Nuzulul Qur'an, Haedar: Kita Tidak Berdebat Soal Kapan Persisnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum PP Muhammadiyah , Prof Haedar Nashir , mengingatkan pentingnya mengingat momen Nuzulul Quran untuk menambah rasa cinta dan kedekatan kita kepada Al-Quran sebagai mukjizat terbesar yang diturunkan kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam (SAW).
“Kita tidak berdebat soal kapan persisnya, tetapi bahwa al-Quran al-karim itu diturunkan Allah kepada Rasulullah Saw pada bulan Ramadan di mana wahyu pertama itu QS. Al-‘Alaq," ujar Haedar dalam Kajian Daring Ramadhan yang membahas tentang urgensi peristiwa Nuzulul Qur’an pada Ahad (10/5). ( )
Haedar mengatkan bertahun-tahun kita memperingati peristiwa ini, sekarang bagaimana mengurai makna yang mendalam tentang hal ini, dan bagaimana kita bumikan al-Quran ini dalam kehidupan sehari-hari. ( )
Dalam QS Al-Baqarah ayat 185, Haedar menuturkan bahwa al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran Islam, di dalamnya terkandung hidayah bagi Muslim dalam menjalani kehidupan ini agar selamat dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bahkan redaksi yang termaktub dalam ayat tersebut tidak terbatas untuk umat Islam tetapi juga seluruh spesies manusia.
“QS al-Baqarah ayat 2 menyebutkan ‘menjadi petunjuk bagi manusia’, yang artinya al-Quran itu merupakan wahyu yang universal, bersifat umum, yang akan menjadi guidance kehidupan umat manusia. Kenapa manusia memerlukan petunjuk? Karena manusia itu sudah diberikan fitrah di dalam dirinya yakni fitrah beragama dan bertuhan,” kata Haedar mengikuti pendapat Ibnu Katsir yang menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah bertuhan. ( )
“Artinya siapapun manusia di dunia ini, hatta mereka yang mengaku ateis secara formal, di dalam dirinya ada jiwa bertuhan. Kita tak pernah membayangkan seorang ateis di kala hidupnya gundah, ada banyak pertarungan yang kemudian akal tak bisa menjangkaunya, lalu ada banyak peristiwa besar dalam kehidupannya, di situlah sesungguhnya dia akan mencari sesuatu yang metafisik,” ujarnya.
Bagi Haedar, Albert Einstein dan Stephen Hawking merupakan dua manusia jenius yang masih mengakui bahwa di balik luasnya alam semesta, ada sesuatu Yang Maha Kuasa. Meski demikian, kata Haedar, kalau ditinjau dalam perspektif Islam, keduanya belum dapat masuk kategori sebagai orang mukmin.
“Intinya bahwa manusia diberi ilham untuk beragama, tetapi karena satu lain hal, dan juga lingkungan, fitrah beragama itu menjadi kecil, bahkan dinegasikan. Orang-orang kafir itu juga termasuk orang yang mengingkari fitrah beragama yang diberikan Tuhan. Di saat itulah Allah menurunkan fitrah al-munazzalah berupa kitab suci,” terang Haedar.
Al-Quran sebagai fitrah merupakan pembimbing untuk menyempurnakan fitrah ketuhanan yang ada dalam diri manusia. Ulama dan pemikir terkemuka dari abad ke-11 M, Abu Hamid al-Ghazali, menggambarkan Al-Quran sebagai lautan ilmu sekaligus hikmah yang luas.
Kondisi Darurat
Terpisah, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Tengah Jumari, mengatakan perjalanan kehidupan sejak Al- Qur’an diturunkan di bumi sampai dengan saat ini sudah diwarnai dengan berbagai peristiwa yang beragam dengan segala dinamikanya.
Surat Al-‘Alaq adalah yang pertama kali diturunkan, pada ayat pertama surat tersebut dicantumkan kata iqra’ yang artinya bacalah. ( )
Perintah membaca memiliki arti dan menghimpun banyak makna antara lain meneliti, mengkaji, mendalami dan juga mengetahui ciri sesuatu. "Pilihan sikap dan kebijakan dalam menghadapi setiap persoalan hidup sudah seharusnya ditentukan melalui berbagai proses sebagaimana makna yang terkandung dalam perintah membaca tersebut. Oleh karenanya, yang dibaca tidak hanya yang tertulis semata akan tetapi juga yang tidak tertulis," katanya sebagaimana dikutip laman resmi PP Muhammadiyah.
Oleh karenanya membaca fenomena munculnya wabah virus yang telah masuk kategori pandemi (penyebarannya yang luas) ini juga perlu dilakukan dengan semangat iqra’. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan agar semua bisa selamat dan segera mampu melewati masa darurat ini.
Al Quran sejak awal mengajarkan tentang keseimbangan dan perpaduan antara aspek ikhtiar dalam bentuk usaha lahiriah dan pertolongan Allah, akal dan qalbu (hati), pikir dan zikir, ilmu dan iman. Sesuai semangat yang ada didalam Al- Quran maka setiap pribadi muslim perlu memadukan masing-masing kedua aspek tersebut dalam perjalanan hidupnya. ( )
“Sikap pasrah dan juga permohonan do’a kepada Allah agar wabah Covid-19 segera berakhir, perlu diikuti juga dengan usaha dalam bentuk pelaksanaan protokol kesehatan yang sudah dibuat dan disusun berdasarkan pertimbangan akal, pikiran dan juga ilmu pengetahuan,” tuturnya.
