Apa Saja Batasan Aurat Perempuan Ketika Salat?
loading...
A
A
A
Menutup aurat adalah kewajiban bagi setiap perempuan muslimah yang sudah baligh . Dalam kesehariannya, pakaian yang menutup aurat ini wajib dikenakan , yang tentu saja sesuai dengan persyaratan syariat. Lalu bagaimana dengan pelaksanaan ibadah salat kaum Hawa ini? Apa batasan aurat perempuan dalam melaksanakan salat tersebut?
Dikutip dari kitab 'Fiqhu as-Sunnah Li an-Nisa Wa Maa Yajibu An Ta’rifahu Kullu Muslimatin Min Ahkamin,' karya Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, dijelaskan bahwa:
1. Jika seorang muslimah melaksanakan salat bersama kaum lelaki yang bukan mahramnya , maka ia harus menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Demikian menurut pendapat Jumhur ulama (Lihat Majmu’ Fatawa, 22/113-120)
2. Jika ada bagian yang terlihat –padahal bagian itu wajib ditutup- ketika ia berjama’ah dengan orang yang bukan mahramnya, maka ia berdosa, namun hal itu tidak membatalkan salatnya-menurut pendapat yang benar di kalangan para ulama-. Jadi, tidak ada dalil yang menyatakan bahwa salatnya menjadi batal karenanya.
3' Jika seorang muslimah salat sendirian atau bersama suami atau mahramnya, maka ia boleh membuka wajah dan kedua telapak tangannya ketika salat. Demikian pendapat mayoritas ulama.
Adapun tentang rambut perempuan ketika ia mengerjakan salat, maka Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam bersabda:
لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ حَائِضٍ إِلَّا بِخِمَارٍ
"Allah tidak menerima salat wanita yang telah haidh (yang sudah baligh) kecuali jika ia memakai penutup kepala (kerudung)" (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lain-lain. Beberapa ulama menganggap hadis ini memiliki cacat. Lihat juga Jami’ Ahkamin Nisa‘, 1/310)
Walaupun derajat hadis ini dha’if (lemah), namun at-Tirmidzi mengatakan, “(Hadis ini) boleh diamalkan menurut para ulama; apabila sebagian rambut seorang wanita terbuka ketika melaksanakan salat, maka salatnya tidak sah. Ini pula yang menjadi pendapat imam asy- Syafi’i, ia mengatakan, ‘Salat seorang wanita dinyatakan batal jika sebagian dari badannya terbuka/terlihat”.
Namun jika rambut atau badan wanita hanya tersingkap sedikit ketika melaksanakan salat, maka salatnya tetap sah, dan ia tidak perlu mengulangnya -menurut pendapat mayoritas ulama-. Inilah yang menjadi madzhab Abu Hanifah dan Ahmad. Salat yang harus diulang adalah jika rambut atau bagian badan yang terbuka/terlihat itu banyak atau lebar. Demikian menurut pendapat mayoritas ulama termasuk imam yang empat dan lainnya (Majmu’ Fatawa, 22/123. Lihat al-Mughniy, karya Ibnu Qudamah, 1/601).
Baca juga: Sujud Sahwi, Kapan dan Bagaimana Tata Cara Melaksanakannya?
Kaki Wanita Dalam Salat
Diriwayatkan dalam hadis Ummu Salamah, bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “Apakah seorang wanita melaksanakan salat dengan mengenakan baju kurung dan kerudung tanpa memakai sarung ? ” Maka beliau menjawab :
“Jika baju kurung berbentuk panjang (lebar) sehingga menutupi punggung dua telapak kakinya (maka ia boleh salat dengannya).” (HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dengan sanad yang dhaif (lemah) mauquf dan marfu)
Akan tetapi hadis ini dhaif (lemah).
Imam asy-Syafi’i berkata di dalam kitab al-Umm (1/77), “Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat –yakni ketika melaksanakan salat- kecuali wajah, telapak tangan dan punggung telapak kakinya.”
