Jika Suami Tak Lagi Mencintai Istri..

Sabtu, 06 Februari 2021 - 05:00 WIB
loading...
Jika Suami Tak Lagi Mencintai Istri..
Ketika suami tidak memiliki hasrat kepada istrinya, ada kompromi yang bisa dilakukan tanpa melanggar syariat, namun solusi yang diambil tidak boleh mendzalimi istrinya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Pasangan yang menikah , idealnya didasari dengan perasaan saling mencintai dan saling menyukai. Perasaan ini, menjadi landasan utama dalam perjalanan rumah tangga yang akan dijalaninya. Namun bagaimana jika istri mengetahui bahwa suaminya tidak menyukainya?



Maksudnya adalah apabila terjadi pernikahan, sang istri tahu bahwa suaminya menikah dengannya ternyata tidak terlalu suka dengannya. Karena kalau seandainya suaminya tidak suka atau tidak rela, pada saat itu dia diancam dengan neraka . Tentu ini, sangat tidak diinginkan. Apa yang harus dilakukan si istri atau juga suaminya ini? Bagaimana syariat memandangnya?

Ustadz Ahmad Zainuddin Lc, ketika membahasa tentang 'Tuntutan Praktis Fiqih Wanita' karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah menjelaskan, pada saat seorang istri tahu suaminya tidak terlalu menyukainya, maka dia harus memperjuangkan bagaimana bisa mendapatkan cinta dan kerelaan dari suami. Sebab, kalau suaminya tidak rela dan menganggap istrinya tidak taat kepada suaminya lalu sang suami tidak senang dengan istrinya, maka dikhawatirkan istri berdosa akan hal ini.



Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ الْأَنفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ﴿١٢٨﴾

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa: 128)



Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsiri ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala memberitahukan dan mensyariatkan tentang keadaan suami istri. Terkadang ada keadaan suami membenci istrinya. Terkadang suami dan istri saling menyayangi. Terkadang suami mencerai istrinya.

Keadaan yang pertama, seorang istri khawatir seorang suami menjauh darinya atau berpaling darinya. Maka sang istri boleh menggugurkan haknya atau sebagiannya. Baik berupa nafkah atau pakaian atau giliran tempat tidur atau hal yang lain dari hak-hak atasnya. Dan sang suami hendaknya berhak untuk menerima hal tersebut darinya. Maka tidak ada dosa atasnya didalam pengorbanannya tersebut untuk suaminya. Dan tidak ada dosa juga atasnya jika sang suami menerima hal itu darinya.



Jadi berdasarkan ayat ini, apabila seorang suami sudah tidak ada keinginan dengan istrinya, sudah tidak merasa nyaman dengan istrinya, maka pada asalnya sang suami berhak untuk menceraikan istrinya. Tetapi jika sang istri mengetahui bahwa sang suami sudah mulai tidak suka kepadanya, maka pada saat itu sang istri boleh meminta kepada suami untuk jangan sampai dia diceraikan tetapi dia mau menggugurkan beberapa hak yang saya miliki.

Contohnya adalah Saudah binti Zam’ah, salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika melihat Saudah binti Zam’ah terlalu tua, maka kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin menceraikan Saudah binti Zam’ah. Lalu Saudah ingin tetap menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Saudah binti Zam’ah melakukan perdamaian.



Cara perdamaiannya dengan menggugurkan hak-hak yang dimiliki oleh Saudah. Misalnya dengan tidak digilir oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau membiarkan hari gilirannya diberikan kepada Aisyah radhiyallahu anha. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima itu dan membiarkan Saudah tetap menjadi istrinya.

Abdullah bin Abbas berkata tentang ayat ini. Bahwa apa saja yang dijadikan sebagai cara untuk berdamai di atas sesuatu apapun, maka hal ini diperbolehkan. Jadi tidak mesti istri menggugurkan haknya dari digilir atau nafkah. Tetapi apa saja yang bisa membuat suami rela selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.



Inilah solusi jika seorang suami sudah tidak mempunyai hasrat terhadap istrinya. Tetapi jangan sampai hal ini membuat istri merasa terdzalimi. Karena kedzaliman tidak diperbolehkan.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1692 seconds (0.1#10.140)