Kaum Munafik Menghindari Seruan Nabi Melawan Romawi
loading...
A
A
A
Kisah ini dinukil dari Buku karangan Muhammad Husain Haekal yang diterjemahkan dari Bahasa Arab oleh Ali Audah berjudul "Sejarah Hidup Muhammad".
KETIKA itu musim panas belum berakhir. Suhu panas musim pada awal musim rontok yang sampai pada titik yang sangat tinggi itu merupakan musim maut yang sangat mencekam di wilayah padang pasir. Di samping itu memang perjalanan dari Madinah ke Syam, selain perjalanan yang panjang juga sangat sukar sekali ditempuh. Perlu ada keuletan, persediaan bahan makanan dan air.
Jadi, tidak ada jalan lain Rasulullah harus memberitahukan niatnya hendak berangkat menghadapi Romawi itu kepada umum; supaya mereka juga bersiap-siap. Tidak ada jalan lain juga harus menyimpang pula dari kebiasaannya dalam ekspedisi-ekspedisinya yang sudah-sudah, yang dalam memimpin pasukannya sering ia menuju ke jurusan lain daripada yang sebenarnya dituju, untuk menyesatkan pihak musuh supaya berita perjalanannya itu tidak diketahui.
( )
Kemudian Rasulullah menyerukan kepada semua kabilah bersiap-siap dengan pasukan yang sebesar mungkin. Orang-orang kaya dari kalangan Muslimin juga dimintanya supaya ikut serta dalam menyiapkan pasukan itu dengan harta yang ada pada mereka serta mengerahkan orang supaya sama-sama menggabungkan diri ke dalam pasukan itu. Dengan demikian, itu akan berarti sekali sehingga dapat membawa rasa cemas ke dalam jiwa pihak Romawi, yang sudah terkenal oleh banyaknya jumlah orang dan besarnya perlengkapan.
Bagaimana gerangan kaum Muslimin menyambut seruan ini, yang berarti harus meninggalkan isteri, anak dan harta-benda, dalam panas musim yang begitu dahsyat, dalam mengarungi lautan tandus padang sahara, kering, air pun tak seberapa, kemudian harus pula menghadapi musuh yang sudah mengalahkan Persia, dan belum dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin? Akan tetapi iman mereka, kecintaan mereka kepada Rasul, serta kemesraan kepada agama, mereka pun terjun menyambut seruan itu, berangkat dalam satu arak-arakan yang rasanya dapat menyempitkan ruang padang sahara itu, sambil mengerahkan semua harta dan ternak mereka, siap dengan senjata di tangan, dengan debu yang sudah mengepul, yang begitu sampai beritanya kepada musuh, mereka akan lari tunggang-langgang.
Ataukah barangkali perjalanan yang begitu sulit itu, di bawah lecutan udara panas, di bawah ancaman lapar dan haus,
mereka akan jadi enggan dan kembali surut?
( )
Dua perasaan itu di kalangan Muslimin ada pada waktu itu.
Ada yang menyambut agama ini dengan hati yang bersemarak cahaya dan bimbingan Tuhan, hati yang sudah berkilauan cahaya iman, dan ia sudah tidak mengenal yang lain. Ada yang masuk agama dengan suatu harapan, dan dengan rasa gentar.
Mereka mengharapkan harta rampasan perang, karena kabilah-kabilah itu sudah tak berdaya menahan serbuan Muslimin, lalu mereka menyerah dan bersedia membayar jizya dengan taat dan patuh. Yang merasa gentar karena kekuatan ini dapat menghantam kekuatan lain yang merintanginya, dan ditakuti kekuasaannya oleh setiap raja.
Golongan pertama, dengan segera mereka itu berbondong-bondong menyambut seruan Rasulullah. Ada orang miskin dari mereka itu, tidak ada binatang beban yang akan ditungganginya, ada pula orang yang kaya raya, menyerahkan semua harta kepadanya untuk diserahkan kepada perjuangan di jalan Allah, dengan hati ikhlas, dengan harapan akan gugur pula sebagai syahid di sisi Tuhan. Sedang yang lain masih berat-berat langkah dan mulai mereka itu mencari-cari alasan, sambil berbisik-bisik sesama mereka dan mencemooh ajakan Rasulullah kepada mereka untuk menghadapi suatu peperangan yang jauh, dalam udara yang begitu panas membakar.
Itulah mereka orang-orang munafik, yang karenanya Surah At-Taubah turun, yang berisi ajakan perjuangan yang paling besar dan tegas-tegas menyampaikan ancaman Tuhan kepada mereka yang membelakangi ajakan Rasulullah.