At-Tirmidzi menukil darinya, “Jika punggung telapak kakinya terbuka, maka shalatnya tetap sah.” Dan ini merupakan pendapat Abu Hanifah, seperti yang dinukil oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab al-Fatawa (22/123).
Malik dan Ahmad berpendapat bahwa seluruh bagian tubuh wanita adalah aurat, akan tetapi Ahmad mengatakan bahwa ketika wanita salat tidak ada satu pun anggota tubuhnya yang boleh terlihat. Tidak juga kuku dan yang lainnya.
Saya katakan, “Pendapat yang paling benar adalah dibolehkan melaksanakan salat dengan punggung telapak kaki terbuka selama tidak ada orang lain yang bukan mahromnya. Meskipun lebih utama adalah menutupnya.
Seorang perempuan disunnahkan melaksanakan salat dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya, dan akan lebih baik jika ada kain yang berlebih agar tubuhnya lebih tertutup.
Oleh karena itu, Imam asy-Syafi’i berkata, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa salat wanita yang hanya mengenakan dir’u (baju kurung) dan khimar (kerudung) adalah sah. Adapun kain yang lebih panjang dari kerudung, maka hal itu lebih baik dan lebih menutup auratnya ketika ia merenggangkan kedua tangan dan rusuknya di saat ruku’ dan sujud (al-Mughni,1/602, al-Muhadzdzab, 3/172, dari Jami’ Ahkamin Nisa (1/335))
Jika wanita yang hendak melaksanakan salat adalah wanita amatun (bukan wanita merdeka), maka hukumnya sebagaimana wanita merdeka, namun ia boleh melaksanakan salat dengan kondisi kepala yang rambutnya terbuka menurut kesepakatan ulama, kecuali al-Hasan dan ‘Atha.
Anak kecil yang belum baligh tidak wajib mengenakan kerudung ketika salat. Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (3/113) meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Juraij, ia berkata, “Aku bertanya kepada ‘Atha, ‘Bagaimana dengan anak kecil yang belum haidh, namun ia ingin melaksanakan salat? ‘ Ia menjawab, ia cukup mengenakan sarung.
Wallahu A’lam
Baca Juga
Dikutip dari kitab 'Fiqhu as-Sunnah Li an-Nisa Wa Maa Yajibu An Ta’rifahu Kullu Muslimatin Min Ahkamin,' karya Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, dijelaskan bahwa:
1. Jika seorang muslimah melaksanakan salat bersama kaum lelaki yang bukan mahramnya , maka ia harus menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Demikian menurut pendapat Jumhur ulama (Lihat Majmu’ Fatawa, 22/113-120)
2. Jika ada bagian yang terlihat –padahal bagian itu wajib ditutup- ketika ia berjama’ah dengan orang yang bukan mahramnya, maka ia berdosa, namun hal itu tidak membatalkan salatnya-menurut pendapat yang benar di kalangan para ulama-. Jadi, tidak ada dalil yang menyatakan bahwa salatnya menjadi batal karenanya.
3' Jika seorang muslimah salat sendirian atau bersama suami atau mahramnya, maka ia boleh membuka wajah dan kedua telapak tangannya ketika salat. Demikian pendapat mayoritas ulama.
Adapun tentang rambut perempuan ketika ia mengerjakan salat, maka Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam bersabda:
لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ حَائِضٍ إِلَّا بِخِمَارٍ
"Allah tidak menerima salat wanita yang telah haidh (yang sudah baligh) kecuali jika ia memakai penutup kepala (kerudung)" (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lain-lain. Beberapa ulama menganggap hadis ini memiliki cacat. Lihat juga Jami’ Ahkamin Nisa‘, 1/310)
Walaupun derajat hadis ini dha’if (lemah), namun at-Tirmidzi mengatakan, “(Hadis ini) boleh diamalkan menurut para ulama; apabila sebagian rambut seorang wanita terbuka ketika melaksanakan salat, maka salatnya tidak sah. Ini pula yang menjadi pendapat imam asy- Syafi’i, ia mengatakan, ‘Salat seorang wanita dinyatakan batal jika sebagian dari badannya terbuka/terlihat”.
