Halal dan Haram: Hukum Menyambung Rambut Tak Ubahnya dengan Penipuan?

Selasa, 01 Desember 2020 - 08:33 WIB
loading...
Halal dan Haram: Hukum Menyambung Rambut Tak Ubahnya dengan Penipuan?
Ilustrasi/Ist
A A A
ISLAM melarang perempuan maupun laki-laki menyambung rambut dengan rambut lain, baik rambut itu asli atau imitasi seperti yang terkenal sekarang ini dengan nama wig. ( )

Imam Bukhari meriwayatkan dari jalan Aisyah , Asma', Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar dan Abu Hurairah sebagai berikut:

" Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menyambung rambut atau minta disambungkan rambutnya."

Bagi laki-laki lebih diharamkan lagi, baik dia itu bekerja sebagai tukang menyambung seperti yang dikenal sekarang tukang rias ataupun dia minta disambungkan rambutnya, jenis perempuan-perempuan wadam (laki-laki banci) seperti sekarang ini. ( )

Persoalan ini oleh Rasulullah SAW, diperkeras sekali dan digiatkan untuk memberantasnya. Sampai pun terhadap perempuan yang rambutnya gugur karena sakit misalnya, atau perempuan yang hendak menjadi pengantin untuk bermalam pertama dengan suaminya, tetap tidak boleh rambutnya itu disambung.

Aisyah meriwayatkan:

"Seorang perempuan Anshar telah kawin, dan sesungguhnya dia sakit sehingga gugurlah rambutnya, kemudian keluarganya bermaksud untuk menyambung rambutnya, tetapi sebelumnya mereka bertanya dulu kepada Nabi, maka jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya." (Riwayat Bukhari)

Asma' juga pernah meriwayatkan:

"Ada seorang perempuan bertanya kepada Nabi SAW: Ya Rasulullah, sesungguhnya anak saya terkena suatu penyakit sehingga gugurlah rambutnya, dan saya akan kawinkan dia apakah boleh saya sambung rambutnya? Jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambutnya." (Riwayat Bukhari)

Said bin al-Musayib meriwayatkan:

Muawiyah datang ke Madinah dan ini merupakan kedatangannya yang paling akhir di Madinah, kemudian ia bercakap-cakap dengan kami. Lantas Muawiyah mengeluarkan satu ikat rambut dan ia berkata: "Saya tidak pernah melihat seorangpun yang mengerjakan seperti ini kecuali orang-orang Yahudi, dimana Rasulullah SAW sendiri menamakan ini suatu dosa yakni perempuan yang menyambung rambut (adalah dosa)."



Dalam satu riwayat dikatakan, bahwa Muawiyah berkata kepada penduduk Madinah:

"Di mana ulama-ulamamu? Saya pernah mendengar sendiri Rasulullah SAW bersabda: Sungguh Bani Israel rusak karena perempuan-perempuannya memakai ini (cemara)." (Riwayat Bukhari)

Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul " Halal dan Haram dalam Islam " menyebut Rasulullah menamakan perbuatan ini zuur (dosa) berarti memberikan suatu isyarat akan hikmah diharamkannya hal tersebut. Sebab hal ini tak ubahnya dengan suatu penipuan, memalsu dan mengelabui.

Sedang Islam benci sekali terhadap perbuatan menipu; dan samasekali antipati terhadap orang yang menipu dalam seluruh lapangan muamalah, baik yang menyangkut masalah material ataupun moral.

Kata Rasulullah SAW: "Barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami." (Riwayat Jamaah sahabat)



Al-Khaththabi berkata: Adanya ancaman yang begitu keras dalam persoalan-persoalan ini, karena di dalamnya terkandung suatu penipuan. Oleh karena itu seandainya berhias seperti itu dibolehkan, niscaya cukup sebagai jembatan untuk bolehnya berbuat bermacam-macam penipuan. Di samping itu memang ada unsur perombakan terhadap ciptaan Allah. Ini sesuai dengan isyarat hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud yang mengatakan "... perempuan-perempuan yang merombak ciptaan Allah."