( )
Ada sekelompok orang-orang munafik yang berkata satu sama lain: Jangan kalian berangkat perang dalam udara panas. Maka firman Tuhan ini turun:
فَرِحَ ٱلْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلَٰفَ رَسُولِ ٱللَّهِ وَكَرِهُوٓا۟ أَن يُجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَقَالُوا۟ لَا تَنفِرُوا۟ فِى ٱلْحَرِّ ۗ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا ۚ لَّوْ كَانُوا۟ يَفْقَهُو
فَلْيَضْحَكُوا۟ قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا۟ كَثِيرًا جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.(QS At-Taubah : 81-82)
Kata Rasulullah kepada Jadd bin Qais - salah seorang Banu Salima: "Hai Jadd, engkau bersedia tahun ini menghadapi Banu'l Ashfar?"
"Rasulullah," kata Jadd. "Izinkanlah saya untuk tidak dibawa ke dalam ujian serupa ini. Masyarakat saya sudah cukup mengenal, bahwa tak ada orang yang lebih berahi terhadap wanita seperti saya ini. Kuatir saya, bahwa kalau saya melihat wanita-wanita Banu'l-Ashfar, saya takkan dapat menahan diri." Banu'l Ashfar ialah bangsa Romawi.
( )
Oleh Rasulullah ia ditinggalkan. Dalam hubungan ini ayat berikut ini turun:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلَا تَفْتِنِّي ۚ أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا ۗ وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ
Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah". Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir. (QS At-Taubah : 49)
Orang-orang yang memang sudah membawa bibit-bibit kebencian dalam hatinya kepada Rasulullah, mereka mengambil kesempatan dalam peristiwa ini supaya orang-orang munafik itu tambah munafik dan menghasut orang supaya tinggal di belakang medan perang.
Rasulullah melihat bahwa mereka itu tak dapat diberi hati, khawatir nanti akan merajalela. Ia berpendapat akan mengambil tindakan terhadap mereka dengan tangan besi.
Beliau mengetahui, bahwa banyak orang berkumpul di rumah Sulaim orang Yahudi itu. Mereka mau mengalang-alangi orang, mau menanamkan rasa enggan dalam hati orang dan supaya mereka tinggal saja di garis belakang. Didampingi oleh beberapa orang sahabat ia mengutus Talha bin 'Ubaidillah kepada mereka dan rumah Sulaim itu dibakar. Salah seorang dari mereka patah kakinya ketika ia melarikan diri dari dalam rumah itu. Yang lain-lain langsung menerobos api itu dan dapat meloloskan diri.
( )
Tetapi mereka sudah tidak lagi mengulangi perbuatan semacam itu. Bahkan itu menjadi contoh buat yang lain. Sesudah itu tak ada lagi orang berani melakukan perbuatan demikian.
Tindakan tegas terhadap orang-orang munafik itu ada juga bekasnya. Dalam mempersiapkan pasukan itu orang-orang kaya dan orang-orang berada telah pula datang menyumbangkan hartanya dalam jumlah yang cukup besar. Usman bin 'Affan saja sendiri menyumbang seribu dinar, dan banyak lagi yang lain, masing-masing menurut kemampuannya.
Setiap orang yang mampu tampil dengan perlengkapan dan biaya sendiri pula. Orang-orang yang tidak punya juga banyak yang datang ingin dibawa serta oleh Nabi. Mereka yang mampu oleh Nabi dibawa, sedang kepada yang lain ia berkata: "Dalam hal ini saya tidak mendapat kendaraan yang akan dapat membawa kamu."
Dengan demikian mereka pun kembali, kembali dengan bercucuran airmata. Mereka sedih, karena tak ada pula yang dapat mereka sumbangkan. Karena tangisan mereka itu mereka diberi nama Al-Bakka'un (orang-orang yang menangis).
( )
Pasukan yang sudah berkumpul mendampingi Rasulullah ini - yang disebut Pasukan 'Usra karena kesukaran yang dialami sejak mulai dibangun - sebanyak tigapuluh ribu Muslimin. Dalam menunggu Rasulullah kembali dari mengurus beberapa masalah di Madinah, sementara dia tidak ada, di tengah-tengah pasukan yang sudah berkumpul itu Abu Bakarlah yang bertindak sebagai imam sembahyang.
Sekarang, setelah masalah-masalah dalam kota diserahkan kepada Muhammad bin Maslama; dan Ali bin Abi Talib diserahi urusan keluarga dan disuruhnya ia tinggal dengan mereka. Setelah segala sesuatunya sudah dianggap beres, ia pun kembali ke tempat semula memimpin pasukan. Ketika itu Abdullah bin Ubayy juga sudah siap dengan sebuah pasukan terdiri dari golongannya sendiri, akan berangkat di samping pasukan Rasulullah. Akan tetapi menurut Nabi, Abdullah dan pasukannya itu supaya tetap di Madinah saja karena selain kurang dapat dipercaya imannya juga ia tidak kuat. (Bersambung) ( )
KETIKA itu musim panas belum berakhir. Suhu panas musim pada awal musim rontok yang sampai pada titik yang sangat tinggi itu merupakan musim maut yang sangat mencekam di wilayah padang pasir. Di samping itu memang perjalanan dari Madinah ke Syam, selain perjalanan yang panjang juga sangat sukar sekali ditempuh. Perlu ada keuletan, persediaan bahan makanan dan air.