Namun jika rambut atau badan wanita hanya tersingkap sedikit ketika melaksanakan salat, maka salatnya tetap sah, dan ia tidak perlu mengulangnya -menurut pendapat mayoritas ulama-. Inilah yang menjadi madzhab Abu Hanifah dan Ahmad. Salat yang harus diulang adalah jika rambut atau bagian badan yang terbuka/terlihat itu banyak atau lebar. Demikian menurut pendapat mayoritas ulama termasuk imam yang empat dan lainnya (Majmu’ Fatawa, 22/123. Lihat al-Mughniy, karya Ibnu Qudamah, 1/601).
Baca juga: Sujud Sahwi, Kapan dan Bagaimana Tata Cara Melaksanakannya?
Kaki Wanita Dalam Salat
Diriwayatkan dalam hadis Ummu Salamah, bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “Apakah seorang wanita melaksanakan salat dengan mengenakan baju kurung dan kerudung tanpa memakai sarung ? ” Maka beliau menjawab :
“Jika baju kurung berbentuk panjang (lebar) sehingga menutupi punggung dua telapak kakinya (maka ia boleh salat dengannya).” (HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dengan sanad yang dhaif (lemah) mauquf dan marfu)
Akan tetapi hadis ini dhaif (lemah).
Imam asy-Syafi’i berkata di dalam kitab al-Umm (1/77), “Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat –yakni ketika melaksanakan salat- kecuali wajah, telapak tangan dan punggung telapak kakinya.”
At-Tirmidzi menukil darinya, “Jika punggung telapak kakinya terbuka, maka shalatnya tetap sah.” Dan ini merupakan pendapat Abu Hanifah, seperti yang dinukil oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab al-Fatawa (22/123).
Malik dan Ahmad berpendapat bahwa seluruh bagian tubuh wanita adalah aurat, akan tetapi Ahmad mengatakan bahwa ketika wanita salat tidak ada satu pun anggota tubuhnya yang boleh terlihat. Tidak juga kuku dan yang lainnya.
Saya katakan, “Pendapat yang paling benar adalah dibolehkan melaksanakan salat dengan punggung telapak kaki terbuka selama tidak ada orang lain yang bukan mahromnya. Meskipun lebih utama adalah menutupnya.
Seorang perempuan disunnahkan melaksanakan salat dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya, dan akan lebih baik jika ada kain yang berlebih agar tubuhnya lebih tertutup.
Oleh karena itu, Imam asy-Syafi’i berkata, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa salat wanita yang hanya mengenakan dir’u (baju kurung) dan khimar (kerudung) adalah sah. Adapun kain yang lebih panjang dari kerudung, maka hal itu lebih baik dan lebih menutup auratnya ketika ia merenggangkan kedua tangan dan rusuknya di saat ruku’ dan sujud (al-Mughni,1/602, al-Muhadzdzab, 3/172, dari Jami’ Ahkamin Nisa (1/335))
Jika wanita yang hendak melaksanakan salat adalah wanita amatun (bukan wanita merdeka), maka hukumnya sebagaimana wanita merdeka, namun ia boleh melaksanakan salat dengan kondisi kepala yang rambutnya terbuka menurut kesepakatan ulama, kecuali al-Hasan dan ‘Atha.
Anak kecil yang belum baligh tidak wajib mengenakan kerudung ketika salat. Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (3/113) meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Juraij, ia berkata, “Aku bertanya kepada ‘Atha, ‘Bagaimana dengan anak kecil yang belum haidh, namun ia ingin melaksanakan salat? ‘ Ia menjawab, ia cukup mengenakan sarung.
Wallahu A’lam
(wid)