Yang dimaksud oleh hadis-hadis tersebut di atas, yaitu menyambung rambut dengan rambut, baik rambut yang dimaksud itu rambut asli ataupun imitasi. Dan ini pulalah yang dimaksud dengan memalsu dan mengelabui. Adapun kalau dia sambung dengan kain atau benang dan sabagainya, tidak masuk dalam larangan ini. Dan dalam hal ini Said bin Jabir pernah mengatakan:

"Tidak mengapa kamu memakai benang."

Menurut Al-Qardhawi, yang dimaksud di sini ialah benang sutera atau wool yang biasa dipakai untuk menganyam rambut, di mana perempuan selalu memakainya untuk menyambung rambut. Tentang kebolehan memakai benang ini telah dikatakan juga oleh Imam Ahmad. ( )

Beragam
Kini teknik penyambungan rambut yang berkembang dilakukan pada sebagian atau bahkan keseluruhan rambut. Rambut disambung menggunakan polymer microtien, yaitu sejenis lem karet yang khusus untuk merekatkan rambut.

Ada dua jenisnya, yaitu rambut tiruan (hair synthetic) atau rambut asli yang berasal dari rambut manusia (human hair).

Para ulama memiliki pemandangan yang beragam menyikapi permasalahan tersebut. Dalam kasus rambut asli, Mazhab Maliki , Syaiii , dan Hanbali berpendapat, hukumnya haram. Apa pun tujuannya, baik untuk kecantikan atau sekadar perbaikan rambut.

Dalam al-Fiqh al-Manhaji ‘ala al-Mazhab al-Syafi’i yang ditulis oleh Dr. Mushtofa al-Khin, Dr. Mushthofa al-Bugha, dan Ali al-Syuraij, menyambung rambut diharamkan bagi perempuan atau laki-laki. Baik itu untuk bertujuan mempercantik/memperindah diri atau tidak. Menyambung rambut adalah termasuk perilaku dosa besar. (al-Fiqh al-Manhaji: 3-100).

Alasan pengharamannya adalah karena kita dilarang untuk memanfaatkan rambut dan seluruh tubuh manusia karena kemuliaannya. Termasuk, asal muasal rambut, baik rambut sendiri, kerabat yang mahram, atau rambut orang lain. Tetap saja, tidak diperbolehkan.

Mazhab Hanafi lebih memilih opsi makruh untuk kasus rambut asli.

Untuk opsi jenis rambut yang kedua, yaitu penyambungan dengan rambut sintetis, mayoritas ulama sepakat hukumnya boleh. Pandangan ini banyak digunakan, antara lain, oleh ulama Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan pendapat yang kuat di Mazhab Hanbali. Ada pula yang tetap mengharamkan penyambungan rambut jenis ini, yaitu Sa'id bin Jabir dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.

Ada satu jenis rambut lagi, kata Prof Abdul Jawwad dalam bukunya berjudul as-Syi'ru wa-Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami. Yaitu, penyambungan menggunakan rambut binatang.

Menurut mayoritas ulama, hukumnya tidak boleh. Opsi ini dipilih oleh Mazhab Maliki, Hanbali, dan Zhahiri.

Sedangkan, di kalangan Mazhab Syafii ada tiga pendangan bila yang bersangkutan bersuami. Pertama tidak boleh, kedua boleh mutlak, dan ketiga boleh atas izin suami. Jika tidak bersuami atau lajang, Mazhab ini tetap tidak memperbolehkan.

Pertanyaan soal mengapa menyambung rambut ini diharamkan, oleh Thahir bin ‘Asyur, ulama pakar maqasid syariah asal Tunisia, dimasukkan ke dalam bahasan kebiasaan-kebiasaan orang-orang Arab. Menurutnya, kenapa diharamkan menyambut rambut karena itu menjadi tanda tidak terhormatnya wanita. Salah satu kebiasaan wanita yang kurang baik pada masa itu adalah menyambung rambut. Wanita yang menyambung rambut biasanya juga dekat pelacuran. Wallahu'alam.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2327 seconds (0.1#10.140)