Jumari yang juga Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kabupaten Magelang tersebut menambahkan bahwa kemampuan membaca Al-Qur’an perlu disempurnakan dengan ikhtiar memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. “Jadikan setiap peringatan Nuzulul Qur’an sebagai momentum untuk refleksi dan evaluasi terkait pelaksanaan setiap pedoman hidup yang tercantum didalam Al-Qur’an itu sendiri,” pungkasnya. ( )
“Kita tidak berdebat soal kapan persisnya, tetapi bahwa al-Quran al-karim itu diturunkan Allah kepada Rasulullah Saw pada bulan Ramadan di mana wahyu pertama itu QS. Al-‘Alaq," ujar Haedar dalam Kajian Daring Ramadhan yang membahas tentang urgensi peristiwa Nuzulul Qur’an pada Ahad (10/5). ( )
Haedar mengatkan bertahun-tahun kita memperingati peristiwa ini, sekarang bagaimana mengurai makna yang mendalam tentang hal ini, dan bagaimana kita bumikan al-Quran ini dalam kehidupan sehari-hari. ( )
Dalam QS Al-Baqarah ayat 185, Haedar menuturkan bahwa al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran Islam, di dalamnya terkandung hidayah bagi Muslim dalam menjalani kehidupan ini agar selamat dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bahkan redaksi yang termaktub dalam ayat tersebut tidak terbatas untuk umat Islam tetapi juga seluruh spesies manusia.
“QS al-Baqarah ayat 2 menyebutkan ‘menjadi petunjuk bagi manusia’, yang artinya al-Quran itu merupakan wahyu yang universal, bersifat umum, yang akan menjadi guidance kehidupan umat manusia. Kenapa manusia memerlukan petunjuk? Karena manusia itu sudah diberikan fitrah di dalam dirinya yakni fitrah beragama dan bertuhan,” kata Haedar mengikuti pendapat Ibnu Katsir yang menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah bertuhan. ( )
“Artinya siapapun manusia di dunia ini, hatta mereka yang mengaku ateis secara formal, di dalam dirinya ada jiwa bertuhan. Kita tak pernah membayangkan seorang ateis di kala hidupnya gundah, ada banyak pertarungan yang kemudian akal tak bisa menjangkaunya, lalu ada banyak peristiwa besar dalam kehidupannya, di situlah sesungguhnya dia akan mencari sesuatu yang metafisik,” ujarnya.
Bagi Haedar, Albert Einstein dan Stephen Hawking merupakan dua manusia jenius yang masih mengakui bahwa di balik luasnya alam semesta, ada sesuatu Yang Maha Kuasa. Meski demikian, kata Haedar, kalau ditinjau dalam perspektif Islam, keduanya belum dapat masuk kategori sebagai orang mukmin.
“Intinya bahwa manusia diberi ilham untuk beragama, tetapi karena satu lain hal, dan juga lingkungan, fitrah beragama itu menjadi kecil, bahkan dinegasikan. Orang-orang kafir itu juga termasuk orang yang mengingkari fitrah beragama yang diberikan Tuhan. Di saat itulah Allah menurunkan fitrah al-munazzalah berupa kitab suci,” terang Haedar.
Al-Quran sebagai fitrah merupakan pembimbing untuk menyempurnakan fitrah ketuhanan yang ada dalam diri manusia. Ulama dan pemikir terkemuka dari abad ke-11 M, Abu Hamid al-Ghazali, menggambarkan Al-Quran sebagai lautan ilmu sekaligus hikmah yang luas.
Kondisi Darurat
Terpisah, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Tengah Jumari, mengatakan perjalanan kehidupan sejak Al- Qur’an diturunkan di bumi sampai dengan saat ini sudah diwarnai dengan berbagai peristiwa yang beragam dengan segala dinamikanya.
Surat Al-‘Alaq adalah yang pertama kali diturunkan, pada ayat pertama surat tersebut dicantumkan kata iqra’ yang artinya bacalah. ( )
Perintah membaca memiliki arti dan menghimpun banyak makna antara lain meneliti, mengkaji, mendalami dan juga mengetahui ciri sesuatu. "Pilihan sikap dan kebijakan dalam menghadapi setiap persoalan hidup sudah seharusnya ditentukan melalui berbagai proses sebagaimana makna yang terkandung dalam perintah membaca tersebut. Oleh karenanya, yang dibaca tidak hanya yang tertulis semata akan tetapi juga yang tidak tertulis," katanya sebagaimana dikutip laman resmi PP Muhammadiyah.
Oleh karenanya membaca fenomena munculnya wabah virus yang telah masuk kategori pandemi (penyebarannya yang luas) ini juga perlu dilakukan dengan semangat iqra’. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan agar semua bisa selamat dan segera mampu melewati masa darurat ini.
Al Quran sejak awal mengajarkan tentang keseimbangan dan perpaduan antara aspek ikhtiar dalam bentuk usaha lahiriah dan pertolongan Allah, akal dan qalbu (hati), pikir dan zikir, ilmu dan iman. Sesuai semangat yang ada didalam Al- Quran maka setiap pribadi muslim perlu memadukan masing-masing kedua aspek tersebut dalam perjalanan hidupnya. ( )
“Sikap pasrah dan juga permohonan do’a kepada Allah agar wabah Covid-19 segera berakhir, perlu diikuti juga dengan usaha dalam bentuk pelaksanaan protokol kesehatan yang sudah dibuat dan disusun berdasarkan pertimbangan akal, pikiran dan juga ilmu pengetahuan,” tuturnya.
Jumari yang juga Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kabupaten Magelang tersebut menambahkan bahwa kemampuan membaca Al-Qur’an perlu disempurnakan dengan ikhtiar memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. “Jadikan setiap peringatan Nuzulul Qur’an sebagai momentum untuk refleksi dan evaluasi terkait pelaksanaan setiap pedoman hidup yang tercantum didalam Al-Qur’an itu sendiri,” pungkasnya. ( )
(mhy)