Santri Dididik Jadi Ahli Pikir-Zikir
loading...
A
A
A
SUASANA halaman Pondok Pesantren (Ponpes) Pancasila di Blotongan, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah, sore itu agak sepi. Cahaya matahari dari arah barat menerpa dinding-dinding gedung menciptakan bayang-bayang di tanah. Udara terasa sejuk seiring waktu yang beranjak menuju petang. Dari dalam sebuah gedung terdengar suara seorang pria.
Pria atau ustaz itu seorang guru yang sedang mengajarkan tentang kitab kuning kepada sejumlah santrinya. Mengaji kitab kuning memang sudah jadi tradisi di pesantren ini setiap bulan Ramadan.
Para santri dan santriwati duduk terpisah. Mereka terlihat sangat antusias menyimak keterangan dari ustaz yang mengulas kajian kitab kuning. Kajian ini wajib bagi kelas 1, 2, dan 3 pondok. Kelas 1, terdiri atas siswa madrasah ibtidaiah (MI)/sekolah dasar (SD), kelas II dari madrasah tsanawiah (MTs), dan kelas III dari sekolah menengah kejuruan (SMK) dan perguruan tinggi.
Kajian kitab kuning dilakukan setiap sehabis salat asar. Tidak itu saja, ada lagi kajian agama yang dilakukan setelah salat subuh. (Baca: Panduan Khutbah Singkat Idul Fitri dari Lembaga Dakwah PBNU)
Salah seorang ustaz di Ponpes Pancasila, M Nasirudin menuturkan, kajian kitab kuning ini dilakukan hampir sebulan penuh. Dimulai pada hari pertama Ramadan hingga hari ke-27.
"Ini kami lakukan karena setelah tanggal itu, para santri dan santriwati akan kembali ke rumahnya, maka hanya sampai 27 Ramadan," katanya kemarin.
Menurut dia, kitab kuning yang dipejari di Ponpes Pancasila berasal dari Kediri. Ada tiga kelompok kajian kitab kuning, sesuai dengan kelasnya. Bagi kelas I, ada tiga kitab yang dipelajari, meliputi fasholatan yang berisi tentang tata cara berwudu dan salat. Kemudian Alquran dengan menghafal surat-surat. Kemudian tareh nabi atau sejarah nabi.
"Untuk kelas II, lebih banyak lagi yang dipelajari dari kitab kuning. Sementara untuk kelas III, lebih mendalam," ujarnya.
Lebih jauh, Nasirudin mengungkapkan, dalam mengkaji kitab kuning dia menggunakan sistem bandongan. Sang ustaz membaca kitab dan maknanya. Kemudian para santri dan santriwati menulis apa yang telah disampaikan ustaz. Sehingga selain belajar membaca juga sekaligus juga memahami maknanya.
Pengasuh Ponpes Pancasila Kiai Muhlasin menyatakan, pesantren yang diasuhnya menggabungkan dua unsur ilmu pengetahuan umum dan agama. Ilmu pengetahuan umum di ponpes tersebut diakui juga berkembang dengan sangat baik. Dari mulai MI, MTs, hingga SMK. "Banyak santri lulusan Ponpes Pancasila yang menjadi orang sukses," tukasnya. (Baca juga: Begini Cara Memaknaidan Merayakan Lebaran Idul Fitri)
Semua tak lepas dari visi dan misi Kiai Muhlasin yang terus berjuang dan berdakwah melalui pesantrennya dengan menanamkan akidah Ahlussunah Wal Jamaah. Dengan menerapkan pendidikan umum sekaligus ilmu agama, terutama kajian kitab kuning, santri di pesantren ini diharapkan menjadi ahli pikir, zikir, dan ahli ikhtiar. Berpikir adalah kemampuan analisis untuk menyelesaikan masalah, berzikir adalah upaya berserah diri kepada Sang Pencipta, dan ikhtiar adalah usaha yang dilakukan untuk mencapai yang diinginkan.
"Setelah selesai mempelajari kitab kuning, mereka langsung buka puasa bersama, dilanjutkan salat magrib dan tarawih," ucapnya.