Jadi, tidak ada jalan lain Rasulullah harus memberitahukan niatnya hendak berangkat menghadapi Romawi itu kepada umum; supaya mereka juga bersiap-siap. Tidak ada jalan lain juga harus menyimpang pula dari kebiasaannya dalam ekspedisi-ekspedisinya yang sudah-sudah, yang dalam memimpin pasukannya sering ia menuju ke jurusan lain daripada yang sebenarnya dituju, untuk menyesatkan pihak musuh supaya berita perjalanannya itu tidak diketahui.
( )
Kemudian Rasulullah menyerukan kepada semua kabilah bersiap-siap dengan pasukan yang sebesar mungkin. Orang-orang kaya dari kalangan Muslimin juga dimintanya supaya ikut serta dalam menyiapkan pasukan itu dengan harta yang ada pada mereka serta mengerahkan orang supaya sama-sama menggabungkan diri ke dalam pasukan itu. Dengan demikian, itu akan berarti sekali sehingga dapat membawa rasa cemas ke dalam jiwa pihak Romawi, yang sudah terkenal oleh banyaknya jumlah orang dan besarnya perlengkapan.
Bagaimana gerangan kaum Muslimin menyambut seruan ini, yang berarti harus meninggalkan isteri, anak dan harta-benda, dalam panas musim yang begitu dahsyat, dalam mengarungi lautan tandus padang sahara, kering, air pun tak seberapa, kemudian harus pula menghadapi musuh yang sudah mengalahkan Persia, dan belum dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin? Akan tetapi iman mereka, kecintaan mereka kepada Rasul, serta kemesraan kepada agama, mereka pun terjun menyambut seruan itu, berangkat dalam satu arak-arakan yang rasanya dapat menyempitkan ruang padang sahara itu, sambil mengerahkan semua harta dan ternak mereka, siap dengan senjata di tangan, dengan debu yang sudah mengepul, yang begitu sampai beritanya kepada musuh, mereka akan lari tunggang-langgang.
Ataukah barangkali perjalanan yang begitu sulit itu, di bawah lecutan udara panas, di bawah ancaman lapar dan haus,
mereka akan jadi enggan dan kembali surut?
( )
Dua perasaan itu di kalangan Muslimin ada pada waktu itu.
Ada yang menyambut agama ini dengan hati yang bersemarak cahaya dan bimbingan Tuhan, hati yang sudah berkilauan cahaya iman, dan ia sudah tidak mengenal yang lain. Ada yang masuk agama dengan suatu harapan, dan dengan rasa gentar.
Mereka mengharapkan harta rampasan perang, karena kabilah-kabilah itu sudah tak berdaya menahan serbuan Muslimin, lalu mereka menyerah dan bersedia membayar jizya dengan taat dan patuh. Yang merasa gentar karena kekuatan ini dapat menghantam kekuatan lain yang merintanginya, dan ditakuti kekuasaannya oleh setiap raja.
Golongan pertama, dengan segera mereka itu berbondong-bondong menyambut seruan Rasulullah. Ada orang miskin dari mereka itu, tidak ada binatang beban yang akan ditungganginya, ada pula orang yang kaya raya, menyerahkan semua harta kepadanya untuk diserahkan kepada perjuangan di jalan Allah, dengan hati ikhlas, dengan harapan akan gugur pula sebagai syahid di sisi Tuhan. Sedang yang lain masih berat-berat langkah dan mulai mereka itu mencari-cari alasan, sambil berbisik-bisik sesama mereka dan mencemooh ajakan Rasulullah kepada mereka untuk menghadapi suatu peperangan yang jauh, dalam udara yang begitu panas membakar.
Itulah mereka orang-orang munafik, yang karenanya Surah At-Taubah turun, yang berisi ajakan perjuangan yang paling besar dan tegas-tegas menyampaikan ancaman Tuhan kepada mereka yang membelakangi ajakan Rasulullah.
