Di Manakah Tempat Sifat Ikhlas Itu?

Jum'at, 06 November 2020 - 07:40 WIB
loading...
Di Manakah Tempat  Sifat Ikhlas Itu?
Urusan manusia adalah sebelum beramal niatnya lurus, ketika beramal dijaga dengan benar, dan sesudah beramal lupakan. Foto ilustrasi/ist
A A A
Setan akan senantiasa menggoda dan merusak amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya.

(Baca juga : Perempuan yang Selalu Memuliakan Rasulullah )

Oleh karena itu, sangat penting bagi kita muslimah untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat membantu mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kepada Allah semata. Mengutip tausiyah KH Abdullah Gymnastiar atau dai yang akrab dipanggil Aa Gym, tentang tempat dalam sifat ikhlas seorang hamba ini. Berikut paparan pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhid tersebut:

Menukil kitab al-Hikam nomor 133, “Jangan menuntut upah terhadap amal perbuatan yang engkau sendiri tidak ikut berbuat. Cukup besar upah/balasan bagimu dari Allah jika Ia menerima amal itu".

Allah Ta'ala berfirman, ‘Dan Allah yang menjadikan engkau dan apa yang engkau perbuat.’ Ibrahim al-Aqni berkata, ’Dari Allah yang menjadikan hamba dan segala perbuatannya, dia pula yang memberikan taufik untuk siapa yang sampai mendekat kepadanya.”

(Baca juga : Sebab Jin Merasuki Tubuh Manusia )

Rezeki manusia itu sesungguhnya bukan pada pahalanya, melainkan rezeki manusia itu ketika bisa beramal dan Allah ridha. Benar, Allah menjanjikan pahala, tapi sejatinya bukan urusan kita pahala itu, urusan Allah yang memberi. Urusan manusia adalah sebelum beramal niatnya lurus, ketika beramal dijaga dengan benar, dan sesudah beramal lupakan. Kita tidak boleh menganggap amal itu milik kita, amal itu karunia Allah.

Kegagalan suatu amal ada tiga, yaitu: 1) niatnya tidak benar, 2) caranya tidak benar, 3) sesudah jadi amal diakui itu miliknya. Ini karena sebetulnya bukan kita yang sedekah, yang ada adalah Allah menitipkan uang kepada kita untuk hambanya melalui perantara, yaitu kita.

(Baca juga : Amalan Ringan Ini Bisa Menjadi Pembuka Berkah )

Karena Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk beramal, kemudian Allah memberi taufik di hati kita supaya kita ingin beramal, dan itu sudah cukup untuk kita. Perihal nanti sedekah itu apakah menjadi amal atau tidak, itu semua sudah janji dan hak Allah. Yang mana kita sebagai hamba tidak perlu menunggu, juga tidak perlu untuk mengungkit-ungkit amalan tersebut.

Perihal perhitungan balasan sedekah dari Allah, itu juga adalah hak Allah apakah nanti dibalas dengan 10 sampai 700 kali lipat. Dan itu memang sudah tidak perlu kita nanti-nantikan, karena itu sudah pasti. Janji Allah itu pasti tidak akan pernah meleset. Tidak akan tertukar. Tidak salah detiknya, menitnya, dan pasti sempurna.

(Baca juga : Kluster Baru Covid-19, Polisi Tunggu 2 Minggu Usai Libur Panjang )

Maka dari itu, kita harus fokus pada dua hal di awal dan satu hal di akhir. Yakni jaga dengan lillaahi ta’ala,dan tidak boleh ada niat yang lain atau tersembunyi dalam diri kita. Ketika kita tersenyum, maka bukan karena ingin dagangan kita laku. Kita tersenyum bukan karena supaya kelihatan menarik. Kita tersenyum bukan karena ingin orang lain membalas senyuman kita, tapi kita tersenyum karena Allah suka orang yang tersenyum karena-Nya.

Kita sedekah karena Allah suka ketika kita bersedekah. Perihal orang lain mau berterima kasih, mau menghargai, atau tidak itu semua bukan urusan kita. Urusan utama kita adalah sedekah, menolong orang, berbuat supaya amalan tersebut diterima oleh Allah. Dan itu ketika di awal kemudian ketika sudah menjadi amal, hilang diri kita sama sekali.

(Baca juga : Banyak Horeka Tutup Selama Pandemi, Bisnis Kopi Ikut Tiarap )

Semua kebaikan yang bisa kita lakukan itu datangnya dari Allah. Kita tidak boleh mengakui, saya sudah nyumbang, saya sudah menolong, saya sudah berbuat, semua itu tidak boleh. Karena, “Allah lah yang telah menciptakan engkau dan apa yang engkau lakukan.” Itulah adab untuk kita semua.

Namun ketika kita dalam masalah dan kita merasa punya amal, lalu kita bertawasul itu baru diperbolehkan. Karena bertawasul juga sama seperti kita menyerahkan kepada Allah dengan cara kita menyerahkan amalan baik yang pernah kita lakukan, yang mudah-mudahan diterima oleh Allah.

(Baca juga : Legislator PKS: Sudah Seharusnya Habib Rizieq Bisa Pulang )

Kemudian marilah kita belajar untuk menjadi pelupa. Pelupa terhadap sekecil apapun kebaikan kita. Karena memang sesungguhnya kita tidak pernah menolong orang, yang ada ialah Allah menggerakkan kita untuk menolong orang lewat perantara kita. Maka dari itu, sebaiknya kita tidak mengingat-ngingat kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain, apalagi untuk menuntut orang membalas kebaikan kita. Dan yang terpenting adalah ingat, gigih di awal, sempurnakan ikhtiar, dan lupakan apa yang sudah terjadi.

Wallahu A'lam.
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1934 seconds (0.1#10.140)