikutnya berkembang dan berasal dari Garis para Guru, yang kemudian dikenal menjadi Naqsyabandiyah ('Orang-orang Bertujuan'). ( )

Idries Shah
dalam bukunya berjudul The Way of the Sufi menjelaskan komunitas Chisytiyah ini, berawal di Chisyt, Khurasan, khususnya menggunakan musik dalam latihan-latihan mereka. Kaum darwis pengelana dari tarekat ini, dikenal sebagai Chist atau Chisht. Mereka akan memasuki sebuah kota dan meramaikan suasana dengan seruling dan genderang, untuk mengumpulkan orang-orang sebelum menceritakan dongeng atau legenda, sebuah permulaan yang penting. (

Pendapat Unta

Suatu ketika, seorang laki-laki bertanya pada seekor unta, mana yang lebih disukainya, pergi ke tempat tinggi atau rendah.

Unta menjawab, "Apa yang penting bagiku bukan tempat tinggi atau rendah -- tetapi bebannya!"



Sumpah

Seorang laki-laki yang terganggu pikirannya bersumpah, bahwa kalau masalahnya terpecahkan ia akan menjual rumahnya dan memberikan semua keuntungannya kepada orang miskin.

Waktunya tiba, ketika sadar maka ia haruslah memenuhi sumpah tersebut. Akan tetapi dia sendiri tidak ingin mengeluarkan banyak uang. Oleh karena itu, dicarinya jalan keluar.

Ia pun meletakkan tulisan rumah dijual dengan harga sekeping uang perak. Termasuk seekor kucing. Harga untuk binatang ini sepuluh ribu keping uang perak.

Seseorang membeli keduanya, rumah dan kucing. Maka laki-laki yang telah bersumpah tersebut memberikan sekeping uang perak, hasil penjualan rumah, kepada orang miskin, sedangkan sepuluh ribu keping perak sisanya dikantonginya sendiri.

Banyak pikiran orang bekerja seperti ini. Mereka memutuskan mengikuti suatu ajaran; tetapi menafsirkan hubungan mereka dengannya untuk keuntungan diri sendiri.

( )

Tentang Musik

Mereka tahu kalau kita mendengar musik, dan kita merasakan sesuatu yang tersembunyi di dalamnya.

Maka mereka bermain musik dan memasukkan diri mereka sendiri pada 'keadaan'.

Tahu bahwa setiap pembelajaran harus memiliki semua persyaratannya, bukan sekadar musik, pemikiran, konsentrasi.

Ingat:
Kesia-siaan adalah perahan susu yang luar biasa
Dari seekor sapi yang menendang embernya. (Hadrat Mu'inuddin Chisyti)
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3365 seconds (0.1#10.140)