( )
Ada sekelompok orang-orang munafik yang berkata satu sama lain: Jangan kalian berangkat perang dalam udara panas. Maka firman Tuhan ini turun:
فَرِحَ ٱلْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلَٰفَ رَسُولِ ٱللَّهِ وَكَرِهُوٓا۟ أَن يُجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَقَالُوا۟ لَا تَنفِرُوا۟ فِى ٱلْحَرِّ ۗ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا ۚ لَّوْ كَانُوا۟ يَفْقَهُو
فَلْيَضْحَكُوا۟ قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا۟ كَثِيرًا جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.(QS At-Taubah : 81-82)
Kata Rasulullah kepada Jadd bin Qais - salah seorang Banu Salima: "Hai Jadd, engkau bersedia tahun ini menghadapi Banu'l Ashfar?"
"Rasulullah," kata Jadd. "Izinkanlah saya untuk tidak dibawa ke dalam ujian serupa ini. Masyarakat saya sudah cukup mengenal, bahwa tak ada orang yang lebih berahi terhadap wanita seperti saya ini. Kuatir saya, bahwa kalau saya melihat wanita-wanita Banu'l-Ashfar, saya takkan dapat menahan diri." Banu'l Ashfar ialah bangsa Romawi.
( )
Oleh Rasulullah ia ditinggalkan. Dalam hubungan ini ayat berikut ini turun:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلَا تَفْتِنِّي ۚ أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا ۗ وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيطَةٌ بِالْكَافِرِينَ
Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah". Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir. (QS At-Taubah : 49)
Orang-orang yang memang sudah membawa bibit-bibit kebencian dalam hatinya kepada Rasulullah, mereka mengambil kesempatan dalam peristiwa ini supaya orang-orang munafik itu tambah munafik dan menghasut orang supaya tinggal di belakang medan perang.
Rasulullah melihat bahwa mereka itu tak dapat diberi hati, khawatir nanti akan merajalela. Ia berpendapat akan mengambil tindakan terhadap mereka dengan tangan besi.
Beliau mengetahui, bahwa banyak orang berkumpul di rumah Sulaim orang Yahudi itu. Mereka mau mengalang-alangi orang, mau menanamkan rasa enggan dalam hati orang dan supaya mereka tinggal saja di garis belakang. Didampingi oleh beberapa orang sahabat ia mengutus Talha bin 'Ubaidillah kepada mereka dan rumah Sulaim itu dibakar. Salah seorang dari mereka patah kakinya ketika ia melarikan diri dari dalam rumah itu. Yang lain-lain langsung menerobos api itu dan dapat meloloskan diri.
( )
Tetapi mereka sudah tidak lagi mengulangi perbuatan semacam itu. Bahkan itu menjadi contoh buat yang lain. Sesudah itu tak ada lagi orang berani melakukan perbuatan demikian.
Tindakan tegas terhadap orang-orang munafik itu ada juga bekasnya. Dalam mempersiapkan pasukan itu orang-orang kaya dan orang-orang berada telah pula datang menyumbangkan hartanya dalam jumlah yang cukup besar. Usman bin 'Affan saja sendiri menyumbang seribu dinar, dan banyak lagi yang lain, masing-masing menurut kemampuannya.
Setiap orang yang mampu tampil dengan perlengkapan dan biaya sendiri pula. Orang-orang yang tidak punya juga banyak yang datang ingin dibawa serta oleh Nabi. Mereka yang mampu oleh Nabi dibawa, sedang kepada yang lain ia berkata: "Dalam hal ini saya tidak mendapat kendaraan yang akan dapat membawa kamu."
Dengan demikian mereka pun kembali, kembali dengan bercucuran airmata. Mereka sedih, karena tak ada pula yang dapat mereka sumbangkan. Karena tangisan mereka itu mereka diberi nama Al-Bakka'un (orang-orang yang menangis).
( )
Pasukan yang sudah berkumpul mendampingi Rasulullah ini - yang disebut Pasukan 'Usra karena kesukaran yang dialami sejak mulai dibangun - sebanyak tigapuluh ribu Muslimin. Dalam menunggu Rasulullah kembali dari mengurus beberapa masalah di Madinah, sementara dia tidak ada, di tengah-tengah pasukan yang sudah berkumpul itu Abu Bakarlah yang bertindak sebagai imam sembahyang.
Sekarang, setelah masalah-masalah dalam kota diserahkan kepada Muhammad bin Maslama; dan Ali bin Abi Talib diserahi urusan keluarga dan disuruhnya ia tinggal dengan mereka. Setelah segala sesuatunya sudah dianggap beres, ia pun kembali ke tempat semula memimpin pasukan. Ketika itu Abdullah bin Ubayy juga sudah siap dengan sebuah pasukan terdiri dari golongannya sendiri, akan berangkat di samping pasukan Rasulullah. Akan tetapi menurut Nabi, Abdullah dan pasukannya itu supaya tetap di Madinah saja karena selain kurang dapat dipercaya imannya juga ia tidak kuat. (Bersambung) ( )
(mhy)