Yuli, santriwati kelas II di pondok pesantren ini, mengaku sangat senang bisa menimba ilmu dari guru-guru yang dikagumi dan dihormatinya. Terlebih saat bulan Ramadan, kegiatan diisi dengan kajian kitab kuning. "Ada kajian kitab kuning pada bulan Ramadan. Dengan demikian, ilmu dan pengetahuan kita tentang agama bertambah," katanya. (Angga Rosa)
Pria atau ustaz itu seorang guru yang sedang mengajarkan tentang kitab kuning kepada sejumlah santrinya. Mengaji kitab kuning memang sudah jadi tradisi di pesantren ini setiap bulan Ramadan.
Para santri dan santriwati duduk terpisah. Mereka terlihat sangat antusias menyimak keterangan dari ustaz yang mengulas kajian kitab kuning. Kajian ini wajib bagi kelas 1, 2, dan 3 pondok. Kelas 1, terdiri atas siswa madrasah ibtidaiah (MI)/sekolah dasar (SD), kelas II dari madrasah tsanawiah (MTs), dan kelas III dari sekolah menengah kejuruan (SMK) dan perguruan tinggi.
Kajian kitab kuning dilakukan setiap sehabis salat asar. Tidak itu saja, ada lagi kajian agama yang dilakukan setelah salat subuh. (Baca: Panduan Khutbah Singkat Idul Fitri dari Lembaga Dakwah PBNU)
Salah seorang ustaz di Ponpes Pancasila, M Nasirudin menuturkan, kajian kitab kuning ini dilakukan hampir sebulan penuh. Dimulai pada hari pertama Ramadan hingga hari ke-27.
"Ini kami lakukan karena setelah tanggal itu, para santri dan santriwati akan kembali ke rumahnya, maka hanya sampai 27 Ramadan," katanya kemarin.
Menurut dia, kitab kuning yang dipejari di Ponpes Pancasila berasal dari Kediri. Ada tiga kelompok kajian kitab kuning, sesuai dengan kelasnya. Bagi kelas I, ada tiga kitab yang dipelajari, meliputi fasholatan yang berisi tentang tata cara berwudu dan salat. Kemudian Alquran dengan menghafal surat-surat. Kemudian tareh nabi atau sejarah nabi.
"Untuk kelas II, lebih banyak lagi yang dipelajari dari kitab kuning. Sementara untuk kelas III, lebih mendalam," ujarnya.
Lebih jauh, Nasirudin mengungkapkan, dalam mengkaji kitab kuning dia menggunakan sistem bandongan. Sang ustaz membaca kitab dan maknanya. Kemudian para santri dan santriwati menulis apa yang telah disampaikan ustaz. Sehingga selain belajar membaca juga sekaligus juga memahami maknanya.
Pengasuh Ponpes Pancasila Kiai Muhlasin menyatakan, pesantren yang diasuhnya menggabungkan dua unsur ilmu pengetahuan umum dan agama. Ilmu pengetahuan umum di ponpes tersebut diakui juga berkembang dengan sangat baik. Dari mulai MI, MTs, hingga SMK. "Banyak santri lulusan Ponpes Pancasila yang menjadi orang sukses," tukasnya. (Baca juga: Begini Cara Memaknaidan Merayakan Lebaran Idul Fitri)
Semua tak lepas dari visi dan misi Kiai Muhlasin yang terus berjuang dan berdakwah melalui pesantrennya dengan menanamkan akidah Ahlussunah Wal Jamaah. Dengan menerapkan pendidikan umum sekaligus ilmu agama, terutama kajian kitab kuning, santri di pesantren ini diharapkan menjadi ahli pikir, zikir, dan ahli ikhtiar. Berpikir adalah kemampuan analisis untuk menyelesaikan masalah, berzikir adalah upaya berserah diri kepada Sang Pencipta, dan ikhtiar adalah usaha yang dilakukan untuk mencapai yang diinginkan.
"Setelah selesai mempelajari kitab kuning, mereka langsung buka puasa bersama, dilanjutkan salat magrib dan tarawih," ucapnya.
Yuli, santriwati kelas II di pondok pesantren ini, mengaku sangat senang bisa menimba ilmu dari guru-guru yang dikagumi dan dihormatinya. Terlebih saat bulan Ramadan, kegiatan diisi dengan kajian kitab kuning. "Ada kajian kitab kuning pada bulan Ramadan. Dengan demikian, ilmu dan pengetahuan kita tentang agama bertambah," katanya. (Angga Rosa)
(ysw)