Idulfitri: Saling Memaafkan dan Melapangkan Dada, Jabat Tangan Membuka Lembaran Baru
loading...
A
A
A
Hari Raya Idulfitri dikenal juga sebagai hari saling memaafkan. Dalam momentum hari raya Idulfitri yang mulia dan suci, kita sama-sama menyucikan diri dari segala kesalahan kepada Allah SWT dan kepada manusia.
Hal ini kita lakukan agar menjadikan amal ibadah Ramadan kita lebih bermakna untuk diri kita. Karena sebagai manusia biasa. kita tidak dapat lepas dari segala kesalahan.
Terkadang, kita tidak sengaja melukai orang lain dengan ucapan kita. Kita juga tidak menyadari perbuatan kita dapat menyakiti orang lain, meskipun tidak disengaja. Karena itu, meminta maaf dan memaafkan dengan lapang dada adalah salah satu hal yang penting untuk dilakukan pada momentum Idulfitri.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran " (Mizan, 2007) mengatakan lapang dada atau al-shafh dalam berbagai bentuk terulang sebanyak delapan kali dalam Al-Quran .
Menurut Quraish, kata ini pada mulanya berarti lapang. Halaman pada sebuah buku dinamai shafhat karena kelapangan dan keluasannya.
Dari sini, al-shafh dapat diartikan kelapangan dada. Berjabat tangan dinamai mushafahat karena melakukannya menjadi perlambang kelapangan dada.
"Dari delapan kali bentuk al-shafh yang dikemukakan, empat di antaranya didahului oleh perintah memberi maaf," ujarnya.
Perhatikan ayat-ayat berikut:
"Apabila kamu memaafkan, dan melapangkan dada serta melindungi, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang." ( QS Al-Thaghabun [64] : 14).
"Hendaklah mereka memaafkan dan melapangkan dada! Apakah kamu tidak ingin diampuni oleh Allah?" ( QS Al-Nur [24] : 22) .
"Maafkanlah mereka dan lapangkan dada. Sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan (terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya) ( QS Al-Ma-idah [5] : l3. Juga baca surat Al-Baqarah [2] : lO9).
Menurut Quraish, ulama-ulama Al-Quran seperti Ar-Raghib Al-Isfahani menyatakan bahwa al-shafa lebih tinggi kedudukannya dari al-'afw (maaf).
Pernyataan yang dikemukakan itu dapat dipahami melalui alasan kebahasaan sebagai berikut.
Seperti dikemukakan terdahulu dari kata al-shafh lahirlah shafhat yang berarti halaman. Jika Anda memiliki selembar kertas yang ditulisi suatu kesalahan, lantas kesalahan itu ditulis dengan pensil, Anda tentu dapat mengambil penghapus karet untuk menghapusnya. Seperti demikianlah ketika Anda melakukan 'afw (memberi maaf).
Seandainya kesalahan pada kertas itu ditulis dengan tinta, tentu Anda akan menghapusnya dengan Tipp Ex agar tidak terlihat lagi, dan di sini Anda melakukan takfir seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Betapapun Anda menghapus bekas kesalahan, namun pasti sedikit banyak, lembaran tersebut tidak lagi sama sepenuhnya dengan lembaran baru. Malah barangkali kertas itu menjadi kusut.
"Nah, di sinilah letak perbedaan antara al-shafh yang mengandung arti lapang dan lembaran baru dengan takfir," kata Quraish.
Al-Shafh menuntut seseorang untuk membuka lembaran baru hingga sedikit pun hubungan tidak ternodai, tidak kusut, dan tidak seperti halaman yang telah dihapus kesalahannya.
Hal ini kita lakukan agar menjadikan amal ibadah Ramadan kita lebih bermakna untuk diri kita. Karena sebagai manusia biasa. kita tidak dapat lepas dari segala kesalahan.
Terkadang, kita tidak sengaja melukai orang lain dengan ucapan kita. Kita juga tidak menyadari perbuatan kita dapat menyakiti orang lain, meskipun tidak disengaja. Karena itu, meminta maaf dan memaafkan dengan lapang dada adalah salah satu hal yang penting untuk dilakukan pada momentum Idulfitri.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran " (Mizan, 2007) mengatakan lapang dada atau al-shafh dalam berbagai bentuk terulang sebanyak delapan kali dalam Al-Quran .
Menurut Quraish, kata ini pada mulanya berarti lapang. Halaman pada sebuah buku dinamai shafhat karena kelapangan dan keluasannya.
Dari sini, al-shafh dapat diartikan kelapangan dada. Berjabat tangan dinamai mushafahat karena melakukannya menjadi perlambang kelapangan dada.
"Dari delapan kali bentuk al-shafh yang dikemukakan, empat di antaranya didahului oleh perintah memberi maaf," ujarnya.
Perhatikan ayat-ayat berikut:
"Apabila kamu memaafkan, dan melapangkan dada serta melindungi, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang." ( QS Al-Thaghabun [64] : 14).
"Hendaklah mereka memaafkan dan melapangkan dada! Apakah kamu tidak ingin diampuni oleh Allah?" ( QS Al-Nur [24] : 22) .
"Maafkanlah mereka dan lapangkan dada. Sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan (terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya) ( QS Al-Ma-idah [5] : l3. Juga baca surat Al-Baqarah [2] : lO9).
Menurut Quraish, ulama-ulama Al-Quran seperti Ar-Raghib Al-Isfahani menyatakan bahwa al-shafa lebih tinggi kedudukannya dari al-'afw (maaf).
Pernyataan yang dikemukakan itu dapat dipahami melalui alasan kebahasaan sebagai berikut.
Seperti dikemukakan terdahulu dari kata al-shafh lahirlah shafhat yang berarti halaman. Jika Anda memiliki selembar kertas yang ditulisi suatu kesalahan, lantas kesalahan itu ditulis dengan pensil, Anda tentu dapat mengambil penghapus karet untuk menghapusnya. Seperti demikianlah ketika Anda melakukan 'afw (memberi maaf).
Seandainya kesalahan pada kertas itu ditulis dengan tinta, tentu Anda akan menghapusnya dengan Tipp Ex agar tidak terlihat lagi, dan di sini Anda melakukan takfir seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Betapapun Anda menghapus bekas kesalahan, namun pasti sedikit banyak, lembaran tersebut tidak lagi sama sepenuhnya dengan lembaran baru. Malah barangkali kertas itu menjadi kusut.
"Nah, di sinilah letak perbedaan antara al-shafh yang mengandung arti lapang dan lembaran baru dengan takfir," kata Quraish.
Al-Shafh menuntut seseorang untuk membuka lembaran baru hingga sedikit pun hubungan tidak ternodai, tidak kusut, dan tidak seperti halaman yang telah dihapus kesalahannya.